Andoolo, 03 September 2024. Sidang lanjutan kasus kriminalisasi dua Warga Torobulu, Hasilin dan Andi Firmansyah bergulir kembali dengan Agenda Sidang Pembelaan (pledoi) oleh Penasehat Hukum. Sebelumnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Terdakwah dengan tuntutan 8 bulan penjara dengan menggunakan Pasal 162 Undang-undang Minerba.
Dalam nota pembelaan yang dibacakan oleh Penasehat Hukum kedua Terdakwa yang tergabung dalam Koalisi Bantuan Hukum Rakyat Tim Advokasi Rakyat Torobulu. Terdapat empat kriteria yang penting untuk untuk disorot berdasarkan laporan pidana yang dilakukan oleh PT. Wijaya Inti Nusantara (PT. WIN). Bahwa laporan tersebut masuk dalam kriteria Strategic Lawsuit Against Public Participation (SLAPP).
Pertama, adanya keluhan pengaduan, tuntutan dan masyarakat atas dampak kerusakan yang terjadi. Kedua, dilakukan terhadap masyarakat secara kolektif, individual dan organisasi non Pemerintah. Ketiga, Adanya Komunikasi atau Pejabat yang berwenang. Keempat, dilakukan terhadap isu yang menyangkut kepentingan umum atau perhatian Publik.
Jika melihat fakta persidangan, keterangan Saksi fakta maupun Ahli yang dihadirkan JPU maupun Penasehat Hukum Terdakwa serta keterangan kedua Terdakwa. Bahwa keempat unsur yang diuraikan di atas terpenuhi kedua Terdakwa merupakan pejuang lingkungan.
Hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat adalah bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM) yang harus dilindungi. Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945 yang menegaskan bahwa
“Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.”
Sementara itu dalam ketentuan Pasal 66 UUPPLH menyebutkan bahwa “Setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata.”
Sementara itu, di tingkatan internasional, perihal partisipasi atau hak prosedural diatur dan diakui dalam The Aarhus Convention (Konvensi Aarhus) di Uni Eropa pada tahun 1998. Konvensi ini menegaskan kewajiban negara memenuhi tiga hak dasar, yakni, setiap orang untuk menerima informasi lingkungan yang dipegang oleh otoritas public (access to environmental information). Hak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan lingkungan (public participation in environmental decision-making) dan hak untuk meninjau ulang keputusan publik yang dibuat tanpa menghormati kedua hak yang disebutkan sebelumnya (access to justice).
Dalam kesimpulan yang dituangkan dalam nota pembelaan, yakni:
- Menyatakan Terdakwa Andi Firmansyah Bin Marhaban Dg. Pasele Alias Bapaknya Zahra tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan pidana sebagaimana didakwakan Penuntut Umum;
- Membebaskan (vrijspraak) atau setidak – tidaknya melepaskan Terdakwa tersebut oleh karena itu dari segala tuntutan hukum (ontslag van alle rechtsvervolging);
- Memulihkan hak Terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya;
- Membebankan seluruh biaya perkara kepada Negara.
Di luar ruang persidangan, puluhan massa aksi yang tergabung dalam Aliansi Pemerhati Lingkungan dan Hak Asasi Manusia (APEL-HAM) melakukan aksi unjuk rasa di depan Pengadilan Negeri Andoolo.
Dalam orasi, salah satu orator meluapkan amarah dan bentuk kekecewaan terhadap tuntutan JPU terhadap kedua Terdakwa yang sedang memperjuangkan lingkungan hidup dari kerusakan lingkungan akibat tambang.
“Kami berharap kepada Majelis Hakim untuk menerima nota pembelaan yang diajukan oleh Penasehat Hukum dan membebaskan Hasilin dan Andi Firmansyah dari segala tuntutan. Bebaskan Warga Torobulu!” Tegas Rasman selaku orator.
Sebagai tambahan informasi, bahwa agenda sidang pembacaan replik oleh JPU akan dilaksanakan pada tanggal 10 September 2024.
Narahubung: +62 812-4116-3839 (Penasehat Hukum)