Pembenahan sektor Pengadaan Barang/ Jasa (PBJ) menjadi salah satu prioritas utama pemerintah dalam rangka meningkatkan pembangunan, pelayanan publik, serta pencegahan korupsi. Perhatian ini dapat kita lihat dari sejumlah agenda serta upaya pembenahan terkait PBJ, misalnya sebagaimana tercantum dalam rencana strategi nasional pemberantasan korupsi, rencana aksi reformasi birokrasi, dan rencana aksi nasional Open Government Indonesia (OGI). Upaya pembenahan PBJ ini misalnya terkait dengan keterbukaan kontrak, penguatan implementasi PBJ dan pembayaran berbasis elektronik, pemanfaatan data beneficial ownership (BO), dan lainnya.
Pembenahan PBJ ini tidak lepas dari persoalan korupsi sektor PBJ yang berdampak dahsyat pada pelayanan publik dan pembangunan. Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat bahwa 1.335 dari 2.760 (48,3%) kasus korupsi yang ditindak aparat penegak hukum sepanjang 2016 sampai 2021 berkaitan dengan proses PBJ.1 Kasus tersebut menimbulkan kerugian negara sedikitnya Rp 5,3 triliun. Sejalan dengan data tersebut, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga merilis bahwa korupsi PBJ merupakan jenis perkara kedua terbanyak setelah penyuapan. Sejak 2004 hingga 2020, 22,2% kasus yang ditangani KPK sejak 2004 hingga 2020 merupakan korupsi PBJ.2 Angka tersebut diduga lebih tinggi mengingat banyak kasus penyuapan juga terkait dengan proses PBJ.