Tahun lalu, tepatnya 13 November 2014, sejumlah besar pasukan Brimob Polda Sulselbar memaksa masuk ke dalam kampus Universitas Negeri Makassar, melakukan perusakan terhadap sejumlah fasilitas milik mahasiswa dan kampus, menembaki gas air mata ke dalam kampus dan kelas-kelas disaat proses perkuliahan sedang berjalan, mengejar dan menangkapi sejumlah mahasiswa. Kejadian ini berbuntut pada penangkapan 46 mahasiswa, penganiayaan terhadap sejumlah mahasiswa, penganiayaan terhadap 9 jurnalis dan trauma dialami oleh seluruh mahasiswa UNM saat itu. Dalam peristiwa ini, aparat kepolisian kembali menunjukkan wajah brutalisme dan jauh dari penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia.
Insiden 13 November 2014 merupakan salah satu rentetan aksi unjuk rasa mahasiswa di Makassar yang menolak kebijakan Negara untuk kembali menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM). Penolakan atas kebijakan tersebut terjadi di hampir seluruh wilayah di Indonesia. Kebijakan tersebut dinilai berdampak negatif terhadap penghidupan masyarakat. kenaikan harga BBM, diyakini diikuti dengan kenaikan bahan kebutuhan pokok, tarif transportasi, dan tarif kehidupan lainnya, termasuk di dalamnya mengenai kesehatan.
Aksi unjuk rasa “turun ke jalan” menjadi salah satu medium mahasiswa untuk menyuarakan aspirasi dan kritikannya atas segala tindakan yang dilakukan oleh Negara. Namun, masih saja direspon oleh aparat kepolisian dengan pendekatan kekerasan.
Insting : Memperingati Insiden 13 November Gunung Sari
Kamis, 13 November 2015, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Negeri Makassar menggelar sebuah kegiatan sebagai peringatan insiden 13 November 2014 di Kampus Gunung Sari Universitas Negeri Makassar. kegiatan diskusi dilaksanakan di pelataran depan gedung Fakultas Psikologi dengan menghadirkan 3 (tiga) pembicara; Agil, Presma BEM Psikologi 2014 (alumni mahasiswa psikologi UNM); Azis Dumpa, Asisten Pengacara Publik LBH Makassar; David, Kabiro Investigasi dan Pendokumentasian KontraS Sulawesi.
Movie streaming “#BerhentiMako” menjadi pembuka kegiatan diskusi. Film berdurasi 13 menit oleh KontraS Sulawesi tersebut mengggambarkan peristiwa kekerasan oleh aparat pada 13 November 2014 dan pandangan masyarakat publik yang berada di sekitar lokasi peristiwa.
Dalam pemaparannya, Agil menyampaikan prespektif psikologi atas tindakan kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian dalam peristiwa 13 November Gunung Sari. Tabiat otoriter dan keras menjadi dasar sikap yang diterapkan oleh kepolisian, kedua tabiat tersebut masih melekat erat dalam diri aparat. Sementara itu, Azis Dumpa lebih banyak menjelaskan mengenai proses pendampingan hukum yang dilakukan oleh LBH Makassar terhadap sejumlah jurnalis yang mengalami penganiayaan dan sejumlah mahasiswa yang dikriminalisasi. dalam proses hukum yang terlihat timpang tersebut menghasilkan putusan yang tidak berkeadilan bagi mereka yang dikriminalisasi. Azis menutup paparannya dengan menyampaikan bahwa Keadilan tidak akan tercapai bilamana Negara masih menggunakan kekerasan. David menekankan peristiwa tersebut dari pandangan isu HAM yang muncul dari peristiwa tersebut, dimana sejumlah hak telah dilanggar oleh aparat kepolisian, salah satunya adalah hak atas kebebasan berekspresi dan mengeluarkan pendapat.
Kegiatan tersebut dihadiri oleh lebih dari 50 mahasiswa Fakultas Psikologi dimana beberapa diantaranya adalah mahasiswa yang baru masuk di tahun 2015 ini. Elaborasi diskusi kemudian diperdalam pada sesi tanya jawab.
Diskusi ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan yang akan dilanjutkan kembali dalam bentuk kegiatan lain di malam Kamis, 13 November 2015 di kampus Gunung Sari Universitas Negeri Makassar.[DF]
Comments
No comment yet.