Categories
Perempuan dan Anak

Jaksa Penuntut Umum Gagal Memahami Kekerasan Berbasis Gender (KBG) dalam Melakukan Penuntutan

Dalam Duplik Penasehat Hukum R (Terdakwa) yang dilaksanakan di Pengadilan Negeri Makassar pada tanggal 8 Mei 2023. Kuasa Hukum R menyampaikan beberapa pandangan bahwa fakta peristiwa yang terungkap dalam persidangan adalah respons yang diberikan oleh Terdakwa akibat adanya relasi kuasa yang timpang dimana Terdakwa berada dalam relasi kuasa yang inferior. Terdakwalah yang telah kerap kali mengalami kekerasan dalam Rumah Tangga,  yang membuat kondisi mental dan psikisnya  tertekan dan labil, sehingga mempengaruhi responnya terhadap situasi yang dialami. 

Yang dimaksud dalam hal ini Jaksa Penuntut Umum gagal dalam memahami konteks masalah yakni adanya kekerasan berbasis gender yang titik berangkatnya ada relasi kuasa yang timpang yang dialami oleh R.

Bahwa dalam Peraturan MA No. 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan berhadapan dengan Hukum, harus pula melihat Relasi Kuasa di mana relasi kuasa diartikan sebagai relasi yang bersifat hierarkis, ketidaksetaraan dan/ atau ketergantungan status sosial, budaya, pengetahuan pendidikan dan/ atau ekonomi yang menimbulkan kekuasaan pada satu pihak terhadap pihak lainnya dalam konteks relasi antar gender sehingga merugikan pihak yang memiliki posisi lebih rendah.

Terlebih lagi JPU abai terhadap Pedoman Kejaksaan No. 1 Tahun 2021 tentang Akses Keadilan bagi Perempuan dan Anak dalam Penanganan Perkara Pidana. Secara khusus pada bagian D angka 1 huruf c, d, e yang menyatakan bahwa:

c. untuk perempuan pelaku dan/ atau anak yang melakukan tindak pidana namun terdapat keadaan seperti:

  1. Riwayat kekerasan yang pernah dialami pada waktu melakukan atau pada saat tindak pidana terjadi;
  2. Keadaan psikologi/jiwa pada waktu melakukan atau sebagai akibat tindak pidana;
  3. Kondisi stereotip gender yang membuat terikat pada posisi atau kedudukan tertentu dalam keluarga dan/atau masyarakat;
  4. Hubungan dominasi yang menempatkan sebagai subordinasi dan/atau;
  5. Kondisi lain yang melatarbelakangi melakukan tindak pidana atau bereaksi terhadap tindak pidana

Penuntut umum membangun kausalitas antara keadaan sebagaimana dimaksud pada angka 1 sampai angka 5 dengan didukung oleh keterangan, laporan ahli, keterangan pekerja sosial, dan/atau laporan sosial, serta persesuaian alat bukti sesuai dengan fakta hukum dihubungkan dengan tindak pidana.

d. Dalam hal terdapat kausalitas antara huruf c maka tindak pidana yang dilakukan oleh perempuan pelaku dan/atau anak dapat menjadi alasan pembenar atau alasan yang meniadakan kesalahan

e. Dalam hal terdapat kausalitas antara huruf c , tapi terdapat alasan pembenar atau alasan yang meniadakan kesalahan maka penuntut umum mempertimbangkan sebagai keadaan yang meringankan.

Berdasarkan PERMA diatas, sepatutnya JPU mengurai Fakta secara detail, dan dengan tidak melihat respon Terdakwa dalam peristiwa adalah merupakan kejadian tunggal melainkan akumulasi peristiwa kekerasan yang dialami R selama menjalankan hubungan rumah tangga.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *