Categories
EKOSOB SIPOL slide

Gara – Gara Tanam Sayuran, 13 Petani Bonto Ganjeng Dikriminalisasi

“Bukan kami yang menyerobot, tapi pihak Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL) yang menyerobot hak kami. Karena kami sudah bermukim dan menggarap tanah secara turun temurun sebelum Indonesia merdeka. Kami juga tidak tahu bagaimana ceritanya kampung kami dijadikan kawasan hutan,” Ujar Dg. Linrung salah satu pimpinan organisasi tani Bonto Ganjeng.  

Berdasarkan Laporan Polisi Nomor : LP.B/100/II/2017/SPKT Res. Gowa,  tertanggal 2 Februari 2017, sejumlah 13 (tiga belas) orang anggota Serikat Tani Bonto Ganjeng, Lingkungan Bulu Ballea, Kelurahan Pattapang, Kecamatan Tinggimoncong, Kab. Gowa dilaporkan oleh Abdul Rahman Hamid Dg. Serang selaku pihak dari Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL) atas dugaan melakukan tindak pidana penyerobotan dan perusakan secara bersama-sama di muka umum sesuai ketentuan Pasal 167 dan 170 KUHPidana. Mereka yang dilaporkan bernama Dg. Linrung (umur 72 tahun), Hamzah (umur 28 tahun), Minggu, Kahar, Sudirman C, Nurdin C, Muh. Yahya C, Halik, Rais, Nurdin, Bado, dan Samsul. Mereka dituduh telah melakukan penyerobotan terhadap perhutanan sosial dan kemitraan lingkungan. Tidak hanya itu, mereka juga dituduh telah melakukan perusakan tanaman murbei milik PSKL dan juga dituduh merusak pagar kawasan. Untuk diketahui, tanaman murbei adalah makanan ulat sutra.

Saat ini status ke-13 petani tersebut diperiksa sebagai saksi/terlapor, dengan didampingi oleh 2 (dua) orang tim hukum LBH Makassar yakni Edy Kurniawan Wahid dan Ridwan. Meski masih berstatus saksi/terlapor, namun terdapat indikasi jika kasus ini akan dinaikkan ke tahap penyidikan. Indikasi ini terlihat saat proses pemeriksaan berlangsung. Penyidik yang memeriksa terkesan memaksakan kehendak dengan merangkai pertanyaan berdasarkan hipotesis/teori yang menyudutkan posisi para petani yang dilaporkan tersebut. Di sisi lain, terlapor (Dg. Linrung) memberikan jawaban berdasarkan fakta yang ia alami.  Jawaban Dg Linrung, justru dibantah oleh penyidik dan kemudian mencurigai Dg. Linrung bahwa ia tidak memberikan keterangan yang sesungguhnya. Dari beberapa pertanyaan dan keterangan, seperti saat Dg. Linrung memberikan keterangan bahwa ia menanam sayuran di sela-sela tanaman murbei, namun dibantah oleh penyidik dengan membangun asumsi bahwa mustahil tanaman (sayuran) akan tumbuh di sela-sela tanaman murbei. Namun, Dg. Linrung menantang penyidik dengan mengatakan “jika tidak percaya maka silahkan bapak ke kebun saya lihat sendiri”.

kriminalisasi petani.01

Selanjutnya saat Dg. Linrung mengatakan bahwa ia hanya memangkas sebagian batang tanaman murbei dan menyisakan bagian batang bawah setinggi setengah meter . Bagian atas tanaman yang dipangkas kemudian dibuang dan saat ini sudah kering tidak dapat tumbuh, akan tetapi bagian bawahnya akan kembali mengeluarkan tunas dan tumbuh kembali. Akan tetapi, lagi-lagi penyidik membangun hipotesis bahwa tanaman murbei yang sudah dipangkas tidak dapat tumbuh kembali. Menanggapi hal tersebut, Dg. Linrung kembali menegaskan “jika bapak tidak percaya, silahkan lihat sendiri”. Atas hal tersebut, tim LBH Makassar yang mendampingi saat itu meminta kepada penyidik untuk memasukkan keterangan tambahan sesuai dengan fakta yang dialami oleh Dg. Linrung. Sampai saat ini, pihak Polres Gowa baru memeriksa 2 (dua) orang terlapor yakni Dg. Linrug dan Pak Yahya, masih ada 11 (sebelas) orang terlapor yang belum diperiksa.

kriminalisasi petani.02

Dasar Klaim Hak

Secara legal-formal, masyarakat/petani memang tidak memiliki dokumen surat kepemilikan, namun bukan berarti mereka tidak memiliki dasar hak untuk mengklaim tanah garapan mereka. Tanah tersebut pada awalnya milik orang tua dan nenek moyang mereka. Sedangkan pihak kehutanan (saat ini bernama PSKL) melalui proyek Sutra Alam hanya meminjam tanah mereka dengan perjanjian mereka tetap menggarap tanah mereka, namun tanamannya sesuai dengan permintaan proyek pihak Citra Alam. Selain itu, sebagai tawarannya mereka juga dipekerjakan sebagai buruh proyek seperti sopir mobil operasional dan satpam[1].

Namun setelah tanahnya diambil, Proyek Sutra Alam hanya memanfaatkan lahan tersebut selama kurang lebih 3 (tiga) tahun dan selama 30 (tiga puluh) tahun terakhir tanah tersebut telah ditelantarkan[2]. Sehingga masyarakat/petani kembali memanfaatkan tanah tersebut untuk tanaman sayuran dan holtikultura lainnya.[]

Penulis : Edy Kurniawan (PBH YLBHI-LBH Makassar)

[1] Menurut keterangan kepala dusun setempat dan beberapa warga lainnya.

[2] Menurut masyarakat setempat tanah tersebut tidak lagi dimanfaatkan sehingga menjadi semak belukar yang gersang.

Categories
SIPOL slide

Ketidakpastian Keadilan atas terdakwa (korban penyiksaan dan kriminalisasi) Rusdian

kriminalisasi

Makassar 12 Mei 2016. Sidang Pembacaan Putusan Sela terhadap terdakwa Rusdian akhirnya ditunda oleh Majelis Hakim akibat Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak menghadirkan terdakwa ke pengadilan dengan alasan yang tidak wajar, karena lupa. Padahal, pada sidang sebelumnya, sidang pembacaan jawaban JPU (10 Mei 2016), telah mengagendakan sidang selanjutnya yakni 12 Mei 2016. JPU beralasan bahwa  sidang selanjutnya dilanjutkan minggu depan dan JPU penggati yang menggantikan JPU kasus tersebut pada saat persidangan sebelumnya tidak   menyampaikan tanggal sidang selanjutnya, sehingga saat penasehat hukum menkonfirmasi ke Panitra pengganti kasus tersebut mengatakan bahwa seharusnya JPU mengetahui jadwal sidang karena telah disampaikan dan karena tersangka tidak hadir maka panitra pengganti meminta agar menghubungi hakim ketua untuk meminta tanggapanya.

Setelah menunggu kurang lebih 1 jam, hakim ketua akhirnya dapat ditemui. Penasehat hukum terdakwa kemudian menjelaskan persoalan yang terjadi. Hakim ketua kasus menanyakan keberadaan JPU namun karena JPU tidak ada di Pengadilan Negeri Makassar terpaksa sidang ditunda dan diagendakan untuk dilakukan pada hari selasa, 17 Mei 2016 serta panitra diperintahkan untuk memberitahukan hal tersebut kepada JPU kasus tersebut.

Kondisi ini mengakibatkan kerugian bagi terdakwa karena harus mendekam lebih lama di dalam rumah tahanan makassar sehingga asas dalam peradilan yakni sederhana,cepat,dan biaya ringan tidak terwujud.

Pada sidang sebelumnya, yakni Pembacaan Jawaban JPU atas Eksepsi Penasehat Hukum terdakwa, Rusdian, JPU menyangkal semua eksepsi penasehat hukum terdakwa yang menyatakan bahwa dakwaan JPU tidak dapat diterima karena disusun berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang tidak sah dan cacat hukum. Disamping itu, penerapan pasal yang tidak sesuai dengan pasal yang diterapkan oleh JPU dan tidak sahnya perpanjangan penahanan yang dilakukan oleh JPU.

Rusdian ditangkap oleh aparat kepolisian pada tanggal 23 Desember 2015, tahun lalu, dengan tuduhan pencurian telepon seluler (handphone). Dalam aksi penangkapannya, Rusdian mengalami sejumlah bentuk kekerasan, diantaranya ditangkap secara paksa dalam kondisi mata ditutup, dibawa ke tempat yang tidak diketahui oleh Rusdian (bukan markas kepolisian) dan ditembaki dibagian betis sebanyak 2 (dua) kali. Setelah mendapat perawatan di RS  Bhayangkara, Rusdian diinterogasi di Polrestabes Makassar dan dipaksa untuk mengaku sebagai pencuri hp. Selama interogasi tersebut Rusdian mengalami sejumlah bentuk penyiksaan. Karena tidak tahan disiksa, Rusdian terpaksa mengikuti kehendak penyidik untuk mengaku sebagai pencuri hp. Setelah interogasi tersebut, Rusdian dibawa dan ditahan dalam sel Polsek Manggala hingga sekarang. Selama penangkapan hingga penahanan terhadap Rusdian, pihak keluarga tidak mendapatkan surat penangkapan dan penahanan.[Haerul]

Categories
Berita Media

Hari ini, LBH Makassar Gelar Perkara Sejumlah Kasus Kriminalisasi

kriminalisasi

Rakyatku.com, Makassar – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kota Makassar dijadwalkan bakal melakukan gelar perkara kasus kriminalisasi yang terjadi di Kota Makassar. Pembahasan ini bakal berlangsung di Hotel Horizon, Jalan Jenderal Sudirman, Kamis (15/10/2015) pagi.

Direktur LBH Makassar, Abdul Azis mengemukakan, sedikitnya ada lima kasus yang bakal ia perbincangkan di sana termasuk kasus yang menjerat mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) non-aktif Abraham Samad.

“Kita menilai ada banyak kasus yang sangat dikriminalisasi oleh pejabat negara di semua sektor. Kami pun tidak bisa tinggal diam dalam melihat ketimpangan ini,” kata Azis melalui Blackberry Messengernya.

Azis menambahkan, dari lima kasus tersebut salah satunya adalah kasus yang menjerat Abraham Samad sebagai tersangka, kemudian kriminalisasi petani dan kriminalisasi kebebasan berekspresi dan berpendapat.

“Kita mau merilis semuanya, agar ada keterbukaan. Masyarakat juga tau ada masalah seperti ini,” cetusnya.

Penulis : Vkar Sammana
Editor : Jumardin Akas
Sumber : rakyatku.com