Catatan LBH Makassar #Mayday2025
Makassar, 1 Mei 2025. Seluruh dunia kembali secara serentak turun ke jalan. Momentum ini tentu tidak lepas dari keringat buruh yang memperjuangkan pengurangan jam kerja. Hal ini juga sebagai milestone dan catatan sejarah kemenangan kelas pekerja dalam merebut haknya.
Namun, kondisi khususnya di Indonesia sedang mengalami situasi yang di mana pemerintah mencoba melawan balik hasil perjuangan buruh, mengingat kondisi kelas pekerja di Indonesia sedang berada dalam tekanan jam kerja berlebihan, upah murah, mudah mengalami PHK. Kondisinya semakin diperparah sejak disahkan UU CIpta Kerja yang dimana semakin rentannya posisi buruh dalam lingkup pekerjaannya, jika mengacu pada ketentuan UU Cipta Kerja yang dimana semua jenis pekerjaan itu dapat dialihdayakan. Praktik ini sangat masif terjadi, implikasinya adalah buruh dapat dikontrak seumur hidup dan sangat mudah untuk di PHK.
Angin segar setidaknya hadir pasca putusan MK 168/PUU-XXI 2023, ringkasnya putusan tersebut mensyaratkan bahwa UU Cipta kerja harus direvisi kembali. Lalu, seperti apa kelas pekerja dalam mengambil posisi terhadap putusan penting ini? Secara kelembagaan memandang, ini merupakan celah persatuan dalam merebut kesejahteraan bersama sebagai buruh di Indonesia. Berkaca pada kondisi, UU Ketenagakerjaan di yang ada sangat tidak berpihak pada kepentingan publik.
Melalui momentum Mayday 2025, kami tentu selalu mengingat para pekerja disabilitas, ojek online, pekerja kreatif, buruh harian lepas, pekerja seni, tenaga honorer, pekerja dengan ragam gender dan masih banyak lagi pekerja yang lain, seringkali mendapatkan tindakan diskriminasi di dunia kerja. UU Ketenagakerjaan tidak mengakomodir kehadiran teman-teman yang disebutkan di atas tentu harus diperjuangkan posisinya dalam dunia kerja.
Kita harus melawan narasi negara, menciptakan satu makna bersama yang bersifat inklusi dan tunduk pada prinsip hak asasi manusia. UU Ketenagakerjaan yang baru harus mengakomodir kepentingan kelas pekerja.
Dunia kerja yang kita inginkan adalah dunia kerja yang aksesibel bagi seluruh pekerja disabilitas, ramah terhadap ragam gender, kebebasan berserikat, upah layak, ruang aman bagi buruh perempuan, pengakuan terhadap pekerja ojek online, perlindungan terhadap phk massal, jaminan sosial dan kesehatan.
Lalu, dimana celah persatuan?
DPR dan Pemerintah diberikan batas waktu selama dua tahun pasca Putusan MK. Artinya melalui rentang waktu dua tahunlah konsensus serta referendum kebijakan harus hadir ditengah keseharian kita. Aturan yang selama ini menghempas kita ke jurang penderitaan harus kita hapuskan. Kita harus menyusun narasi tanding, mendorong pertemuan di serikat buruh, ruang rapat kerja dosen, kantor-kantor, pabrik-pabrik, mencuri momen sehabis bekerja untuk berdiskusi bersama-sama.
Kami membayangkan, akan ada setidaknya pertemuan besar di Kota Makassar untuk rembuk bersama, mendorong referendum kebijakan yang menjadi representasi Buruh di Kota Makassar untuk Draft UU Ketenagakerjaan. Rembuk ini harus didukung oleh seluruh elemen rakyat, termasuk kelompok rentan yang menjadi solidaritas terhadap buruh di Indonesia.
Agar tidak ada satupun yang tersingkirkan, semua berhak untuk bersuara, memberikan kritik terbuka serta masukan, menyusun bersama, mengimajinasikan bersama–seperti apa dunia kerja yang layak bagi kita semua. Tentu ujung dari perjuangan tidak dapat kita janjikan namun – proses yang diusung secara bersama-sama adalah jalan menuju ke arah yang lebih baik.
Terakhir, letupan perjuangan Haymarket setidaknya mengajarkan kita hingga kini kita rasakan bersama dengan berkurangnya jam kerja. Lalu, kedepannya kita melihat ada celah baru untuk menaikkan level kesejahteraan sudah sepatutnya untuk kita sambut dan rayakan bersama. Karena tidak akan ada narasi keberpihakan jika UU Ketenagakerjaan yang baru lahir dari rahim oligarki, pemilik modal, pemerintah dan DPR.
Mari kita rebut dan bangun narasi tanding!
Buruh se Kota Makassar, bersatulah!
Hormat kami
Pengurus YLBHI – LBH Makassar