Categories
EKOSOB

Bipartit Gagal, kasus Pelanggaran Hak Buruh PT. Singvlar Furniture Indonesia Dilanjutkan ke Tripartit

Maros, 7 Juni 2023 – LBH Makassar bersama dengan 15 belas orang perwakilan Buruh telah mengadakan perundingan Bipartit kedua yang dilaksanakan di Kantor PT. Singvlar Furniture Indonesia. Sebelumnya pada tanggal 12 Mei 2023 telah disepakati bahwa pihak perusahaan akan segera melunasi tunggakan upah yang belum di bayarkan. Dalam pertemuan tahap pertama, perusahaan telah memberikan bukti berupa slip gaji yang didalamnya tertuang rincian upah yang belum diberikan.

Perundingan kedua berakhir tidak ditemukan kesepakatan antar dua pihak. Dalam pertemuan yang berlangsung pada pukul 14.00 Wita, telah dihadiri oleh Pimpinan perusahaan yakni Ian Huang Tsan. Mereka terus menghindar dan memberikan alasan bahwa perusahaan mereka berhenti melakukan ekspor barang sehingga perusahaan tidak memiliki pemasukan dana.

Pimpinan perusahaan menawarkan untuk melunasi upah selama satu setengah bulan sebanyak enam kali atau selama 9 bulan. Tawaran ini ditolak keras oleh Buruh PT. Singvlar Furniture Indonesia, pasalnya permasalahan ini sudah berlarut dan perusahaan terus ingkar untuk melakukan pelunasan.

Dalam Risalah Bipartit, pihak Buruh menuntut agar perusahaan segera melunasi upah dalam tenggat waktu selama 30 hari yang terhitung sejak tanggal 7 Juni s.d 7 Juli 2023. Bilamana dalam tenggat waktu tersebut belum menemukan titik terang maka perundingan Bipartit dianggap gagal dan akan mendorong penyelesaian masalah ini ke Dinas Ketenagakerjaan Kota Maros.

Dalam proses perundingan, Ian Huang Tsan menolak untuk menandatangani risalah perundingan dan akan meminta waktu untuk mempertimbangkan kesimpulan perundingan.

Categories
EKOSOB

Perusahaan PT. Singvlar Furniture Tidak Memberi Upah Penuh Buruh Selama Bertahun-tahun

M bersama 18 Buruh lainnya merupakan buruh di PT. Singvlar Furniture Indonesia (SFI) yang dimiliki oleh Lay Huang Tzan (WNA Taiwan), yang berada di kawasan Pattene Business Park, tepatnya beralamat di Kelurahan Pa’bentengang, Kecamatan Marusu, Kabupaten Maros.

Perusahaan ini bergerak pada bidang Pengolahan Kayu, sekaligus merupakan perusahaan yang melakukan ekspor barang berupa perabotan dan sejenisnya ke beberapa negara. Sebelumnya, sejak tahun 1995, perusahaan ini berlokasi di Kawasan Industri Makassar (KIMA). Namun berpindah tempat ke Pattene Business Park sejak tahun 2018.

Buruh PT. SFI juga ikut berpindah tempat mengikuti lokasi perusahaan. Mereka direkrut ulang dengan status pekerja baru pada tahun 2018. Bermula pada tahun 2021, M dan buruh lainnya tidak mendapatkan upah penuh dari PT. SFI. Selama bekerja disana, mereka tidak pernah mendapatkan Tunjangan Hari Raya sepeserpun oleh Perusahaan.

M bersama 18 orang buruh masing-masing diupah secara tidak penuh oleh perusahaan. Beberapa diantara mereka memperoleh upah harian sebesar 100 ribu rupiah dengan pembayaran perbulan. Fatalnya, dengan kondisi kerja yang serba tidak pasti, selama bertahun-tahun mereka diupah tidak pernah mencapai nominal 1 juta rupiah setiap bulannya.

Tunggakan upah terus membengkak. 19 buruh PT. SFI telah melakukan upaya persuasif berupa audiensi dengan pimpinan perusahaan, termasuk menuntut transparansi tunggakan upah berupa bukti Slip Gaji mereka namun tidak mendapatkan hasil apa-apa melainkan janji.

Pada Kamis, 11 Mei 2023 bertempat di kantor PT. SFI. 19 orang buruh PT. SFI bersama dengan LBH Makassar telah melakukan perundingan. Pimpinan Perusahaan terus berkelit, namun semua buruh masing-masing memberikan pendapat dan bersaksi bahwa betapa buruknya manajemen perusahaan.

Perundingan berujung pada sebuah pengakuan. Pimpinan PT. SFI membenarkan tunggakkan upah tersebut. Mereka akhirnya membuka catatan upah berupa nominal upah yang belum dibayarkan kepada buruh PT. SFI. Perundingan akan dilanjutkan pada 31 Mei 2023.

Categories
Perempuan dan Anak

Jaksa Penuntut Umum Gagal Memahami Kekerasan Berbasis Gender (KBG) dalam Melakukan Penuntutan

Dalam Duplik Penasehat Hukum R (Terdakwa) yang dilaksanakan di Pengadilan Negeri Makassar pada tanggal 8 Mei 2023. Kuasa Hukum R menyampaikan beberapa pandangan bahwa fakta peristiwa yang terungkap dalam persidangan adalah respons yang diberikan oleh Terdakwa akibat adanya relasi kuasa yang timpang dimana Terdakwa berada dalam relasi kuasa yang inferior. Terdakwalah yang telah kerap kali mengalami kekerasan dalam Rumah Tangga,  yang membuat kondisi mental dan psikisnya  tertekan dan labil, sehingga mempengaruhi responnya terhadap situasi yang dialami. 

Yang dimaksud dalam hal ini Jaksa Penuntut Umum gagal dalam memahami konteks masalah yakni adanya kekerasan berbasis gender yang titik berangkatnya ada relasi kuasa yang timpang yang dialami oleh R.

Bahwa dalam Peraturan MA No. 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan berhadapan dengan Hukum, harus pula melihat Relasi Kuasa di mana relasi kuasa diartikan sebagai relasi yang bersifat hierarkis, ketidaksetaraan dan/ atau ketergantungan status sosial, budaya, pengetahuan pendidikan dan/ atau ekonomi yang menimbulkan kekuasaan pada satu pihak terhadap pihak lainnya dalam konteks relasi antar gender sehingga merugikan pihak yang memiliki posisi lebih rendah.

Terlebih lagi JPU abai terhadap Pedoman Kejaksaan No. 1 Tahun 2021 tentang Akses Keadilan bagi Perempuan dan Anak dalam Penanganan Perkara Pidana. Secara khusus pada bagian D angka 1 huruf c, d, e yang menyatakan bahwa:

c. untuk perempuan pelaku dan/ atau anak yang melakukan tindak pidana namun terdapat keadaan seperti:

  1. Riwayat kekerasan yang pernah dialami pada waktu melakukan atau pada saat tindak pidana terjadi;
  2. Keadaan psikologi/jiwa pada waktu melakukan atau sebagai akibat tindak pidana;
  3. Kondisi stereotip gender yang membuat terikat pada posisi atau kedudukan tertentu dalam keluarga dan/atau masyarakat;
  4. Hubungan dominasi yang menempatkan sebagai subordinasi dan/atau;
  5. Kondisi lain yang melatarbelakangi melakukan tindak pidana atau bereaksi terhadap tindak pidana

Penuntut umum membangun kausalitas antara keadaan sebagaimana dimaksud pada angka 1 sampai angka 5 dengan didukung oleh keterangan, laporan ahli, keterangan pekerja sosial, dan/atau laporan sosial, serta persesuaian alat bukti sesuai dengan fakta hukum dihubungkan dengan tindak pidana.

d. Dalam hal terdapat kausalitas antara huruf c maka tindak pidana yang dilakukan oleh perempuan pelaku dan/atau anak dapat menjadi alasan pembenar atau alasan yang meniadakan kesalahan

e. Dalam hal terdapat kausalitas antara huruf c , tapi terdapat alasan pembenar atau alasan yang meniadakan kesalahan maka penuntut umum mempertimbangkan sebagai keadaan yang meringankan.

Berdasarkan PERMA diatas, sepatutnya JPU mengurai Fakta secara detail, dan dengan tidak melihat respon Terdakwa dalam peristiwa adalah merupakan kejadian tunggal melainkan akumulasi peristiwa kekerasan yang dialami R selama menjalankan hubungan rumah tangga.

Categories
Perempuan dan Anak

Polisi yang Todong Anak dengan Senjata Api Dituntut Ringan, Abaikan Keadilan Anak dan Langgengnya Kultur Kekerasan Polri

Polisi yang todong anak 13 tahun di Bone dengan senjata api pada 18 November 2021 lalu dituntut 6 bulan penjara oleh jaksa penuntut umum. Di tengah sorotan publik terhadap kultur kekerasan di institusi Polri, penuntut umum tidak mempertimbangkan status terdakwa yang merupakan anggota Polri sebagai alasan yang memberatkan. Sidang dengan agenda pembacaan tuntutan berlangsung pada 16 Agustus 2022 di Pengadilan Negeri Watampone. Perkara tindak pidana kekerasan terhadap anak yang dilakukan Terdakwa Ilham Usfar Bin Usman disidangkan sejak 14 Juli 2022.

LBH Makassar menilai tuntutan penuntut umum mengesampingkan asas perlindungan dan keadilan bagi anak, serta kontribusi lemahnya penegakan hukum bagi polisi pelaku kekerasan pada langgengnya kultur kekerasan di institusi Polri. Beberapa catatan LBH Makassar atas proses persidangan adalah sebagai berikut:

  1. Perbuatan terdakwa dilakukan dengan senjata api yang diperoleh karena statusnya sebagai anggota Polri dapat memenuhi ketentuan pemberatan Pasal 52 KUHPidana dimana hukumannya ditambahkan Namun dalam tuntutannya penuntut umum tidak menyertakan ketentuan tersebut. Tuntutan 6 bulan penjara penuntut umum bahkan jauh dari ancaman pidana maksimal tindak pidana yang didakwakan. Pasal 80 ayat (1) Jo. 76C UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, memberikan ancaman pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan bagi pelaku kekerasan terhadap anak. Tuntutan 6 bulan penjara bagi terdakwa juga menunjukkan penuntut umum tidak melihat kekerasan terhadap anak sebagai persoalan serius sehingga perlu dijatuhi sanksi tegas.
  2. Sebelumnya dalam sidang tanggal 19 Juli 2022 dengan agenda pemeriksaan saksi Hakim dan penuntut umum masih menggunakan atribut lengkap. Sementara Pasal 22 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak menentukan bahwa “Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, Pembimbing Kemasyarakatan, Advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya, dan petugas lain dalam memeriksa perkara Anak, Anak Korban, dan/atau Anak Saksi tidak memakai toga atau atribut kedinasan”. Penyimpangan atas ketentuan ini pun menjadi dasar pengajuan pemantauan sidang oleh Komisi Yudisial.

Demikian jaminan perlindungan terhadap anak tertuang dalam Pasal 28B ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dimana “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.

Untuk itu LBH Makassar meminta agar:

  1. Hakim dalam perkara dapat mempertimbangkan untuk menjatuhi terdakwa hukuman maksimal dan pemberatan berupa hukuman penjara beserta denda;
  2. Kejaksaan Negeri Bone mengevaluasi penuntutan atas terdakwa dan melakukan pemeriksaan terhadap penuntut

 

YLBHI-LBH Makassar
Makassar, 17 Agustus 2022

 

Narahubung:

Ridwan, S.H., M.H. – LBH Makassar – YLBHI (085255553776)

Mirayati Amin, S.H. – LBH Makassar – YLBHI (085342589061)

Muhammad Ansar, S.H – LBH Makassar – YLBHI (081241163839)

Categories
Perempuan dan Anak SIPOL

LBH Makassar Desak Polisi Percepat Proses terhadap Anggota Polisi yang Todong Anak dengan Pistol

Sejak dilaporkan pada tanggal 26 November 2021, laporan polisi orang tua korban A (13) Anak Korban di Kab. Bone yang ditodong pistol oleh anggota polisi masih berproses di Kepolisian. Info terakhir yang diterima pihak korban, berkas dengan tersangka Bripka Ilham Uspar telah dikirim ke jaksa penuntut umum.

Polisi menyatakan laporan dinyatakan telah diproses dan ditemukan bukti yang cukup untuk menyatakan bahwa tersangka telah melakukan tindak pidana Kekerasan terhadap Anak sebagaimana Pasal 80 ayat (1) Jo. 76 C UU RI No.35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI No.23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak. Hal ini berdasarkan surat pemberitahuan dari Kepolisian Resor Bone tertanggal 2 Juni 2022, dimana proses penanganan perkara telah dilakukan pengiriman berkas ke Kejaksaan Negeri Bone. Selanjutnya berkas perkara masih harus dinyatakan lengkap oleh Jaksa Penuntut Umum untuk penanganan perkaranya dilimpahkan ke Kejaksaan.

Meski dinyatakan tersangka dalam laporan tindak pidana kekerasan terhadap anak, proses sidang disiplin terhadap Bripka Ilham Uspar belum dilakukan. Sebelumnya Propam Polda Sulsel melakukan penyidikan terhadap pelanggaran disiplin terhadap yang bersangkutan. Selanjutnya dalam Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Pemeriksaan Propam, tindak lanjutnya dilimpahkan kepada Kapolrestabes Makassar selaku Ankum untuk dilakukan sidang disiplin. Namun Polrestabes Makassar menunda pelaksanaan Sidang Disiplin dengan dalih proses belum bisa diagendakan dikarenakan menunggu selesainya proses pidana terlebih dahulu, atau perkara tindak pidana memiliki kekuatan hukum tetap.

Penjatuhan tindakan disiplin melalui sidang disiplin semestinya dilaksanakan seketika dan langsung pada saat diketahuinya pelanggaran disiplin. Terlebih jika didukung dengan telah dilakukannya pemeriksaan awal di Polda Sulsel, serta dalam perkara tindak pidana telah ada penetapan tersangka.

Dalam perkara lain misalnya pemerkosaan terhadap anak berumur 13 tahun di Kabupaten Gowa yang juga sempat ramai beberapa waktu lalu. AKBP M langsung diproses dalam sidang disiplin dan dinyatakan terbukti melanggar pasal 7 ayat (1) peraturan kapolri nomor 14 tahun 2011, dengan sanksi Pemecatan Tidak Dengan Hormat (PTDH). Sidang ini dilakukan tanpa adanya putusan peradilan terlebih dahulu.

Penanganan berlarut dan pembiaran laporan menjadi pola yang kerap dilakukan dalam proses hukum terhadap polisi yang melakukan kekerasan terhadap warga sipil, sehingga praktek impunitas terus mengakar di institusi Polri. Sebagai korban kekerasan, anak pun berhak atas perlindungan khusus berupa penanganan cepat dari aparat penegak hukum. Kepolisian harus lebih tegas dan transparan dalam penanganan kasus yang dilakukan anggotanya. Untuk itu LBH Makassar mendesak agar Polres Bone dan Kejaksaan Negeri Bone melakukan percepatan penanganan perkara dengan segera melakukan pelimpahan perkara sebagai wujud perlindungan terhadap anak korban. Selain itu, LBH Makassar juga menesak Polrestabes Makassar segera melaksanakan sidang disiplin atas anggotanya dan memberikan sanksi tegas.

Categories
SIPOL

LBH Makassar Dampingi Pelaporan Kepolisian Keluarga Nuru, Korban Dugaan Penganiayaan oleh Anggota Brimob

Senin, 23 Mei 2022. Keluarga korban Nuru Saali didampingi oleh Tim Penasehat Hukumnya dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar yang diwakili oleh Mirayati Amin, S.H. dan Hasbi Assidiq, S.H. mendatangi Satreskrim Polres Bantaeng untuk mempertanyakan kasus dugaan Tindak Kekerasan dan Penyiksaan yang menyebabkan kematian Nuru Saali yang diduga dilakukan oleh anggota Polri dari satuan Brimob Polda Sulsel.

Pihak penyidik Polres Bantaeng kemudian memberikan Surat Tanda Laporan Polisi Nomor : PSTPL/31/V/2022/Sulsel/Res Btg/SekPjk, tertanggal 17 Mei 2022. Bersamaan dengan itu, pihak penyidik juga menyerahkan Surat Perkembangan Hasil Penelitian Laporan (SP2HP), yang menjelaskan bahwa pengaduan yang dimasukkan sudah memasuki tahap penyelidikan, tertanggal 18 Mei 2022.

Keluarga korban bersama Tim Penasehat Hukum menduga keras Terduga Pelaku telah melakukan tindak pidana “menghilangkan nyawa orang lain secara bersama – sama dan/atau kekerasan terhadap orang secara bersama – sama yang mengakibatkan kematian dan luka berat dan/atau membantu melakukan dan/atau turut serta melakukan tindak pidana” sebagaimana diatur dalam Pasal 338 KUHPidana Subs 170 KUHPidana Jo. Pasal 351 Jo.Pasal 55 Jo. Pasal 56 KUHPidana.

Mirayati Amin S.H, mewakili Tim Penasehat Hukum Keluarga Korban menyampaikan “Agar Polres Bantaeng menindaklanjuti laporan kasus kematian Nuru Saali secara profesional, transparan dan akuntabel sesuai hukum yang berlaku”.

Mirayati Amin, S.H, menambahkan “tidak tertutup kemungkinan akan ada upaya – upaya yang bisa menghambat proses hukum. Hal ini sangat berasalan mengingat terduga kuat pelaku dalam kasus ini adalah anggota kepolisian. Karena itu kita meminta betul aparat yang berwajib dalam hal ini Polres Bantaeng agar menunjukan komitmennya sebagai penegak Hukum sehingga tidak melukai rasa keadilan bagi korban dan keluarganya, disisi lain kami berharap agar Polda Sulsel memberikan atensi terhadap kasus ini”.

Lebih lanjut Merayati Amin, S.H. mengatakan bahwa “dengan adanya pelaporan tersebut, terduga pelaku tidak hanya di proses secara etik, tetapi juga harus diproses melalui peradilan umum untuk dimintai pertanggungjawaban pidana seadil – adilnya.”

Narahubung :
Mirayati Amin, S.H. (0853-4258-9061 – LBH Makassar)
Ridwan, S.H., M.H. (0852-5555-3776 – LBH Makassar)
Muhammad Ansar, S.H. (081241163839- LBH Makassar

Categories
EKOSOB

Bupati Bulukumba Hanya Tahu Menggusur, Menunjukkan Rendahnya Komitmen Pemenuhan HAM

Warga korban penggusuran Pantai Merpati kelurahan Terang-Terang, Kecamatan Ujung Bulu, Bulukumba kembali merasakan intimidasi dilokasi pengungsian. Senin, 21 Maret 2022, mereka didatangi Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) yang meminta agar warga mengosongkan lokasi pengunsian.

Ini bukan pertama kali, warga mengalami pengusiran. Sebelumnya pada tanggal 9 Maret 2022 warga didatangi oleh petugas Dinas Tata Ruang dan Perumahan bersama Satpol PP yang mencoba mengusir mereka yang mengungsi di lokasi sentra kuliner Bulukumba. Upaya itu gagal dan mereka mengancam akan kembali datang untuk mengusir warga yang masih bertahan.

Setidaknya terdapat 22 KK warga yang berada dipengungsian selama hampir 2 bulan lamanya, sejak rumah mereka diratakan dengan alat berat pada 31 Januari 2022, demi ambisi Bupati Bulukumba merealisasikan pembangunan Water Front City. Terdapat ratusan warga yang mengalami penggusuran dan harus kehilangan tempat tinggal.

Mereka tidak punya pilihan selain tetap berada di lokasi pengungsian. Selain tidak memiliki tempat tinggal, warga juga masih menggantungkan mata pencaharian sebagai pemulung rumput laut. Selama berada dilokasi pengungsian pun, warga tidak mendapat bantuan dan perhatian yang layak dari Pemerintah Bulukumba.

Upaya pengusiran warga ini menjadi penanda bahwa Bupati Bulukumba sebagai penanggung jawab Pemerintahan di Kabupaten Bulukumba, memang  tidak memiliki komitmen terhadap pemenuhan dan perlindungan hak asasi manusia dan tidak bisa menjalankan pemerintahan sebagaimana mestinya. Bahkan mengorbankan dan menelantarkan masyarakatnya sendiri.

Bupati Bulukumba hanya tahu menggusur, tapi tidak bisa memberi solusi atas penggusuran yang telah dilakukannya. Selama puluhan hari warga di lokasi pengungsian, harusnya Bupati hadir dan memberi solusi atas masalah ini.

Sementara itu, Rapat Dengar Pendapat (RDP) telah dilakukan pada senin, 15 Maret 2022 yang dihadiri oleh Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), organisasi perangkat daerah dan warga korban penggusuran.

Dalam rapat tersebut disepakati bahwa tidak akan ada pengusiran dari lokasi pengungsian sebelum adanya kepastian relokasi/hunian sementara sembari menunggu realisasi rumah nelayan yang dijanjikan pemerintah daerah Bulukumba pada tahun 2023.

Upaya pengusiran yang kembali dilakukan menunjukkan bahwa hasil RDP dan kesepakatan semua pihak diingkari begitu saja oleh Pemerintah Bulukumba.

Categories
SIPOL slide

Saksi Ahli Sebut Wartawan Asrul Tak Bisa Dijerat UU ITE

Sidang kasus UU ITE dengan terdakwa jurnalis media online Berita.News, Muhammad Asrul, kembali digelar di Pengadilan Negeri Palopo, Sulsel, Rabu (28/7). Agenda sidang menghadirkan saksi ahli UU ITE dari pihak Jaksa Penuntut Umum yakni Dr. Ronny.

Ronny yang hadir secara virtual menjelaskan, Asrul tidak dapat dijerat dengan UU ITE apabila Dewan Pers sudah menyatakan bahwa berita yang dibuat Asrul dan tayang di portal Berita.News merupakan produk jurnalistik.

“Apabila Berita.News punya legalitas sebagai media dan berita yang diperkarakan tersebut dinyatakan sesuai kaidah jurnalistik oleh Dewan Pers, maka hal itu tidak bisa diproses menggunakan UU ITE, melainkan UU Pers,” ujar Ronny.

Asrul dijerat UU ITE setelah lima berita yang dia tayangkan di Berita.News dilaporkan Kepala BKPSDM Kota Palopo, Farid Kasim Judas. Asrul dianggap mencemarkan nama baik eks Ketua KNPI Palopo itu karena diduga menyebarkan berita bohong melalui akun media sosialnya. Kasus ini telah bergulir sejak 2019 dan Asrul sempat ditahan.

Saat Majelis Hakim yang diketuai Hasanuddin mempertanyakan apakah berita yang dibuat Asrul memenuhi unsur ujaran kebencian dan penghinaan, Ronny mengaku tidak kapasitas untuk menilai hal tersebut.

Sementara, Penasehat Hukum Asrul dari LBH Makassar, Azis Dumpa, menilai Ronny tidak memiliki legal standing untuk menjadi saksi Ahli Kasus ITE. Alasannya, dia bukan merupakan Penyidik Pegawai Negeri Sipil dari Kementrian Kominfo.

“Padahal berdasarkan UU ITE, KUHP dan Peraturan Kominfo tentang Administrasi Penyidikan dan Pendakan Bidang ITE, harusnya ahli ITE adalah PPNS Kominfo saksi ahli JPU justru sarjana komputer dan Dosen di Sekolah Tinggi Ekonomi (STIE) Perbanas Surabaya,” kata Azis Dumpa.

Nama Ronny juga diketahui menjadi saksi ahli yang dimintai keterangan oleh penyidik Polda Sulsel saat membuat berita acara pemeriksaan (BAP) Muh. Asrul pada 2019 lalu.

Kasus Asrul Tak Mencerminkan Langgar Asas Peradilan Cepat

Sidang wartawan Asrul harus dengan agenda mendengar keterangan ahli harus ditunda hingga satu bulan lebih karena JPU dari Kejari Palopo tak bisa menghadirkan saksi. Laman SIPP PN Palopo mencatat, sidang dengan agenda keterangan ahli mulai dijadwalkan sejak 2 Juni 2021.

Selain ketidak siapan JPU, diketaui sidang kasus ini juga sempat ditunda karena Ketua Majelis Hakim yakni Hasanuddin sempat sakit dan PN Palopo punya agenda internal.

Azis Dumpa yang juga Wakil Direktur LBH Makassar menilai, berlarut-larutnya sidang UU ITE ini melanggar asas peradilan. Apalagi ia dan kliennya tersebut harus datang dari Kota Makassar yang jaraknya 360 Km dari lokasi persidangan.

“Kami menyoroti ketidaksiapan JPU menyiaplan ahli Dewan Pers sehingga sidangnya kembali ditunda menjadi semakin berlarut-larut dan melanggar asas peradilan cepat dan biaya murah,” tegas Azis.

Diketahui, JPU pada sidang tadi menghadirkan ahli dari Dewan Pers secara virtual. Namun yang bersangkutan belum bisa memberikan keterangan sebab belum mengantongi surat izin dari Dewan Pers. Sidang pun diijadwalkan berlanjut pada Kamis, 29 Juli besok.

 

 

Catatan: Berita ini telah terbit di media online kabarmakassar.com edisi 28 Juli 2021

Categories
SIPOL slide

Saksi Ahli Sebut Wartawan Asrul Tak Bisa Dijerat UU ITE

Sidang kasus UU ITE dengan terdakwa jurnalis media online Berita.News, Muhammad Asrul, kembali digelar di Pengadilan Negeri Palopo, Rabu (28/7/2021).

Agenda sidang menghadirkan saksi ahli UU ITE dari pihak Jaksa Penuntut Umum yakni Dr. Ronny.

Ronny yang hadir secara virtual menjelaskan, Asrul tidak dapat dijerat dengan UU ITE apabila Dewan Pers sudah menyatakan bahwa berita yang dibuat Asrul dan tayang di portal Berita.News merupakan produk jurnalistik.

“Apabila Berita.News punya legalitas sebagai media dan berita yang diperkarakan tersebut dinyatakan sesuai kaidah jurnalistik oleh Dewan Pers, maka hal itu tidak bisa diproses menggunakan UU ITE, melainkan UU Pers,” ujar Ronny.

Asrul dijerat UU ITE setelah lima berita yang dia tayangkan di Berita.News dilaporkan Kepala BKPSDM Kota Palopo, Farid Kasim Judas. Asrul dianggap mencemarkan nama baik eks Ketua KNPI Palopo itu karena diduga menyebarkan berita bohong melalui akun media sosialnya. Kasus ini telah bergulir sejak 2019 dan Asrul sempat ditahan.

Saat Majelis Hakim yang diketuai Hasanuddin mempertanyakan apakah berita yang dibuat Asrul memenuhi unsur ujaran kebencian dan penghinaan, Ronny mengaku tidak kapasitas untuk menilai hal tersebut.

Sementara itu, Penasehat Hukum Asrul dari LBH Makassar, Azis Dumpa, menilai Ronny tidak memiliki legal standing untuk menjadi saksi Ahli Kasus ITE.

Alasannya, dia bukan merupakan Penyidik Pegawai Negeri Sipil dari Kementrian Kominfo.

“Padahal berdasarkan UU ITE, KUHP dan Peraturan Kominfo tentang Administrasi Penyidikan dan Pendakan Bidang ITE, harusnya ahli ITE adalah PPNS.

Kominfo saksi ahli JPU justru sarjana komputer dan Dosen di Sekolah Tinggi Ekonomi (STIE) Perbanas Surabaya,” kata Azis Dumpa.

Nama Ronny juga diketahui menjadi saksi ahli yang dimintai keterangan oleh penyidik Polda Sulsel saat membuat berita acara pemeriksaan (BAP) Muh. Asrul pada 2019 lalu.

Kasus Asrul Tak Mencerminkan Langgar Asas Peradilan Cepat

Sidang wartawan Asrul harus dengan agenda mendengar keterangan ahli harus ditunda hingga satu bulan lebih karena JPU dari Kejari Palopo tak bisa menghadirkan saksi. Laman SIPP PN Palopo mencatat, sidang dengan agenda keterangan ahli mulai dijadwalkan sejak 2 Juni 2021.

Selain ketidak siapan JPU, diketahui sidang kasus ini juga sempat ditunda karena Ketua Majelis Hakim yakni Hasanuddin sempat sakit dan PN Palopo punya agenda internal.

Azis Dumpa yang juga Wakil Direktur LBH Makassar menilai, berlarut-larutnya sidang UU ITE ini melanggar asas peradilan. Apalagi ia dan kliennya tersebut harus datang dari Kota Makassar yang jaraknya 360 Km dari lokasi persidangan.

“Kami menyoroti ketidaksiapan JPU menyiaplan ahli Dewan Pers sehingga sidangnya kembali ditunda menjadi semakin berlarut-larut dan melanggar asas peradilan cepat dan biaya murah,” tegas Azis.

Diketahui, JPU pada sidang tadi menghadirkan ahli dari Dewan Pers secara virtual. Namun yang bersangkutan belum bisa memberikan keterangan sebab belum mengantongi surat izin dari Dewan Pers. Sidang pun dijadwalkan berlanjut pada Kamis, 29 Juli besok.

 

Catatan: Bertita ini telah terbit di media online onlineluwuraya.co.id edisi 28 Juli 2021

Categories
SIPOL slide

LBH: Polisi Mau Hentikan Kasus Penembakan Tiga Warga Barukang

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kota Makassar menerima informasi bahwa penyidik Direktorat Kriminal Umum Polda Sulsel bakal menghentikan kasus penembakan tiga warga di Jalan Barukang, Kecamatan Ujung Tanah.

Peristiwa penembakan terjadi pada 30 Agustus 2020. Satu dari tiga korban, yakni AJ, akhirnya meninggal karena luka tembak di kepala.

“Setelah sekian lama mandek, kini Polda Sulsel selaku penyidik mengklaim akan menghentikan perkara dengan dalih para pelaku sudah berdamai dengan para korban,” kata penasihat hukum keluarga korban Salman Aziz dalam keterangan tertulisnya, Selasa (27/7/2021).

1. Keluarga korban bantah telah berdamai dengan kepolisian

Dalam surat yang diterima LBH Makassar, Polda Sulsel memberikan klarifikasi bahwa kasus ini awalnya layak ditingkatkan dari tahap penyelidikan ke penyidikan karena terdapat bukti permulaan yang cukup. Mulai dari keterangan saksi dan alat bukti.

“Namun penyelidikan rencana akan dihentikan karena ketiga korban atau pelapor merasa tidak keberatan dan merasa tidak dirugikan lagi karena telah menempuh penyelesaian secara kekeluargaan,” ungkap Salman.

Salman menyatakan keluarga korban yang tewas membantah telah berdamai dengan kepolisian. Keluarga justru menuntut dan mendesak agar kasus tersebut dilanjutkan. Salman menilai, sejak awal telah ada indikasi kasus ini akan dihentikan dengan cara mengulur-ngulur waktu atau mendiamkan laporan korban (undue delay).

“Hal ini terbukti pada klarifikasi Polda Sulsel dalam surat hasil pemeriksaan Kompolnas dan Ombudsman RI kepada LBH Makassar,” Salman menjelaskan.

2. Keluarga korban ingin pelaku penembakan dihukum secara adil

LBH mengklarifikasi langsung klaim kepolisian kepada keluarga korban. Mereka disebut menyayangkan karena 11 terduga pelaku penembakan cuma dijatuhi sanksi disiplin.

“Sementara proses pidana justru akan dihentikan. Keinginan keluarga, pelaku dihukum sebagaimana hukum yang berlaku,” kata Salman menirukan pendapat keluarga korban.

“Ituji mauta. Masa mati anakta mati begituji? Tidak dihukum pelakunya? Tidak masuk akal,” dia melanjutkan.

3. Rencana SP3 dinilai sebagai tindakan melawan hukum

LBH menilai rencana SP3 Polda Sulsel dengan alasan penyelesaian secara kekeluargaan adalah tindakan melawan hukum. Pasalnya, kata Salman, perkara yang dilaporkan bukan delik aduan yang memungkinan penghentian proses hukum.

LBH juga menduga bahwa ke-11 terlapor anggota kepolisian turut serta berbuat pidana, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 338 KUHPidana subsidair 170 KUHPidana jucnto Pasal 351 juncto Pasal 55 juncto Pasal 56 KUHPidana.

“Sehingga bahkan pun ada pencabutan laporan, penyidik tetap berwenang dan berkewajiban untuk memproses perkara tersebut,” katanya.

Menurut Salman restorative justice hanya dapat diterapkan dalam kategori tindak pidana ringan (Tipiring). Aturan itu tertuang dalam Pasal 205 Ayat (1) KUHAP.

“Yang ancaman hukumannya tiga bulan penjara atau kurungan,” ucap Salman.

4. Polda Sulsel masih bungkam

Kepala Bidang Humas Polda Sulsel Kombes E Zulpan tidak merespons upaya konfirmasi dari jurnalis. Pesan singkat lewat pesan WhatsApp hanya dibaca dan tidak ditanggapi. Begitu juga saat konfirmasi berulangkali melalui sambungan telepon.

Menurut Salman, Polda Sulsel tak bersikap transparan dalam menangani perkara ini. LBH Makassar mendesak Kapolri mengevaluasi jajaran penyidik Polda Sulsel yang menangani kasus ini.

“Dikarenakan upaya yang ditempuh dalam kasus ini merupakan tindakan melawan hukum dan diduga kuat sebagai maladmanistrasi,” katanya.

 

Catatan: Berita ini telah terbit di media online sulsel.idntimes.com pada 27 Juli 2021.