Categories
Perempuan dan Anak

Unfair Trial dalam Kasus Pidana yang Melibatkan Perempuan di Gowa

Gowa, 28 Maret 2024. Upaya banding perkara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap putusan Majelis Hakim PN Sungguminasa dalam perkara Nomor 442/Pid.B/2023/PN Sgm dengan terdakwa Nurlaelah, melewati batas waktu permintaan banding yang selambat-lambatnya diajukan dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah putusan dijatuhkan. 

Sidang putusan yang dilaksanakan pada tanggal 6 Maret 2024 di PN Sungguminasa, menjatuhkan vonis 1 bulan 10 hari terhadap Nurlaelah. Sedangkan, JPU diketahui baru mengajukan permintaan banding pada tanggal 21 Maret 2024. 

Hutomo Mandala Putra selaku Penasehat Hukum Nurlaelah menilai upaya banding yang diajukan JPU  menyalahi batas waktu yang telah diatur dalam Pasal 233 KUHAP ayat 2. JPU mengajukan permintaan banding terhitung 9 (sembilan) hari kerja setelah Sidang Putusan dibacakan. 

”Ini berpotensi menjadi tindakan yang melanggar prinsip Fair Trial (Unfair Trial), kami menyayangkan sikap Panitera PN Sungguminasa yang menerima permintaan banding JPU, sebab telah melewati batas 7 hari setelah putusan dibacakan. Jelas ini cacat formil sehingga Hakim pada Pengadilan Tinggi seharusnya menyatakan  permintaan banding JPU tidak dapat diterima dan menyatakan batal demi hukum,” tegas Hutomo.

Hutomo menambahkan jika sejak awal JPU telah memaksakan upaya tuntutan terhadap Nurlaelah. JPU mengabaikan situasi Nurlaelah yang merupakan seorang perempuan korban penganiayaan yang berupaya melakukan pembelaan diri, atas tindakan penganiayaan yang dilakukan Cowa Dg. Liwang  yang juga dituntut pidana atas peristiwa tersebut dengan registrasi perkara lain. 

Termasuk putusan Majelis Hakim PN Sungguminasa tidak mempertimbangkan dengan secara bijak, serta tidak melihat fakta jika Nurlaelah melakukan perlawanan (Noodwer) atau tindakan pembelaan diri dengan melempar Cowa Dg Liwang. JPU dan Majelis Hakim gagal melihat adanya relasi kuasa yang timpang antara Nurlaelah dengan Cowa Dg Liwang.

“Seharusnya Nurlaelah sejak awal dibebaskan dari segala tuntutan dan diputus bebas atau tidak bersalah karena fakta dan unsur pasal 351 ayat (1)  tidak terpenuhi, belum lagi dengan pembenaran atas perbuatan Nurlaelah saat melakukan pembelaan Terpaksa (Noodwer) sebagaimana merupakan Alasan Pembenar yang meniadakan sifat melawan hukum suatu perbuatan, yang termuat dalam pasal 49 ayat (1), dan unsurnya pasalnya pun terpenuhi,” terang Hutomo.

Sementara itu saat dimintai keterangan terkait hal tersebut, pihak PN Sungguminasa melalui Humas, Syahbuddin, S.H. menerangkan bahwa upaya banding JPU yang telah melewati batas waktu akan menjadi catatan untuk dikirimkan ke Pengadilan Tinggi.

“Ini seharusnya batal karena cacat Formil, dan akan menjadi catatan bagi kami yang akan kami lampirkan saat dikirim ke Pengadilan Tinggi. Jaksa seharusnya tidak mengajukan banding melebihi waktu yang telah ditetapkan dalam KUHAP,” ujar Syahbuddin saat ditemui di PN Sungguminasa, kamis (28/03/2024).

Dalam proses penuntutan, JPU seharusnya mengikuti pedoman Kejaksaan No. 1 Tahun 2021 tentang Akses Keadilan bagi Perempuan dan Anak dalam Penanganan Perkara Pidana, yang meminta agar penanganan perkara pidana yang melibatkan perempuan dan anak yang berhadapan dengan hukum dilakukan dengan perspektif akses keadilan terhadap perempuan dan anak. 

Oleh karena itu, dituntutnya korban kekerasan yang melakukan upaya pembelaan diri menunjukan adanya tindakan JPU yang melanggar perlindungan terhadap perempuan sebagai kelompok rentan dan prinsip Fair Trial yang menjadi indikator terbangunnya sistem peradilan dan masyarakat yang adil.

“Aparat penegak hukum dalam hal ini panitera, jaksa, dan majelis hakim mengabaikan posisi rentan nurlaelah. Ia adalah Ibu Rumah Tangga yang menanggung hidup anaknya, kondisi Ibu Nurlaelah pada saat kejadian merupakan korban kekerasan dan tidak berdaya secara fisik. Ini merupakan alasan kuat majelis hakim untuk membebaskan Nurlaelah,” tambah Ian Hidayat Pendamping Hukum Nurlalelah

Proses persidangan telah mengaburkan fakta bahwa Nurlelah merupakan perempuan korban kekerasan, ditambah saksi yang dihadirkan JPU merupakan anak kandung dan istri dari Cowa Dg. Liwang. Anak Cowa Dg. Liwang memberikan keterangan yang menyudutkan Nurlaelah sebagai pelaku kekerasan, dimana keterangan yang diberikan patut dipertanyakan kebenarannya sebab memiliki hubungan darah dengan Pelaku, serta tidak terdapat saksi lain yang dapat memberatkan Nurlaelah. 

Atas putusan Majelis Hakim dalam Perkara yang mengadili Nurlaela, dengan menjadi dasar penasehat hukum untuk mengajukan upaya banding. Majelis Hakim Pengadilan Tinggi harus lebih cermat memeriksa perkara ini dalam mengadili dan membebaskan Nurlaelah dari segala tuntutan.

Categories
EKOSOB

Buruh PT. Singvlar Melaporkan Tindak Pidana Pembayaran Upah dibawah Minimum

Makassar, 27 Maret 2024.  Buntut dari proses penyelesaian sengketa hak yang tidak menemukan hasil antara kedua pihak yakni Pekerja dengan pihak PT. Singvlar Furniture Indonesia (SFI), padahal Dinas Ketenagakerjaan Provinsi Sulsel telah menerbitkan anjuran. Hal tersebut menuai respon sehingga Pekerja  PT. SFI melaporkan dugaan tindak pidana Ketenagakerjaan di Polda Sulsel

“Kami Pekerja PT. Singvlar menilai bahwa pimpinan perusahaan tidak memiliki itikad baik dalam menyelesaikan permasalahan ini. Jelas kami disini hanya menuntut upah yang selama ini merupakan hak kami. Bertahun-tahun kami diupah dengan tidak layak, kami dianggap tidak seperti manusia.” Tegas Mujito.

Berdasarkan berita acara yang diterbitkan oleh Disnaker Provinsi, dianjurkan kepada PT. Singvlar Furniture Indonesia untuk melakukan pembayaran upah yang menunggak dengan total sebesar Rp. 272.911.500,00 dengan dibayar secara angsuran sebanyak 2 kali yang terhitung sejak bulan November 2023 s.d Desember 2023. 

Terhitung hingga hari ini, pihak PT. SFI tidak menunjukkan itikad baik dan tidak mematuhi peraturan perundang-undangan yang dimana memiliki kewajiban untuk melakukan pelunasan upah terhadap 19 buruh, yang setidaknya menunggak pada akhir tahun 2018.

“Terhitung hingga hari ini, pihak perusahaan tidak melaksanakan anjuran yang telah dikeluarkan oleh Disnaker. Dalam proses mediasi, kami menolak pembayaran upah secara angsuran karena kami sadari sejak awal kasus ini terjadi, pihak perusahaan terus membohongi Pekerja dan terus berjanji akan membayar upah yang tertunggak. Terbukti, pada saat mediasi, sekali lagi pihak perusahaan meminta untuk melakukan pembayaran secara berangsur dan terbukti hal yang sama berulang kembali,” ujar Muh. Syahfizwan selaku tim pendamping hukum. 

Mujito yang mewakili 18 Pekerja telah melaporkan Ian Huang Tsan selaku pimpinan Perusahaan PT. Singvlar Furniture Indonesia yang diduga telah melakukan tindak pidana ketenagakerjaan sebagaimana tertuang dalam Pasal Pasal 81 angka 63 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 185 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, berbunyi:

“Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2), Pasal 68, Pasal 69 ayat (2), Pasal 80, Pasal 82, Pasal 88A ayat (3), Pasal 88E ayat (2), Pasal 143, Pasal 156 ayat (1), atau Pasal 160 ayat (4) dikenai sanksi pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 4 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp100 juta dan paling banyak Rp400 juta.”

Hal ini yang menjadi dasar atas laporan yang dilakukan oleh Pekerja PT. SFI yang dimana sangat terang  pelanggaran yang telah dilakukan oleh pihak perusahaan. Tentu saja, permasalahan ini merupakan fenomena gunung es yang diaman sangat banyak kasus serupa yang terjadi di Indonesia dalam hal Pekerja sangat rentan dan mudah untuk menerima upah dibawah minimum. Hal ini tentu menjadi pertimbangan bahwa, mendesak agar Kepolisian serius dan tegas dalam melakukan penyelidikan atas perkara ini. 

“PT. Singvlar harus ditindak tegas, karena sudah jelas pembayaran upah dibawah minimum adalah tindak pidana. Kami mendesak Polda Sulsel agar segera menetapkan status tersangka terhadap pimpinan perusahaan PT. Singvlar Furniture Indonesia.” pungkas Muh. Syahfizwan. 

Categories
SIPOL

Sidang Pembacaan Nota Pembelaan 3 Korban Kriminalisasi diwarnai Tangis Warga

Pinrang 14 Maret 2024. Sidang 3 warga Talabangi korban kriminalisasi, Kelurahan Tonyamang, Kab. Pinrang telah memasuki tahapan akhir yakni pembacaan Nota Pembelaan Pledoi di Pengadilan Negeri Pinrang. Sidang berlangsung di ruang sidang Kartika dan Para Terdakwa membuat pula pembelaan yang terpisah dengan pembelaan yang dibuat Tim Penasihat Hukum. Sudirman Arif mewakili 2 Terdakwa lainnya membacakan Pledoi,

Kami bertiga di dalam penjara tentu merintih kepedihan yang sangat mendalam, karena berfikir tentang keluarga yang kami tinggalkan, terlebih dalam keadaan sakit. Dipenjara tidak ada rasa nyaman sehari seperti setahun lamanya. Awalnya makan pun tidak bisa, bahkan sampai hari ini belum ada yang enak kami rasa. Kamar sel ukuran yang sangat kecil dihuni 8 orang menjadi tempat tidur, tempat istirahat, makan, mandi dan tempat buang air besar bahkan ditempat ini juga kami menulis semua ini.” Ungkap Sudirman Arif.

Warga yang ikut memadati ruang persidangan tidak bisa menahan tangis mendengar pembelaan yang dibuat dan dibacakan langsung oleh Terdakwa Sudirman.

“Wahai warga, Kami bertiga di dalam penjara menyampaikan rasa terima kasih padamu, terus berjuang, dan jangan berhenti, tetaplah bersatu, singkirkan itu tower!” Tegas Sudirman.

Dalam nota pembelaan yang berjudul “Telekomunikasi Penting, tetapi kemanusiaan jauh lebih penting”, tim Penasehat Hukum Para Terdakwa yang diwakili oleh Muhammad Ansar dari LBH Makassar meminta kepada Pengadilan Negeri Pinrang melalui Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara agar Para Terdakwa dibebaskan atau setidak – tidaknya melepaskannya dari segala tuntutan hukum.

“Membebaskan Terdakwa I Abd. Azis Katuo Bin Katuo, Terdakwa II Kamaruddin Bin Katuo, dan Terdakwa III Sudirman Arief Bin Arief dari seluruh dakwaan (vrijspraak) atau setidak – tidaknya melepaskan Terdakwa I Abd. Azis Katuo Bin Katuo, Terdakwa II Kamaruddin Bin Katuo, dan Terdakwa III Sudirman Arief Bin Arief dari segala tuntutan hukum (ontslag van alle rechtsvervolging),” ujar Ansar. 

Permintaan agar Para Terdakwa dibebaskan berdasarkan hasil analisis yuridis yang dituangkan dalam pembelaan (pledoi), salah satu unsur pasal yang didakwakan tidak terpenuhi menurut hukum, karena penggembokan oleh Para Terdakwa terhadap pintu masuk tower merupakan bentuk ekspresi mewakili Warga Talabangi yang menolak perpanjangan kontrak tower dan keinginannya agar tower dipindahkan sehingga rasa aman warga terpenuhi yang selama ini telah terganggu akibat berdirinya tower di lingkungan pemukiman warga, bukan ditujukan untuk merusak atau mengganggu penyelenggaraan telekomunikasi dan apa yang dilakukan untuk kepentingan warga sekitar tower. 

Penggembokan oleh Para Terdakwa adalah bentuk ekspresi Para Terdakwa mewakili warga lainnya yang menolak perpanjangan kontrak tower dan keinginan agar tower dipindahkan ke lingkungan yang berada jauh dari pemukiman warga sehingga rasa aman terpenuhi. dan Hak Atas rasa aman merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dilindungi oleh Hukum, kita bisa lihat, misalnya Pasal 28G Ayat 1 UUD dan Pasal 30 UU 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, karena itu, tidak bisa dipidanakan,”  tambah Ansar.

Sidang dengan Nomor Perkara: 1/Pid.Sus/2024/PN Pin yang mendudukan 3 warga Talabangi korban kriminalisasi akan kembali digelar pada Selasa, 19 Maret 2024 mendatang dengan agenda Replik dari Jaksa Penuntut Umum.  

Narahubung: 085299156719

Penulis: Muh. Pajrin

Categories
SIPOL

Berjuang Untuk Kepentingan Publik, 3 Warga Pinrang Dituntut 4 Bulan Penjara dan Denda 1 Juta Rupiah

Pinrang, 5 Maret 2024. Sidang perkara 3 Warga Tomanyang, Pinrang masuk dalam babak Sidang tuntutan yang berlangsung di Pengadilan Negeri Pinrang. Jaksa Penuntut Umum (JPU) tuntut Para Terdakwa 4 bulan Penjara dan denda 1 Juta Rupiah.

“Tuntutan JPU mencederai rasa keadilan Para Terdakwa, dalam hal ini korban yang sedang memperjuangkan hak-haknya, terutama hak atas rasa aman. Perjuangan yang dilakukan Para Terdakwa bukan untuk kepentingannya sendiri, melainkan untuk kepentingan publik, khususnya warga yang berada di sekitar tower yang selama ini dirugikan dengan keberadaan tower tersebut,” ujar Muhammad Ansar selaku Penasehat Hukum.

Puluhan warga Talabangi yang bersolidaritas kepada 3 Terdakwa secara antusias ikut memadati ruang persidangan untuk mendengar langsung Sidang Pembacaan Tuntutan. Setelah mendengar dan menyaksikan tuntutan JPU, warga merasa sangat kecewa. 

“Kami sangat kecewa dengan tuntutan JPU, karena apa yang dilakukan oleh 3 Terdakwa itu agar rasa aman kami sebagai warga bisa terpenuhi. Dengan dituntutnya Terdakwa untuk dipenjara sama artinya dengan warga tidak berhak atas rasa aman,”  Ujar Angga, perwakilan warga Talabangi.

Pembacaan Surat tuntutan berlangsung sekitar 10 menit. Selain di dalam ruang persidangan, di halaman pengadilan, warga bersama mahasiswa melakukan aksi demonstrasi untuk menunjukan solidaritas warga dan mahasiswa kepada 3 orang Terdakwa, serta bentuk partisipasi untuk mengawal perkara ini, sehingga para 3 terdakwa dibebaskan dari segala tuntutan hukum.  

“Aksi ini sebagai bentuk solidaritas juga konsistensi untuk mengawal perkara kriminalisasi warga sampai selesai, dimana hingga persidangan ketujuh hari ini warga bersama mahasiswa telah menampakkan perlawanannya terhadap tindakan perusahaan yang menggunakan hukum untuk membungkam ekspresi dan aspirasi publik,” tegas Fajar selaku tim pendamping hukum warga Talabangi.

Dalam surat tuntutannya, JPU meminta Majelis Hakim agar menghukum Para Terdakwa yaitu Abd Azis Katuo (63), Kamaruddin (50) dan Sudirman Arif (58) dengan pidana 4 bulan penjara dan denda 1 juta rupiah. 

“Telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana mereka yang melakukan, menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan gangguan fisik dan elektromagnetik terhadap penyelenggaraan telekomunikasi, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara 4 bulan dan denda 1 juta rupiah dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 1 bulan.” terang JPU saat membacakan tuntutan seraya membungkam demokrasi.

Sidang dengan nomor perkara 1/Pid.Sus/2024/PN Pin akan dilanjutkan pada Selasa, 14 Maret 2024 dengan agenda sidang Pembacaan Pledoi (Pembelaan).

Categories
SIPOL

Karya Jurnalistik Digugat oleh Staf Khusus Gubernur Sulsel

Makassar, 1 Maret 2024. Sidang perkara pembacaan gugatan perdata perbuatan melawan hukum yang diajukan Penggugat yang merupakan Staf Khusus Gubernur Sulawesi Selatan, melawan dua Media Online dan dua orang wartawan dan satu orang Narasumber  bergulir di Pengadilan Negeri Makassar (20/2). Dalam gugatannya, Para Penggugat mengklaim bahwa Para Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum karena pihak tergugat telah menerbitkan berita yang menghakimi, tidak melakukan uji informasi menyudutkan dan pemberitaan yang tidak cover both sides, sehingga para penggugat menuntut kerugian kepada para tergugat sebesar Rp. 700.000.000.000,00 (tujuh ratus milyar rupiah).

Para Penggugat masing-masing atas nama Muh. Hasanuddin Taibien, Andi Ilal Tasma, A. Chidayat Abdullah, Arif, dan Arman. Para penggugat dalam gugatannya menarik para Tergugat, yang merupakan media online Tergugat I (inikata.co.id), Tergugat II Burhan, Tergugat III (herald.id), Tergugat IV Andi Anwar, dan yang terakhir para penggugat juga menarik Aruddini (eks Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Sulsel) sebagai Turut Tergugat. 

Dalam gugatannya, para penggugat mengklaim bahwa Para Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum karena pihak tergugat telah menerbitkan berita yang menghakimi, tidak melakukan uji informasi menyudutkan dan pemberitaan yang tidak cover both sides, sehingga para penggugat menuntut kerugian kepada para tergugat sebesar Rp. 700.000.000.000,00 (tujuh ratus milyar rupiah).

Gugatan ini berawal dari Konferensi Pers yang dilakukan oleh Aruddini (Turut Tergugat) sebagai narasumber melalui kuasa hukumnya pada tanggal 19 dan 20 September 2023. Langkah ini ditempuh karena Aruddini menduga telah menjadi korban kebijakan mutasi, demosi dan non job, yang tidak berdasar, yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Sulsel. Isi berita yang diterbitkan oleh Para Tergugat, yang kemudian diklaim oleh Para Penggugat telah merugikan mereka.

Namun sebelumnya, Para Penggugat sebelumnya telah mengajukan pengaduan kepada Dewan Pers terhadap Para Tergugat yang intinya mengadukan bahwa Tergugat telah melanggar Undang-Undang Pers dan kode etik Jurnalistik. Atas aduan tersebut Dewan Pers telah memberikan penilaian yang pada pokoknya menyatakan bahwa  berita yang diterbitkan Para Tergugat telah melanggar Kode Etik Jurnalistik dan Peraturan Dewan Pers No. DP/III/2012 tentang Pedoman Pemberitaan Media Siber.  

Sehingga Dewan Pers mengeluarkan rekomendasi yang isinya mewajibkan Para Tergugat agar memberikan hak jawab kepada Penggugat. Atas rekomendasi tersebut, Para Tergugat telah memberikan kesempatan kepada Para Penggugat untuk menggunakan hak jawabnya, dan Penggugat telah menggunakan/mengambil hak jawab tersebut. 

Sengketa ini adalah sengketa pers, karena yang dipersoalkan Para Penggugat adalah berita yang diterbitkan oleh Para Tergugat, dalam hal ini berita tersebut berdasarkan pasal 1 angka (1) UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers adalah salah satu karya Jurnalistik.

Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.”

Oleh karena itu, sengketa ini seharusnya diselesaikan melalui Dewan Pers, sesuai kewenangan Dewan Pers. Dalam Pasal Pasal 15 ayat (2) huruf (d) UU Pers, telah disebutkan bahwa salah satu fungsi Dewan Pers adalah “memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers.

Lebih lanjut, berdasarkan poin (9) lampiran Peraturan Dewan Pers Nomor 1/Peraturan-DP/III/2012 tentang Pedoman Pemberitaan Media Siber, dengan diambilnya/digunakannya hak jawab tersebut seharusnya sengketa pers ini telah selesai. Poin (9) Lampiran peraturan Dewan Pers tersebut menegaskan bahwa “Penilaian akhir atas sengketa mengenai pelaksanaan Pedoman Pemberitaan Media Siber ini diselesaikan oleh Dewan Pers.”

Lebih parahnya lagi adalah dalam gugatannya, Para Penggugat juga menarik (Aruddini) sebagai Turut Tergugat. Padahal Aruddini hanyalah narasumber dalam berita yang diterbitkan oleh para tergugat pada tanggal 19 dan 20 September 2024, karena pada waktu tersebut melakukan Konferensi Pers sebagai upaya advokasi atas kebijakan mutasi, demosi dan non job, yang tidak berdasar yang dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi Sulsel serta merugikan dirinya dan beberapa eks pejabat Pemerintah Provinsi Sulsel Lainnya. Aruddini merupakan aks Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Sulsel, yang menjadi salah satu korban kebijakan pemerintah Provinsi Sulsel tersebut. Padahal UU Pers narasumber ini berada dalam perlindungan pihak Pers

Ditariknya klien kami (Aruddini) sebagai turut tergugat dalam gugatan ini adalah tindakan yang tidak berdasar. Klien kami hanya warga negara yang menggunakan haknya untuk berpendapat di depan publik, karena menduga kebijakan mutasi, demosi dan Nonjob, yang keluarkan oleh Pemerintah Provinsi Sulsel, tidak sesuai prosedur. Ini adalah Upaya pembungkaman terhadap kebebasan berekspresi, padahal ini dijamin dan dilindungi konstitusi,” ungkap Hutomo M. P. selaku kuasa hukum Aruddini.

Dalam pasal 4 ayat (4) UU Pers menyatakan bahwa “Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai Hak Tolak.” Ketentuan ini pokoknya adalah norma yang berkaitan dengan perlindungan terhadap Narasumber media. Artinya Narasumber sebagai sumber informasi berada di bawah perlindungan pihak media (Perusahaan Pers). Sehingga akibat hukum yang terjadi akibat pemberitaan tersebut seharusnya tidak melibatkan Narasumber.

Kami juga melihat gugatan ini adalah upaya untuk membungkam kebebasan pers, karena terlihat cenderung dipaksakan. Sengketa ini adalah sengketa pers, jadi seharusnya sengketa ini sudah selesai sejak diambil/digunakannya hak jawab yang diberikan oleh Tergugat. Kemudian kalau melihat tuntutan ganti rugi yang dituntut oleh para penggugat yang begitu besar, maka kita akan terlihat bahwa jumlah itu tidak realistis. Ini upaya pembangkrutan Perusahaan Pers dan Wartawan, dan ini akan membuat Wartawan semakin khawatir untuk mencari dan menerbitkan berita. Sehingga ini sangat mengkhawatirkan bagi kemerdekaan pers.” Pungkas Hutomo Mandala Putra.

Perkara ini berlanjut pada tanggal 27 Februari 2024, dengan agenda sidang  Jawaban Para Pihak Tergugat dan Turut Tergugat melalui ecourt dan berlanjut pada 5 Maret dengan agenda Replik Kuasa Para Penggugat melalui ecourt.

Categories
EKOSOB

PT. Mulford Indonesia PHK Pekerja Secara Sepihak: Ajukan Gugatan PHI, Abaikan Hak-Hak Pekerja

Makassar, 27 Februari 202. Sidang Perkara Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) PT. Mulford Indonesia terhadap 6 Pekerjanya memasuki agenda awal pembacaan gugatan. Perusahaan ini mengabaikan anjuran Dinas Tenaga Kerja Kota Makassar No. 086/Disnaker/565/I/2024  yang pada poinnya menganjurkan Perusahaan untuk mempekerjakan kembali para pekerja yang di PHK. Mediator berkesimpulan bahwa kesalahan yang dilakukan oleh pekerja adalah pelanggaran SOP dan tidak bersifat pidana sehingga sebaiknya pekerja diberikan sanksi pembinaan atau surat peringatan terlebih dahulu. 

Dalam gugatannya Perusahaan mendalilkan bahwa para pekerja telah melakukan tindakan pelanggaran yang bersifat mendesak. Sehingga dengan dalil tersebut, memungkinkan bagi perusahaan untuk melakukan PHK tanpa memberikan Hak Pesangon dan Hak Penghargaan masa kerja pada para pekerja. Hal ini merupakan tindakan aktif yang menjadi bukti nyata dan terang itikad buruk Perusahaan yang menggembosi hak-hak para pekerja. 

Dalam proses mediasi yang telah dilakukan, tegas disampaikan bahwa SK PHK tersebut lahir tanpa melalui surat teguran atau surat peringatan kepada para pekerja. Padahal jika kita merujuk pada pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagaimana telah diubah berdasarkan pasal 81 poin 45 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Menjadi Undang Undang. Dalam aturan tersebut pada pasal 154 A ayat 1 huruf K yang menegaskan bahwa salah satu syarat PHK itu dapat dilakukan adalah para pekerja yang dinilai melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama telah diberikan surat peringatan pertama, kedua dan ketiga. Tanpa Surat Peringatan tersebut maka tindakan perusahaan tersebut adalah tindakan yang sewenang-wenang menurut hukum. 

Terkait dengan tuduhan melakukan pelanggaran yang mendesak seperti pemalsuan tanda terima customer, menghilangkan voucher milik perusahaan, penggunaan uang perusahaan hasil tagihan untuk keperluan pribadi, pemalsuan surat jalan, penggunaan uang perusahaan dengan cara mengambil selisih harga, pembuatan nota pesanan palsu, dan/atau pengambilan barang berupa Voucher Solarstuff Solid milik Perusahaan Penggugat senilai Rp. 1.000.000 (satu juta rupiah) adalah tuduhan yang keliru dan tidak berdasar pada fakta. Dalam keterangan Mediasi yang disampaikan oleh Perwakilan Perusahaan hal yang terungkap adalah tindakan yang dilakukan oleh pekerja adalah melakukan penjualan di luar daftar langganan dan tidak memberikan voucher potongan harga kepada pelanggan yang seharusnya menerima, sehingga terdapat selisih diskon yang diambil oleh pekerja. Tindakan tersebut menurut keterangan dari Perwakilan perusahaan merupakan pelanggaran yang belum menimbulkan kerugian dan baru akan berpotensi menimbulkan kerugian. 

Bahwa tindakan tersebut, Mediator berkesimpulan bahwa pelanggaran yang dilakukan oleh para pekerja tindakan tersebut tidak cukup bukti untuk dapat dikategorikan sebagai pelanggaran mendesak. Sehingga hal tersebut hanyalah merupakan pelanggaran SOP dan tidak memenuhi unsur pidana. Sehingga atas dasar tersebut Mediator menganjurkan agar Perusahaan diberikan sanksi pembinaan atau surat peringatan terlebih dahulu. 

“Perselisihan Hubungan Industrial ini menjadi Salah satu contoh dari sekian banyak kasus PHK sepihak yang terjadi di Indonesia khususnya Sulawesi Selatan bahwa mediasi yang menghasilkan anjuran  namun tidak dilaksanakan oleh pihak perusahaan pada akhirnya tidak memberikan sanksi ketat sebagai akibat hukum bagi perusahaan yang mengelak akan kewajibannya memenuhi hak para pekerja korban PHK sepihak.” Ujar Ambara Dewita selaku Kuasa Hukum LBH Makassar

Perusahaan juga mengabaikan fakta dan dedikasi yang telah diberikan oleh pekerja untuk membesarkan perusahan dari yang 1 tahun hingga yang paling lama bekerja 6 tahun kepada perusahaan.

Categories
SIPOL

Jelang Sidang Tuntutan, Warga Pinrang Mendesak Kejaksaan dan Pengadilan untuk Bebaskan 3 Korban Kriminalisasi

Pinrang, 27 Februari 2024. Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat Tonyamang menggelar aksi demonstrasi di Pengadilan Negeri Pinrang, Kejaksaan Negeri Pinrang dan Kantor Bupati. Massa meminta agar 3 warga Tonyamang Pinrang yang menjadi terdakwa penggembokan pagar tower milik PT. Tower Bersama Group (TBG) yang akan memasuki proses sidang tuntutan pada pekan depan agar dibebaskan dari segala tuntutan hukum.

Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat Tonyamang mendesak agar ke tiga orang dibebaskan dengan dalil bahwa dalam persidangan terungkap fakta bahwa apa yang dilakukan oleh ketiganya merupakan hasil dari kesepakatan bersama warga karena selama keberadaan tower telah mengganggu rasa aman warga, terutama warga yang berada di sekitar tower, ditambah lagi barang – barang elektronik milik warga seringkali mengalami kerusakan. fakta inilah yang mendorong ketignya untuk melakukan suatu tindakan, termasuk melakukan penggembokan pintu masuk pagar tower. 

Bersamaan dengan dimulainya sidang dengan agenda pengajuan bukti surat dari pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan Terdakwa, warga bersama mahasiswa melakukan aksi di depan Pengadilan Negeri Pinrang. Beberapa massa aksi membawa spanduk dan petaka – petaka yang berisi narasi hentikan kriminalisasi warga Tonyamang. 

Warga dan mahasiswa berorasi mendesak Pengadilan termasuk Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara tersebut untuk bersikap independen dan imparsial serta memberikan putusan yang memenuhi rasa keadilan warga, bukan malah berpihak pada perusahaan. 

“Institusi peradilan dalam hal ini hakim yang menangani kasus 3 orang yang dikriminalisasi harus memberikan putusan yang seadil-adilnya dan berpihak pada kepentingan rakyat. Jikalau nanti hakim memutuskan putusan yang tidak berpihak pada warga, maka warga akan mencari dan menentukan keadilan sesuai dengan jalan dan cara-cara yang mereka yakini benar.” Tegas Ardan selaku Koordinator Lapangan.

Usai  menggelar aksi demonstrasi di Pengadilan, massa aksi bergeser ke Kejaksaan Negeri Pinrang melanjutkan aksinya. Warga dan Mahasiswa melanjutkan protes di Kejaksaan Negeri Pinrang karena diketahui secara institusi Kejaksaan yang akan menyusun dan melakukan penuntutan terhadap 3 Warga Terdakwa penggembokan pagar tower. Disisi lain selaku, Kejaksaan menjalankan kekuasaan negara, dan Negara berkewajiban melindungi Hak Asasi Manusia (HAM). Oleh karena itu Kejaksaan seharusnya memberikan perlindungan kepada 3 Terdakwa dengan menuntut ketiganya untuk bebas, karena ketiganya yang mewakili warga Dusun Talabangi lainnya merupakan korban yang sedang berjuang untuk memperoleh haknya, terutama hak atas rasa aman.

Kejaksaan sebagai institusi negara seharusnya menuntut 3 warga Dusun Talabangi untuk bebas. Mengapa Demikian? Karena Negara bertanggung jawab untuk melindungi Hak Asasi Manusia (HAM), sedangkan apa yang dilakukan oleh 3 orang warga Dusun Talabangi yang diperhadapkan dalam persidangan itu sedang memperjuangkan Hak Asasi Manusia (HAM), dalam hal ini Hak atas rasa aman. Pemenjaraan ketiganya sama dengan pemenjaraan terhadap Hak Asasi Manusia. Jika hal ini terjadi, maka Hak Asasi Manusia yang diperjuangkan selama ini akan semakin kelam,” ujar Fajar selaku tim Hukum Warga.

Dalam aksi tersebut perwakilan beberapa warga diberi kesempatan melakukan audiensi dengan pihak Kejaksaan untuk menyampaikan aspirasi. Dalam audiensi tersebut menghasilkan kesepakatan yang ditanda tangani oleh Andi Baso Amir (Kepala Seksi Tindak Pidana Umum) dan Ramdan (Humas Kejaksaan Negeri Pinrang) serta warga yakni, Kejaksaan akan menyampaikan kepada pimpinan bahwa aspirasi warga (Aliansi Mahasiswa dan masyarakat Tonyamang) agar 3 warga terdakwa tonyamang dituntut seadil-adilnya dan menjadi bahan pertimbangan.

Setelah Aksi di Kejaksaan, massa aksi beranjak ke Kantor Bupati. Berbeda dari sebelumnya, tuntutan warga kali ini menuntut kepada Bupati agar mencabut izin serta memindahkan tower milik PT. Tower Bersama Group (TBG) yang berada di Dusun Talabangi, Kelurahan Tonyamang Kab. Pinrang, dengan alasan warga sudah tidak setuju lagi dan sudah tidak memenuhi syarat sebagai bangunan tower yang berdiri di pemukiman tanpa adanya persetujuan warga sekitar.

Merespon aksi massa, Wakil Bupati H. Halimin menyampaikan bahwa akan menampung dan menerima aspirasi dari warga, karena terkait masalah ini, sebelumnya ia sudah diketahui dari unjuk rasa rutin yang dilakukan oleh warga.

“Pemerintah daerah akan melakukan upaya – upaya yang melibatkan semua unsur untuk menyelesaikan masalah adanya izin tower yang tanpa sepengetahuan warga. Kami akan membentuk tim untuk melakukan investigasi mengenai sebab akibat mengapa izin berlanjut tanpa sepengetahuan warga sekitar. Kami akan mencari solusi agar perusahaan tetap berjalan dan masyarakat bisa hidup tentram,” ucap H. Halimin Wakil Bupati Kab. Pinrang.”      

Mengakhiri Aksi, Korlap membacakan pernyataan sikap dari Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat Tonyamang yang berisi 6 tuntutan, yaitu:

  1. Warga Dusun Talabangi, termasuk Sudirman, Abdul Azis dan Kamaruddin adalah warga yang sedang memperjuangkan hak – haknya, terutama hak atas rasa aman yang merupakan bagian Hak Asasi Manusia, karena itu harus dilindungi.
  2. Meminta Pengadilan Negeri Pinrang termasuk Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara agar bersikap independen dan imparsial dalam memeriksa dan memutus perkara yang melibatkan 3 orang warga Dusun Talabangi;
  3. Mendesak Pengadilan Negeri Pinrang termasuk Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara untuk memberikan putusan (vonis) bebas kepada ke 3 orang warga Dusun Talabangi yang sedang diperhadapkan di persidangan, oleh karena Warga Talabangi termasuk ke 3 orang yang sedang diperhadapkan di persidangan adalah korban, bukan kriminal;
  4. Mendesak Bupati Pinrang segera mencabut  izin tower yang ada di Dusun Talabangi, Kelurahan Tonyamang, Kec. Patampanua milik PT. Tower Bersama Group, oleh karena keberadaan tower di lingkungan padat penduduk milik PT. Tower Bersama Group yang terletak di Dusun Talabangi telah meresahkan dan mengganggu rasa aman warga, khususnya warga Dusun Talabangi yang berada di sekitar radius tower tersebut;
  5. Mendesak PT. Tower Bersama Group untuk segera memindahkan towernya yang terletak di Dusun Talabangi, Kelurahan Tonyamang ke lokasi yang terletak jauh dari pemukiman warga, sehingga rasa aman warga, khususnya warga yang berada dalam radius tower tersebut terpenuhi;
  6. Meminta Komnas HAM RI melakukan penyelidikan atas dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang diduga dilakukan oleh PT. Tower Bersama Group dengan mengorbankan Warga, khususnya warga yang berada dalam radius tower yang terletak di Dusun Talabangi, Kelurahan Tonyamang, Kac. Patampanua, Kab. Pinrang milik PT. Tower Bersama.
Categories
Perempuan dan Anak

Keluarga Korban Pemerkosaan Perempuan Disabilitas Tuntut Pelaku Segera Ditetapkan sebagai Tersangka

Luwu Timur, 21 Februari 2024. Keluarga disabilitas korban pemerkosaan melakukan aksi demonstrasi di Kantor Polres Luwu Timur. Aksi ini dilakukan untuk mendesak penyidik Polres Luwu Timur untuk segera menetapkan tiga orang terduga pelaku  sebagai Tersangka atas dugaan tindak pidana kekerasan seksual.

Dalam orasinya, N selaku paman korban menyoroti proses pemeriksaan yang dilakukan terkesan melindungi terduga pelaku. Menurutnya, tiga orang terduga pelaku tidak pernah dibahas penyidik dalam proses pemeriksaan. N juga mempertanyakan dasar dari kepolisian menyatakan kasus yang dialami keponakannya bukanlah pemerkosaan, melainkan persetubuhan.

“Pada saat saya diperiksa sebagai saksi, dalam pertanyaan yang diajukan penyidik, mengarah pada hubungan persetubuhan antara keponakan saya dengan salah satu pelaku. Bukan peristiwa pemerkosaan. Padahal, penyidik sendiri tahu dengan jelas, setelah melapor kami melarikan Korban ke Rumah Sakit. Dari rekam medik yang kami pegang, ada luka di organ vital dan bagian tubuh lainnya,” tegas N.

Sejak melaporkan peristiwa ini pada 16 November 2023, pihak keluarga korban kerap sulit mendapatkan informasi perkembangan perkara. 

“Sejak awal penyelidikan, kami merasa bahwa ada hal yang sengaja ditutup-tutupi oleh penyidik. Misalnya, di awal sebelum kami didampingi oleh LBH Makassar, kami sulit memperoleh informasi perkembangan proses hukum dari penyidik. Kami bahkan tidak diberi kabar terkait olah TKP yang dilakukan penyidik. Padahal lokasinya sangat dekat dari rumah. Yang lebih menyakitkan lagi, saya bahkan dilaporkan ke Polisi,” tambahnya.

Nur Alisa, Tim Kuasa Hukum Korban dari LBH Makassar membenarkan pernyataan tersebut.

“Sejak awal pemeriksaan kami menemukan beberapa kejanggalan. Misalnya, pada pemeriksaan pertama korban, keluarga dilarang untuk mendampingi. Kemudian, adanya upaya kriminalisasi terhadap keluarga korban dalam bentuk laporan polisi oleh salah satu karyawan Hotel yang namanya masuk sebagai daftar terduga pelaku yang ikut serta berperan dalam terjadinya tindak pidana pemerkosaan. Bahkan, pihak korban tidak diberi informasi apapun terkait olah tempat kejadian perkara yang dilakukan penyidik,” jelasnya.

Menurutnya, dari rangkaian kejanggalan diatas menunjukkan keberpihakan penyidik tidak pada korban. Pihaknya, kemudian melakukan upaya keberatan dengan bersurat ke Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) untuk mendesak dilakukan evaluasi dan supervisi atas hasil gelar perkara yang dilakukan Polda Sulsel dan Polres Lutim yang justru mengaburkan fakta tindak pidana yang terjadi.

“Kami juga sudah melakukan koordinasi dengan Kejaksaan Negeri Luwu Timur, terkait proses hukum perkara ini. Kami ingin memastikan bahwa penyidikan yang dilakukan Polres Luwu Timur mengedepankan fakta dan mampu menyeret semua pelaku ke meja pengadilan. Persetubuhan yang didalilkan oleh penyidik justru rentan membuat pelaku lainnya lolos dari jeratan hukum. Selain itu, fakta kekerasan dan luka pada organ vital korban akan terabaikan,” tegas Mira Amin, Kepala Divisi Hak Perempuan, Anak dan Disabilitas LBH Makassar.

Massa aksi kemudian melakukan orasi di depan kantor Polres Luwu Timur. Namun, belum lama menyampaikan pendapat, pihak Polres mendatangi massa aksi dan memaksa untuk bubar. Sempat terjadi perdebatan antara pihak keluarga korban, pendamping hukum dan Polres Lutim. Upaya intimidatif dilakukan untuk menghentikan aksi, dengan cara merampas alat pengeras suara yang digunakan massa aksi.

Kapolres Lutim merespon aksi tersebut dengan meminta massa aksi untuk bertemu secara langsung. Pihak keluarga korban yang sejak awal tidak pernah bertemu Kapolres Lutim mengiyakan permintaan tersebut. Pertemuan yang dilakukan di Aula Tribrata, menghadirkan pihak keluarga korban, Tim Kuasa Hukum LBH Makassar, Media, Kapolres, Wakapolres, Kasat Reskrim, Kasat Intel, Propam, Kanit PPA dan penyidik lain Polres Lutim.

Dalam penyampaiannya, Kapolres Lutim mengakui tidak mengetahui secara detail terkait proses hukum yang dilakukan, termasuk fakta sumber uang dua ratus ribu rupiah yang diklaim penyidik sebagai barang bukti transaksi antara pelaku dan korban. Pihaknya akan melakukan penyelidikan dan pengawasan lebih lanjut terhadap penyidik yang menangani perkara tersebut.

Berdasarkan penjelasan tersebut, Tim Kuasa Hukum LBH Makassar menuntut :

  1. Kapolres Lutim untuk menangkap dan mengadili semua pelaku pemerkosaan;
  2. Kapolres Lutim untuk memberikan keadilan bagi korban dengan melakukan penyidikan secara adil, terbuka dan menyeluruh;
  3. Berikan hak pemulihan terhadap korban;
  4. Kapolres Lutim untuk mempercepat proses hukum terhadap laporan korban;
  5. Kapolres Lutim Membuka rekaman CCTV Hotel kepada pihak keluarga korban;
  6. Kompolnas untuk segera lakukan evaluasi dan supervisi terhadap Kapolda Sulsel dan Kapolres Luwu Timur.

 

Narahubung : LBH Makassar: 085342589061

Categories
SIPOL

Saksi Ungkap Fakta Kriminalisasi Tiga Warga Pinrang: Upaya PT. TBG Bungkam Protes Warga yang Terdampak Aktivitas Tower

Pinrang 20 Februari 2024. Kasus kriminalisasi tiga warga Talabangi, Kelurahan Tonyamang, Kab. Pinrang kembali digelar dengan agenda pemeriksaan saksi a de charge (meringankan). Penasehat hukum warga – LBH Makassar menghadirkan tiga orang saksi yaitu warga sekitar yang menjadi korban terdampak keberadaan menara telekomunikasi (tower) milik PT. Tower Bersama Group (PT. TBG).

Mereka diantaranya Sudirman Arif (59), Kamaruddin (51) dan Abd. Azis Katuo (63) harus berjuang dihadapan para Hakim PN Pinrang, menghadapi arogansi pihak Perusahaan yang melaporkan mereka menggunakan UU Telekomunikasi, setelah melakukan serangkaian tindakan protes atas keberadaan tower milik PT. TBG yang aktivitasnya telah mengganggu ketentraman dan mengakibatkan kerusakan barang elektronik milik warga sekitar.

“Kami menilai, pengaduan pihak tower ke kepolisian yang pada akhirnya masuk dan bersidang di pengadilan ini, hanyalah strategi menggunakan hukum untuk membungkam penolakan warga terhadap tower itu sendiri. Sejak awal, kami tidak pernah heran, strategi penggunaan hukum untuk membungkam perlawanan warga jamak ditemui, inilah yang biasanya kami sebut sebagai kriminalisasi rakyat,” tegas Muh. Pajrin Rahman selaku Tim Pendamping Hukum LBH Makassar. 

Dalam keterangan saksi, mengungkapkan bahwa tindakan penggembokan yang dilakukan oleh tiga warga yang saat ini berstatus terdakwa merupakan hasil kesepakatan seluruh warga sekitar tower atas dampak yang dialami warga. Selain itu, Bakri mengungkapkan bahwa sebelum dilakukan penggembokan terlebih dahulu ada pertemuan – pertemuan dengan beberapa pihak, termasuk pihak pemerintah kelurahan dan pihak perusahaan.

“Penggembokan itu adalah hasil kesepakatan warga. Setelah beberapa kali dilakukan pertemuan (mediasi dengan pihak perusahaan) tetapi tidak ada hasilnya, saya selalu hadir dalam pertemuan di Kantor Lurah dan di rumah Pak Sudirman yang dihadiri juga dari kepolisian, Lurah, Lingkungan, pemilik lahan dan pihak tower mulai dari tahun 2021 hingga akhir 2022, dari situ warga telah menolak keberadaan tower dan perpanjangan kontrak tower karena telah meresahkan. Kami juga sempat membantu mencari lokasi bersama pihak tower, warga dan kepolisian untuk tempat tower, Namun berjalannya waktu tidak ada kejelasan hingga pada akhirnya warga bersepakat untuk melakukan penggembokan.”  Ungkap Bakri salah seorang warga yang menjadi saksi. 

Senada dengan itu, saksi kedua yakni Andi Noni mengungkapkan bahwa penggembokan adalah kesepakatan bersama warga dan warga patungan untuk membeli gembok. 

“Setelah bersepakat melakukan penggembokan, warga kemudian patungan semampunya untuk membeli gembok, termasuk saya ikut memberikan uang untuk membeli gembok,” terangnya.

Mengenai keresahan warga atas barang elektronik yang rusak akibat dari aktivitas tower, Andi Noni lebih lanjut menerangkan jika sudah sangat banyak korban dengan berbagai kerusakan barang elektronik warga. 

“Barang elektronik yang rusak banyak, saya sendiri kulkas 2 unit, televisi 3 unit dan wifi 1 unit, dan dilakukan penggantian 1 kali oleh pihak tower namun tidak sesuai dengan yang semula saya punya bahkan diganti yang lebih kecil,” ungkapnya.

Bakri juga menyampaikan bahwa selain kerusakan barang elektronik yang menyebabkan keresahan warga, hal lainnya lagi adalah suara dari tower apabila musim hujan dan angin kencang. 

Pada saat angin kencang suara tower itu seperti pesawat tempur,” ujar Bakri lebih lanjut.  

Sementara itu saksi ketiga – Suwidya juga menjelaskan mengenai gangguan yang dialami bersama anaknya yang bertempat tinggal hanya berjarak sekitar 10 meter dari tower, selain kerusakan barang elektronik miliknya, ia dan keluarga  merasa ketakutan ketika musim hujan disertai angin kencang tiba.

“Saya merasa terganggu karena sudah ada 2 televisi yang rusak, selain itu anak saya sering merasa takut apabila hujan dan angin kencang, karena ada bunyi dari tower,” ucap Suwidya.       

Selain itu, saat ditanya secara bersamaan oleh Penasehat Hukum, ketiga saksi mengungkapkan bahwa warga sama sekali tidak memiliki niat untuk merusak tower maupun mengganggu aktifitas tower, warga sekitar hanya menginginkan agar tower itu dipindahkan dari pemukiman sehingga warga sekitar tidak lagi resa dan terganggu, terutama saat musim hujan dan angin kencang.

Dari keseluruhan fakta yang terungkap dalam persidangan baik yang diungkapkan oleh saksi yang dihadirkan oleh JPU dan oleh Terdakwa melalui Penasehat Hukum maupun keterangan Para Terdakwa sendiri bahwa yang melatarbelakangi tindakan penggembokan oleh karena keberadaan tower telah membuat barang – barang elektronik milik warga menjadi rusak dan gangguan akibat adanya suara  yang ditimbulkan dari tower apabila musim hujan dan angin kencang. 

“Terhadap kasus ini, dari keseluruhan fakta yang terungkap di pengadilan, dapat kita lihat motif dari ketiga korban (terdakwa) mewakili warga lainnya melakukan tindakan penggembokan, agar warga merasa aman. Apa yang diperjuangkan oleh warga, termasuk ketiga warga yang dikriminalisasi ini adalah perjuangan untuk memperoleh hak atas rasa aman itu yang merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia yang harus dilindungi. Olehnya itu, pemidanaan terhadapnya tidaklah tepat yang justru dapat berakibat pada pelanggaran atas upaya penikmatan Hak Asasi Manusia,” pungkas Muh. Pajrin Rahman 

Penulis: Muh. Pajrin Rahman 

Categories
EKOSOB

PT. GKP Kembali Merusak Lingkungan, Kondisi Terakhir Air di Wawonii

Wawonii, 19 Februari 2024. Terhitung sejak awal Februari 2024, PT. Gema Kreasi Perdana (GKP) kembali melakukan aktivitas pertambangan di puncak Pelaporoa, Pulau Wawonii. Aktivitas ini dilakukan saat warga masih berjuang melawan penambangan di ruang sidang Mahkamah Konstitusi.

Aktivitas galian yang dilakukan, menyebabkan rusaknya beberapa sumber mata air warga. Ini bisa dilihat dari keruhnya air di beberapa titik sumber air, yang mengalir hingga ke rumah warga. Sama seperti sebelumnya, hal ini membawa kerugian bagi warga yang berada di tapak. 

Dalam pantauan langsung di lapangan, terlihat wajah dari 3 sumber mata air bagi Warga Wawonii itu sudah berwarna kecoklatan. Mata air yang mengaliri Warga sampai ke rumahnya jelas sudah tidak bisa digunakan. 

“Sebab air bersih merupakan sumber kehidupan utama kami yang kami gunakan untuk memasak, minum, mandi, berwudhu dan lain sebagainya. Jika air bersih kami bercampur lumpur sama saja mengambil nyawa kami,” ujar Hasniati yang merupakan seorang ibu rumah tangga. 

Tiga sumber mata air bersih tersebut antara lain mata air Banda,  yang tercemar sejak tahun 2019. Warga memutuskan untuk memutus pipanya yang mengalir di pemukiman warga akibat air sudah bercampur lumpur. Sebelumnya, mata air Banda ada sumber air yang menyuplai lima Desa, dalam hal ini adalah Desa Sukarela Jaya, Desa Dompo-dompo Jaya, Desa Roko-roko, Desa Bahaba dan Desa Teporoko.

Warga sendiri menganggap bahwa kondisi air yang tercemar itu diakibatkan oleh aktivitas tambang yang melakukan penggalian tanah di hulu. Sebagai penanda, air bersih Pamsimas Dompo-dompo Jaya dan Pamsimas Sukarela Jaya tercemar dan bercampur lumpur sejak pertengahan ke akhir tahun 2023. Kondisi air beransur pulih seperti sedia kala sejak aktivitas tambang dihentikan akibat IPPKH PT. GKP dibatalkan. Namun, sejak 7 Februari 2024 kembali bercampur lumpur. Mata air tersebut yang menyuplai dua desa yakni desa Sukarela Jaya dan desa Dompo-dompo Jaya. Kondisi air bersih sekarang sudah bercampur lumpur dan sampai saat ini belum pulih.

Hingga kini, warga mengaku bahwa air yang mereka gunakan untuk keseharian sangat bergantung pada Sungai Roko-roko yang belum tercemar. Pilihan lain adalah warga menadah air hujan ke dalam jerigen. 

“Secara perlahan Pulau Wawonii akan hancur, sumber mata air adalah sumber kehidupan sudah secara perlahan satu per satu hilang akibat hadirnya tambang. Kita dibunuh secara perlahan,” tegas Yamir pemuda Roko-roko. 

Harapan Warga agar sesegera mungkin perusahaan PT. GKP serta Pemerintah Daerah Kabupaten Konawe Kepulauan untuk bertanggung jawab atas kerusakan tersebut dengan mengembalikan kondisi air bersih seperti semula.

 

Penulis: Wilman Laka