Categories
EKOSOB

Kongkalikong Kanwil BPN dan Pemkab Wajo Menanggapi Tuntutan Warga Keera

img_1354WAJO – Setelah kesepakatan terakhir antara warga Keera, PTPN XIV dan pemerintah Wajo untuk segera melakukan pengukuran ulang atas lahan eks. HGU. Dengan tujuan untuk menyelesaikan konflik lahan antara masyarakat dengan Ptpn XIV Unit Keera. Namun, sampai sekarang kesepakatan tersebut belum juga dilaksanakan baik dari pemerintah daerah Wajo maupun Kanwil BPN. Sampai saat ini, Pemkab. Wajo sama sekali tidak memiliki inisiatif untuk mengakhiri konflik lahan eks. HGU. Bahkan, Bupati Wajo memposisikan diri sebagai pihak melawan Masyarakat Keera dengan melaporkan warganya sendiri kepada Polres Wajo terkait dugaan Jual beli tanah eks. HGU.

Bulan lalu, masyarakat telah mendatangi Kanwil BPN untuk meminta penjelasan. Kemudian, Kepala Kanwil mengatakan bahwa, pihaknya tinggal menunggu surat dari Bupati Wajo untuk meminta pengukuran. Karena BPN merupakan lembaga teknis yang hanya bisa bertindak atas permintaan pihak terkait. Selanjutnya, ia menyarankan untuk menemui Bupati Wajo memintanya agar bersurat kepada Kanwil BPN meminta pengukuran lahan eks. HGU. Selain itu, masyarakat juga menuntut agar lokasi yang nantinya akan diukur adalah lokasi yang selama ini digarap oleh warga. Dengan kata lain, lokasi masyarakat tidak digeser ke tempat lain. sehubungan dengan tuntutan masyarakat tersebut, Kanwil BPN tidak mempersoalkan itu yang penting lahan HGU yang akan diperpanjang tetap 6.000 Ha dan tidak terpisah – pisah.

Minggu, 11 Januari 2015, masyarakat Keera yang tergabung dalam Forum Rakyat Bersatu (FRB) Keera, kembali melakukan konsolidasi untuk mengevaluasi hasil pertemuan di kanwil BPN dan mempersiapkan rencana pertemuan dengan Bupati Wajo. Pertemuan dilakukan di rumah salah satu warga keera bernama Ambo mawang yang terletak di desa Awota tidak jauh dari lokasi eks. HGU. Pertemuan tersebut dihadiri oleh masing – masing  perwakilan Masyarakat dari setiap Desa dengan jumlah yang hadir kurang lebih 100 orang. Pertemuan berlangsung selama 3 (tiga) jam membahas penentuan batas – batas lahan lahan eks. HGU yang diklaim masyarakat. Tujuan penentuan batas untuk memudahkan pengukuran dan untuk menghindari tipu muslihat Pemerintah Daerah dengan Ptpn XIV. Masyarakat kemudian menunjukan lokasi mereka pada peta yang telah disediakan oleh WALHI dan LBH Makassar.

Pada hari Senin, 12 Januari 2015, perwakilan FRB yang didampingi LBH Makassar dan Walhi Sul-sel mendatangi kantor Bupati Wajo untuk mendesak agar segera dilakukan pengukuran ulang. Warga diterima langsung oleh Bupati dan wakil Bupati, Kapolres serta Kodim. Dalam pertemuan, yang berlangsung selama kurang lebih 2 (dua) jam, Masyarakat meminta kepada Bupati agar bersurat kepada kanwil BPN meminta pengukuran ulang. Namun, Bupati menolak untuk bersurat, karena sebelumnya sudah terbangun kesepakatan bersama untuk pengukuran. Bahkan, Bupati balik menyoroti Kanwil BPN yang sampai sekarang tidak turun untuk mengukur. Dalam pertemuan, Bupati juga dengan sewanang – wenang langsung  menuding masyarakat keera bahwa, mereka telah menjual tanah Negara dan mengklaim dia memiliki bukti kwitansi penjualan. Masyarakat tidak menerima tudingan langsung dari mulut kotor Bupati, kemudian balik menantang Bupati untuk melaporkan ke polisi bagi oknum yang  telah menjual tanah Negara yang dimaksud. masyarakat keera selama ini sudah sering dikriminalisasi dan dilaporkan telah menjual tanah Negara, akan tetapi semua laporan tidak tebukti dan sampai sekarang Polda tidak melanjutkan laporan tersebut. Kuat dugaan masyarakat bahwa, banyak pejabat penting yang turut terlibat dalam jual-beli tanah tersebut sehingga, jika laporan terus dilanjutakan maka semua akan terbongkar. Olehnya itu, tuduhan Bupati kepada masarakat keera dianggap tidak lebih dari gertak sambal.

Setelah dari kantor Bupati, masyarakat keera mendatangi kantor BPN kabupaten Wajo dan diterima langsung oleh kepala BPN. Dalam pertemuan dengan kepala BPN, Masyarakat sedikit mendapat titik terang dari benang kusut dan kongkalikong Pemkab. Wajo. Jika bukan karena ulah Bupati yang meminta sebagian lahan Eks. HGU untuk dipindahkan pada masyarakat pasaloreng, maka pengukuran telah lama selesai. Akibatnya, kesepakatan awal yang sudah terbangun mesti ditinjau kembali. Itulah alasan kanwil BPN sampai sekarang belum turun mengukur, karena belum ada titik terang mengenai batas – batas lahan yan akan diukur. Sehingga, untuk melakukan pengukuran perlu ada pertemuan kembali antara masyarakat keera, Ptpn, pemkab wajo dan kanwil BPN untuk membicarakan kembali kesepakatan terkait peruntakan lahan eks. HGU. Rencananya pertemuan tersebut akan diinisiasi oleh kanwil BPN dengan mengundang semua pihak dalam waktu dekat ini.[Edy Kurniawan]

Categories
EKOSOB

Masyarakat Keera Kembali Menuntut Pengukuran Lahan Eks HGU PTPN XIV

img-20141222-01723Makassar, 22 Desember 2014. Lahan eks Hak Guna Usaha (HGU) seluas 12.170 Ha terletak di Kecamatan Keera Kab. Wajo, Sulsel yang sebelumnya dikelola sebagai perkebunan kelapa sawit oleh PTPN XIV unit Keera. Sebelum masuknya PTPN XIV, masyarakat Keera hidup serba berkecukupan dari hasil tanah yang mereka kelola sendiri, kehidupan masyarakat sangat rukun dan memiliki hubungan sosial yang kuat. Akan tetapi, sejak 30 Juni 1973, dengan masuknya PTPN XIV atas dasar HGU, keadaan terbalik menjadi malapetaka bagi masyarakat. Sejak itu, kondisi ekonomi masyarakat menjadi terpuruk, karena kehilangan tanah sumber penghidupan. Akibatnya, masyarakat menjadi buruh-tani dan sebagian masyarakat yang tidak tahan dengan keadaan, terpaksa merantau ke daerah lain untuk mencari sumber penghidupan yang layak.

Maka setelah berakhirnya masa berlaku HGU PTPN XIV tahun 2003, satu per satu perlawanan masyarakat mulai muncul dan secara bertahap, perlawanan masyarakat semikan membesar. Dari beberapa kali upaya perlawanan, beberapa tokoh masyarakat mendapat kriminalisasi. Perlawanan itu berkembang hingga aksi pendudukan pabrik PTPN XIV Keera yang berlangsung selama kurang lebih 2 (dua) minggu. Akhirnya, PTPN XIV mulai membuka ruang negosiasi yang difasilitasi langsung oleh Polda Sulselbar. Dari hasil negosiasi, lahir beberapa kesepakatan yang diantaranya adalah PTPN XIV Keera bersedia melapaskan lahan eks HGU yang masih dalam proses perpanjangan kepada masyarakat keera seluas 1.934 ha. Akan tetapi, pada kenyataannya PTPN XIV Keera tidak menjalankan kesepakatan tersebut, sehingga masyarakat keera semakin geram.

Menyikapi hal tersebut, pada tanggal 22 Desember 2014, beberapa perwakilan masyarakat Keera yang didampingi LBH Makassar dan Walhi Sulsel mengambil inisiatif untuk bertemu langsung dengan kepala Kanwil BPN Sulsel untuk membicarakan persoalan lahan eks HGU PTPN XIV Keera. Kepala kantor BPN Sulsel S.M. Iksan yang didampingi oleh kepala bidang pemetaan dan pengukuran tanah, menerima langsung masyarakat untuk berdialog. Kepala Kanwil BPN Sulsel ini baru menjabat kurang lebih 1 (satu) bulan. Menurutnya, sejak pertama kali menjabat di daerah ini, ia sudah banyak mendapat laporan yang masuk terkait kasus sengketa lahan eks HGU di Keera. Namun, baru kali ini dia mendengar langsung pengaduan masyarakat yang didampingi LBH Makassar dan Walhi Sulsel. Untuk itu, itu dia sangat mengapresiasi langkah masyarakat, karena hal ini dapat menghindari konflik agraria yang berkelanjutan. Dalam pertemuan yang berlangsung kurang lebih 1 (satu) jam, dia memastikan bahwa PTPN XIV hanya bisa mengelola lahan seluas 6.000 ha dan selebihnya akan diserahkan sepenuhnya kepada masyarakat Keera yang kemudian akan diatur lebih lanjut oleh pemerintah Kabupaten Wajo.

Selanjutnya, masyarakat menuntut agar segera dilakukan pengukuran, karena sudah terlalu lama masyarakat menunggu kepastian hukum. Sampai sekarang, Pemerintah Kabupaten Wajo belum merealisasikan janjinya untuk melakukan pengukuran ulang dengan alasan terkendala anggaran. Padahal, masyarakat sudah menyarankan agar dilakukan proses pengukuran partisipatif dan masyarakat siap menanggung semua biaya pengukuran. Proses pengukuran terus diulur-ulur, sehingga sampai sekarang masyarakat tidak diperkenkan oleh PTPN XIV Unit Keera untuk masuk mengelola lahan tersebut sesuai kesepakatan. Tidak hanya itu, PTPN XIV terus melakukan upaya-upaya  teror dengan mengerahkan brimob untuk mengintimidasi masyarakat.

Menanggapi tuntutan masyarakat dan di tengah berlangsungnya dialog,  kepala Kanwil BPN Sulsel langsung menelpon direktur utama PTPN XIV Unit Keera dan meminta agar segera menghentikan tindakan-tindakan yang mengarah pada pelanggaran HAM itu.

Untuk lebih konkritnya, Kepala Kanwil BPN Sulsel akan segera melakukan pertemuan antara Pemkab Wajo, PTPN XIV Unit Keera, dan masyarakat Keera pada pertengahan bulan Januari 2015  untuk membahas secara teknis pengukuran, dengan komitmen awal bahwa, PTPN XIV Unit Keera hanya diberikan perpanjangan HGU seluas 6.000 ha dan selebihnya dengan luas kurang lebih 1.934 ha akan diserahkan kepada masyarakat Keera untuk dikelola.[Edy Kuriawan]

Categories
Berita Media

Akhirnya PTPN Keera Penuhi Sebagian Tuntutan Warga

Berkat aksi ratusan warga dari 10 desa di Kecamatan Keera, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan, pada 26-30 Juni 2014, PTPN XIV akhirnya memenuhi sebagian besar tuntutan. Kepastian diperoleh setelah pertemuan di Kantor Bupati Wajo, Rabu (2/7/14).

Turut hadir dalam pertemuan, perwakilan warga dan pendamping, juga Wakil Bupati Wajo, kapolres, dandim dan direksi dan komisaris PTPN XIV.

Rizki Anggriana Arimbi, aktivis Walhi Sulsel, mewakili Aliansi Masyarakat Sipil untuk Keadilan Agraria, mengatakan,  ada sejumlah poin penting, antara lain hanya petani yang memiliki tanaman semusim diperkenankan memasuki dan mengelola lahan sengketa 1.934 hektar. Para petani dapat mengambil hasil tanaman tanpa dihalang-halangi oleh Brimob dan PTPN.

Pemda Wajo tetap membiarkan PTPN mengelola lahan sengketa, meskipun masa HGU selesai sejak 2003. “PTPN tetap diperkenankan mengelola lahan 1.934 hektar itu sampai ada upaya pengukuran ulang, rencana setelah disepakati APBD-perubahan Agustus 2014,” kata Rizki.

Juga disepakati, petani Keera tidak akan mengganggu keamanan PTPN. Polres berjanji mengurangi Brimob yang berjaga, tersisa 12 orang.“Wakil Bupati meminta para pihak menahan diri.”

Nasrum, aktivis KontraS Sulawesi, menilai, kesepakatan ini kemajuan besar. Dia meminta, semua pihak bisa mengawal seluruh kesepakatan ini.

“Ini kemajuan. Kita akan mengawal agar tidak terjadi seperti sebelumnya. Agustus kita akan tagih lagi pemerintah memenuhi janji untuk pengukuran ulang lahan lahan sengketa 1.947 hektar.”

Dia berharap, setelah pengukuran segera ditindaklanjuti dengan pertemuan seluruh warga pemilik untuk distribusi lahan.

Abdul Azis, ketua LBH Makassar, menyambut baik kesepakatan ini. Dia berharap, bisa dilaksanakan konsisten. Menurut dia,

penting mengawal kesepakatan ini.  “Harus selalu dikordinasikan, khusus aliansi pendamping warga.”

Mustam Arif, direktur Jurnal Celebes, berharap, konsistensi Pemerintah Wajo dan PTPN dalam memenuhi janji. Terlebih, kesepakatan ini baru diperoleh setelah ada desakan warga.

“Kesepakatan ini dihasilkan setelah ada desakan warga jadi sangat memungkinkan akan dipersulit dan diulur-ulur. Ini rawan intimidasi di kemudian hari. Apalagi saya mendengar setelah aksi ada surat panggilan dari Bupati kepada 10 desa yang terlibat dalam aksi itu.”

Rizki membenarkan, ada surat penggilan bupati, ketika aksi sedang berlangsung di PTPN. “Kami rencana ada pertemuan dengan 10 kepala desa guna mengetahui subtansi surat itu.”

Pada aksi 26 Juni, disepakati pertemuan Senin (30/6/14) di Kantor Bupati Wajo. Pada pertemuan itu, tidak dihadiri Bupati dan Direksi PTPN.  Bupati diwakili  Asisten II Pemkab Wajo.  Asisten II menegaskan, tidak masalah warga masuk ke lokasi, dengan catatan tidak merusak aset PTPN.

Ketidakhadiran Bupati dan Direksi PTPN membuat warga emosional dan meminta pertemuan lanjutan. Akhirnya disepakati pertemuan ulang 2 Juli.

Setelah pertemuan, warga mencoba memasuki kawasan PTPN tetapi tertahan karena ada barikade Brimob dan PatMor Wajo.

Situasi memanas. Perwakilan warga dan aliansi mencoba negosiasi dengan Kapolres Wajo, AKBP Masrur. Warga dan aliansi memaksa masuk memenuhi kesepakatan bersama. Namun, Masrur ngotot melarang warga. “Kapolres bertindak di luar kewenangan,” kata Rizki.

Warga mengalihkan aksi dengan penutupan jalur trans Sulawesi, sambil berorasi. Kapolres Wajo kembali negosiasi dengan warga dan disepakati sambil menunggu pertemuan 2 Juli. Jika pada pertemuan lanjutan Direksi PTPN tak hadir, Kapolres berjanji membuka jalan.

Laporan: Wahyu Chandra
Sumber berita: mongabay.co.id

Categories
Berita Media

PTPN Keera Ingkari Kesepakatan, Inilah Poin-poin Tuntutan Warga

 

Pagi itu, Kamis (26/6/14), sekitar pukul 10.00, ratusan warga dari 10 desa di Kecamatan Keera, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan,  mendatangi kantor PTPN XIV Unit Keera. Mereka menuntut PTPN segera menyerahkan kembali lahan warga yang dikuasai selama 35 tahun, dan menindaklanjuti hasil kesepakatan bersama di Mapolda Sulselbar 2013.

Warga kesal karena ketidakjelasan nasib lahan yang diklaim PTPN XIV sejak puluhan tahun silam. Berbagai pertemuan antar warga dan PTPN sudah dilakukan, namun tak satupun kesepakatan ditindaklanjuti. Terakhir, adalah 30 April 2013, dimediasi Polda Sulselbar melibatkan berbagai pihak, termasuk warga, PTPN, Pangdam, BPN, Bupati Wajo dan sejumlah pihak lain. Seluruh kesepakatan belum juga dilaksanakan.

Pada aksi itu, warga menuntut beberapa hal, antara lain, mendesak Kementerian BUMN melalui PTPN segera menyerahkan lahan warga yang dikuasai selama sekitar 35 tahun melalui HGU. Padahal izin HGU berakhir sejak 2003.

Mereka menuntut produksi sawit di lahan eks HGU Keera segera dihentikan, karena perbuatan melawan hukum dan merugikan negara karena tidak terbebani pajak. Apalagi PTPN Keera masih ada tunggakan di Pajak Pratama Bone.

Kepada Bupati Wajo, menuntut segera mengeluarkan surat pelepasan eks HGU PTPN Keera seluas 1.934 hektar di Desa Ciromanie, Keera untuk diberikan kepada warga. Ini sesuai hasil kesepakatan Rakor di Mapolda Sulselbar dan kesepakatan bersama Pemda Wajo, PTPN XIV dan warga pada 23 April 2010.

Kepada Polda Sulsel, warga mendesak segera menarik Brimob yang selama ini mengamankan PTPN Keera.  “Kami juga meminta Polda menindak anggota Brimob yang meneror dan intimidasi serta menghalangi warga menggarap lahan serta merusak tanaman.”

Tuntan lain, meminta kepolisian mengawal hasil kesepakatan di Mapolda Sulselbar antara PTPN Keera dengan memberikan jaminan rasa aman terhadap warga yang menguasai dan mengelola lahan seluas 1.934 hektar eks HGU.

Rizki Angriani Arimbi, aktivis Walhi Sulsel mengatakan, pada pertemuan 30 April 2013, ada tiga kesepakatan. Pertama, PTPN Keera bersedia melepaskan lahan 1.934 hektar di Desa Ciromanie, Dusun Cenranae dan Dusun Bonto Mare’, kepada pemerintah Kabupaten Wajo.

Kedua, masyarakat Keera tetap boleh mengelola tanah seluas 1.934 hektar sambil menunggu pelepasan dari Kementerian BUMN dengan pangaturan lebih lanjut dilaksanakan Pemda Wajo. Masyarakat menjamin tidak akan menguasai lebih dari luas 1.934 hektar dan tidak akan mengganggu aktivitas PTPN Keera di atas lahan 6.000 hektar.

“Disepakati masyarakat Keera yang menduduki Mess PTPN Keera segera keluar meninggalkan lokasi setelah ditandatangani kesepakatan ini. Ini segera dilakukan warga.”

Kenyataan, sejak kesepakatan itu tak ada upaya PTPN dan pemerintah daerah. Warga bahkan tidak dibolehkan mengelola lahan yang berada dalam kawasan, bertentangan dengan hasil kesepakatan.

“Pada Desember 2013 seorang warga dipukuli Brimob. Tanaman mereka dicabuti. Mereka teror kepada warga.”

Suasana cukup panas karena sebagian warga membawa senjata tajam berupa parang dan sempat berhadap-hadapan dengan Brimob yang bersenjata lengkap.

Massa dari berbagai penjuru ini sebelumnya berkumpul di kantor PTPN. Mereka datang dengan mobil, motor dan berjalan kaki.

Setelah perdebatan cukup alot akhirnya disepakati 20 perwakilan boleh masuk. Di kantor PTPN warga sempat kecewa, karena yang menerima bukan direksi tetapi diwakilkan manager, Andi Artawati, dan sejumlah staf senior PTPN.

Artawati mengatakan, tuntutan warga kepada PTPN salah sasaran karena posisi mereka hanya pembantu. “Kalau diibaratkan pembantu, kami hanya pembantu Kementerian BUMN. Kalau ada yang masuk ke rumah kami mau minta barang, kalau yang punya rumah tidak mengizinkan, saya tidak berhak memberi.”

PTPN juga membantah jika selama ini melarang warga mengelola kebun dalam klaim PTPN.

“Sudah banyak berkebun, mereka bisa naik haji, beli motor. Kami mempersilakan siapa saja berkebun dengan catatan mendaftarkan nama, dan tunjukkan kalau masih ada areal yang bisa berkebun,” kata Salam Rajab, asisten manager PTPN Keera.

Pada Mei 2014, sejumlah warga sempat bertemu Menteri BUMN, Dahlan Iskan, di Jakarta. Dahlan menyarankan warga meminta tanggapan hukum dari ketua Pengadilan Negeri Wajo sebagai langkah awal. Rizki memperkirakan, saran itu sebagai upaya menggiring kasus ini ke ranah hukum, dimana posisi warga lemah.

Kasus ini berawal ketika PTPN Keera– sebelumnya PT. Bina Mulia Ternak (BMT)– masuk ke Kecamatan Pitumpanua, sekarang Kecamatan Keera.

Pada 1973, BMT memperluas wilayah menguasai Kecamatan Maniangpajo, sekarang Kecamatan Gilireng. Perluasan lahan perusahaan, tak ada ganti rugi. HGU BMT 25 tahun meliputi Pitumpanua dan Maniangpajo, Wajo seluas 12.170 hektar.

Lahan masyarakat yang menjadi HGU itu sudha ditempati warga turun menurun. Di sana ada kampung tua, bekas kebun-kebun masyarakat, kuburan tua dan tanaman jangka panjang.

Pengalihan HGU BMT ke PTPN Keera tidak diketahui masyarakat. Luas lahan masyarakat dikuasai PTPN 7.934 hektar, di Desa Ciromanie dan Desa Awo Kecamatan Keera.

Aksi ini mendapat dukungan dari berbagai NGO yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Sipil untuk Keadilan Agraria. Mereka ini antara lain Walhi Sulsel, LBH Makassar, dan KontraS Sulawesi. Lembaga Advokasi dan Pendidikan Anak Rakyat Makassar, Anti Corruption Committee (ACC) Sulawesi. Lalu, Lembaga Swara Lingkungan (eSeL) Makassar, KPA Sulsel, Jurnal Celebes, Sawit Watch dan AMAN Sulsel.

Sumber: mongabay.co.id

Categories
EKOSOB

PTPN XIV Unit Keera, Kab Wajo Lagi-lagi Ingkari Kesepakatan, Petani Geram

img_1459Wajo, Sulsel; Setelah beberapa kali terbangun kesepakatan antara petani keera dengan pihak PTPN XIV terhadap pengelolaan lahan eks. HGU yang saat ini masih dikelola oleh  PTPN XIV tanpa dasar hukum yang terhitung sejak berakhirnya HGU pada tahun 2003 dan sampai sekarang belum ada perpanjangan. Pihak PTPN XIV tidak pernah menunjukkan itikad baik atas kesepakatan yang terbangun. Hal ini ditunjukkan dengan sikap PTPN XIV yang selalu mengerahkan aparat kepolisian untuk menghalau para Petani Keera yang ingin masuk mengelola lahan tersebut dan fatalnya, semua tanaman Petani yang berada di atas lahan tersebut ikut dirusak dan ditebang oleh karyawan PTPN XIV yang dikawal ketat oleh aparat Kepolisian. Selain itu, Para Petani kerap mendapat terror dan initmidasi dari aparat yang berjaga di sekitaran lahan eks. HGU. Padahal, dalam kesepakatan bersama yang berlangsung di Mapolda Sulselbar sangat terang menyatakan bahwa : Masyarakat Keera yang tergabung dalam Forum Rakyat Bersatu (FRB) berhak mengelola lahan seluas 1.934 ha sambil menunggu pelepasan asset dari kementrian BUMN yang diatur lebih lanjut oleh pemerintah kab. Wajo sesuai dengan Peraturan Perundang – undangan.

Petani Keera sudah sangat geram dengan sikap PTPN XIV, maka Pada hari Senin, 30/06/2014, ratusan Petani Keera yang tergabung dalam Forum Rakyat Bersatu (FRB) kembali berupaya untuk mengelola lahan seluas 1.934 Ha yang saat ini masih dikuasai oleh PTPN XIV unit Keera. Upaya tersebut merupakan tindak lanjut dari hasil pertemuan pada hari Kamis, 26 Juni 2014, di Kantor PTPN XIV oleh Masyarakat Keera yang tergabung dalam FRB, Aliansi Masyarakat Sipil untuk Keadilan Agraria, dan Pihak PTPN yang diwakili oleh Manager Pelaksanan Pabrik Kelapa Sawit Keera. Pertemuan tersebut dimediasi oleh Kabag Operasional Polres Wajo atas nama Kompol Daryanto.  Dimana, Pada pertemuan tersebut, Petani keera kembali menegaskan beberapa poin kesepakatan besama. Akan tetapi, aparat kepolisian atas permintaan pihak PTPN XIV tetap tidak membiarkan petani untuk mengelola lahan tersebut.

Namun, Petani Keera tetap berpegang pada kesepakatan bersama dan bersikeras untuk masuk mengelola, maka Dalam pertemuan tanggal 26 Juni 2014 tersebut, pihak PTPN XIV Unit Keera yang diwakili oleh Manager Pelaksana dan Staf lainnya menginisiasi dan berjanji akan mempertemukan Masyarakat Keera dan seluruh Pimpinan Direksi PTPN XIV di Kantor Bupati pada hari Senin, 30 Juni 2014. Namun dalam kenyataanya, pada hari Senin tanggal 30 Juni 2014, tak satupun dari Pihak PTPN XIV Unit Keera yang Hadir. Bahkan Bupati Wajo, Andi Burhanuddin Unru yang pada awalnya berjanji untuk bertemu dengan warga ternyata juga tidak bersedia menemui Warga dan perwakilan Aliansi. Bupati Wajo hanya menunjuk asisten II Pemkab Wajo untuk menemui warga, para kepala desa se Kecamatan Keera dan perwakilan dari aliansi. Kemudian Bupati Wajo memilih melakukan pertemuan dengan Kapolres dan Dandim untuk membahas pengamanan PTPN XIV.

Pada saat pertemuan dilakukan di ruangan asisten II Pemkab Wajo, Asisten II yang turut serta pada Rakor di Mapolda Sulselbar yang melahirkan beberapa kesepakatan, menyampaikan bahwa tidak ada masalah ketika warga berkeinginan untuk masuk mengelola lahan eks HGU PTPN XIV Unit Keera yang telah menjadi kesepakatan di Mapolda Sulselbar yaitu 1.934 ha, sambil menunggu izin pelepasan asset Negara dari kementerian BUMN. Selain itu, Pemda Wajo sudah menegaskan kepada pihak PTPN XIV, bahwa apabila ingin memperoleh perpanjangan izin HGU, maka hanya seluas 6.000 ha.

Setelah melakukan pertemuan dengan asisten II Pemkab Wajo, perwakilan masyarakat yang tergabung dalam FRB, beberapa Kepala Desa, serta dari Aliansi, kemudian menemui warga yang melakukan aksi demonstrasi sambil menunggu keputusan hasil pertemuan di Pemda Wajo.

Setelah perwakilan aliansi menyampaikan hasil pertemuan dengan asisten II Pemkab Wajo, termasuk berkoordinasi dengan Kapolres Wajo untuk diberikan izin masuk ke dalam lokasi 1.934 ha berdasarkan hasil kesepakatan di Mapolda Sulselbar dan hasil pertemuan dengan Asisten II Pemkab Wajo yang menyampaikan bahwa, tidak ada masalah ketika warga masuk ke dalam lokasi 1.934 dengan catatan tidak ada pengrusakan asset PTPN XIV Unit Keera.

Upaya warga untuk memasuki lahan tersebut kembali tertahan oleh pasukan Brimobda Sulawesi Selatan dan PatMor yang membentuk barikade di jalan utama masuk lokasi PTPN XIV. Perwakilan warga dan aliansi melakukan terus negosiasi dengan Kapolres Wajo, AKBP Masrur, SH., S.Ik, dimana warga kembali menegaskan bahwa apa yang ingin dilakukan oleh warga tak lain untuk memenuhi  apa yang telah disepakati bersama. Namun, Kapolres Wajo tetap melarang warga memasuki lahan 1.934 Ha tersebut dan bersiaga penuh untuk melindungi Perusahaan Sawit PTPN XIV. Bahkan, Kapolres telah bertindak diluar kewenangannya dengan meminta masyarakat membuktikan status kepemilikan sah masyarakat atas tanah  dilahan seluas 1.934 Ha yang dikuasai oleh PTPN XIV.

Setelah warga melakukan aksi penutupan jalur trans Sulawesi selama 1 jam lebih, akhirnya negosiasi dilakukan kembali antara aliansi dengan Kapolres Wajo. Akhirnya, disepakati bahwa menunggu pertemuan pada hari Rabu, 2 Juli 2014 di kantor Pemda Wajo yang akan dihadiri langsung oleh Direksi PTPN XIV dan unsur Muspida Wajo. Kemudian apabila, pihak PTPN XIV kembali mengingkari dengan tidak hadir pada pertemuan tersebut, Kapolres Wajo berjanji akan mengawal masuk masyarakat ke lokasi 1.934 ha. Akhirnya warga membubarkan diri sambil menunggu hasil pertemuan pada Rabu, 2 Juli 2014.

Atas tuntutan petani keera, maka Pada rabu, 2/7/2014 diadakan pertemuan yang dihadiri langsung oleh direksi PTPN XIV Unit Keera dan oleh seluruh unsur Muspida kab. Wajo, seluruh kepala desa di kec. Keera kab. Wajo, tokoh masyarakat, serta para pendamping masyarakat melalui perwakilannya dari masing – masing lembaga yaitu ; LBH MAKASSAR, WALHI SUL – SEL, KONTRAS SULAWESI, ACC SUL-SEL.

Dalam pertemuan tersebut, para petani serta pendamping yang tergabung dalam FRB kembali menegaskan tentang:

  • poin–poin kesepakatan bersama yang berlangsung di MAPOLDA SUL-SELBAR
  • Mempersoalkan status hukum keberadaan PTPN XIV di keera sejak berakhirnya HGU pada tahun 2003
  • serta mempertanyakan perihal tunggakan pajak PTPN XIV sebesar Rp. 3.986.444.591 Berdasarkan surat Kementrian Keuangan Nomor : S-1631/WPJ.15/KP.10/2012.

Para tokoh – tokoh masyarakat yang diwakili Ambo bawang, Ambo mawa, Haeruddin, Ambo ussa,  menyampaikan bahwa selama ini mereka mendapat terror dan intimidasi dari pihak Brimob yang terus berjaga di lokasi. Mereka juga selalu dihalau oleh Brimob untuk masuk berkebun dan merawat tanaman mereka dan bahkan seringkali tanaman mereka dirusak oleh pihak Brimob.

Menanggapi keterangan dan tuntutan warga, Pemda Wajo yang diwakili oleh wakil bupati sangat menyayangkan tindakan PTPN XIV dan aparat Brimob. Sedangkan, direksi PTPN XIV yang hadir sama sekali tidak bisa berbuat – apa – apa dan tidak berkomentar sepatah katapun. Padahal, warga sangat ingin mendengar keterangan langsung dari pihak PTPN XIV.

Maka dari pertemuan tersebut, terbangun lagi kesepakatan bersama, yaitu:

  • PTPN XIV hanya bisa memperpanjang HGU dengan luas lahan maksimal 6.000 ha. dengan kata lain, lahan 1.934 ha harus dilepaskan oleh pihak PTPN XIV melalui keputusan mentri BUMN
  • Lahan seluas 1.934 ha yang terletak di desa ciromani dusun cinranae dan dusun bontomare saat ini di bawah kekuasaan Negara dalam hal ini Pemda Wajo dan secepatnya dilakukan pengukuran ulang untuk diserahkan kepada masyarakat keera untuk dikelola sambil menunggu pelepasan lahan sesuai peraturan perundang – undangan yang berlaku.
  • Sambil menunggu pengukuran ulang, bagi masyarakat yang terlanjur memiliki tanaman di dalam lokasi, maka tetap diizinkan untuk mengelola tanaman mereka.

[Edy Kurniawan]

Categories
Berita Media

Aliansi Masyarakat Sipil Minta Hak Warga Keera Wajo Dikembalikan

TRIBUN TIMIR.COM, MAKASSAR -Beberapa lembaga hukum yang bergabung dalam Aliansi Masyarakat Sipil untuk Keadilan Agraria mendesak pengembalian hak warga Kecamatan Keera, Kabupaten Wajo. atas lahan eks Hak Guna Usaha (HGU) PTPN XIV Unit Keera, Wajo.

“Warga yang berjuang dan telah menempuh segala upaya termasuk menemui langsung Menteri BUMN, juga tidak memberikan titik terang atas tuntutan warga selama ini. Pemerintah kabupaten Wajo yang diharapkan dapat mengambil sikap tegas dengan menyerahkan kembali lahan warga terhadap lahan eks HGU PTPN XIV Unit Keera yang masih dikuasai oleh PTPN XIV, ternyata tidak berbuat apa-apa,” ujar Ketua LBH Makassar, Abdul Azis, Rabu (25/6/2014).

Azis mengatakan, terjadi aksi saling lempar tanggung jawab antara PTPN XIV melalui Kementerian BUMN dengan Pemkab Wajo.

Untuk itu Aliansi Masyarakat Sipil untuk Keadilan Agraria menyampaikan posisi kasus sengketa warga Keera dengan PTPN XIV Unit Keera. (*)

Penulis: Ansar
Editor: Suryana Anas
Sumber berita: makassar.tribunnews.com