Mamuju Tengah, 6 Maret 2025. Polda Sulawesi Barat layangkan panggilan klarifikasi untuk tiga orang warga yang sedang berjuang melawan tambang pasir PT. Alam Sumber Rezeki (PT. ASR) atas potensi kerusakan ekosistem laut di Desa Karossa.
“Kami menilai, pemanggilan terhadap pengaduan yang dibuat oleh perusahan yang berujung pada pemanggilan terhadap ketiga 3 orang warga oleh Polda Sulbar, tidak lain adalah skema perusahaan untuk membungkam protes warga terhadap aktivitas penambangannya,” ungkap Muhammad Ansar, Koordinator Advokasi LBH Makassar.
Hal ini dipicu pada aksi blokade yang dilakukan oleh Aliansi pada tanggal 27 Februari 2025. Warga menilai kedua pihak perusahaan abai terhadap kesepakatan yang telah diputus di Kantor DPRD Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) tertanggal 16 Januari 2025
Anwar S, Rosnia AB dan Aminuddin merupakan Warga yang mendapatkan panggilan oleh Polda Sulbar dalam kesehariannya beraktivitas langsung disekitar perairan Karossa. Hubungan langsung Warga dengan wilayah perairan ini merupakan keterkaitannya dengan sumber mata pencaharian mereka. Aksi protes adalah reaksi dari ingkarnya perusahaan atas kesepakatan bersama.
Berdasarkan hasil mediasi, telah disepakati beberapa kesepakatan bersama. Pertama, tidak ada aktivitas pertambangan oleh kedua perusahaan hingga terdapat upaya evaluasi dari pihak terkait. Kedua, masyarakat tidak melakukan upaya-upaya lain sebelum dan setelah adanya kesimpulan dalam upaya lembaga DPRD Provinsi Sulbar untuk mengkroscek lebih jauh tentang permasalahan yang timbul di Masyarakat.
Ketiga, DPRD Provinsi merekomendasikan kepada OPD terkait melalui Gubernur Sulbar untuk mengevaluasi dokumen terbitnya perizinan tambang oleh PT Alam Sumber Rezeki dan PT. Yakusa Tolelo Nusantara untuk ditindaklanjuti sesuai aturan yang berlaku. Terakhir, DPRD Provinsi akan melakukan kunjungan kerja ke lokasi tambang yang dimaksud.
“Aparat kepolisian, dalam hal ini Polda Sulbar, masuk dan ikut terlibat dalam skema pembungkaman protes warga dengan memanggil ketiga Warga tersebut. Padahal apa yang dilakukan oleh warga, tidak lain adalah upaya untuk mempertahankan ruang hidupnya serta menjaga lingkungan hidup yang terancam hancur akibat aktivitas penambangan. Kalau proses hukum terhadap ketiga orang ini terus dilakukan oleh Polda Sulbar, maka ini hanya akan menambah catatan buruk penegakan hukum,” tambah Ansar.
Dalam surat undangan dari Polda Sulbar memuat dugaan dan tuduhan kepada warga bahwa telah melakukan pengancaman dan pengrusakan sebagaimana pasal 335 sub 406 KUHP.
Tindakan warga memblokade dan mengusir kapal tambang milik PT ASR bukan tanpa alasan. Muara yang merupakan wilayah pertambangan merupakan titik sumber pencaharian masyarakat yang di mana sekitar 90 persen warga merupakan pelaku profesi sebagai nelayan. Sebelumnya telah ada kesepakatan dari hasil rapat dengar pendapat DPRD provinsi yang pada intinya tidak boleh ada aktivitas perusahaan sampai adanya kesimpulan.
Aktivitas pertambangan dinilai merupakan ancaman bagi 5 Desa dari 2 Kabupaten. Masing-masing adalah Desa Budong-Budong, Desa Babana, Desa Karossa di Kab. Mamuju Tengah dan Desa Sarassa, Desa Dapurang di Kab. Pasangkayu.
Warga menilai ancamannya berupa potensi abrasi, hilangnya wilayah tangkap nelayan, serta merusak habitat hewan di dasar laut. Informasi yang beredar, PT. Alam Sumber Rezeki mengantongi izin dengan luas 69, 85 Ha di Desa Karossa. Sedangkan PT. Yakusa Tolelo Nusantara seluas 25.00 Ha di Desa Budong-Budong.
***
Narahubung:
Pusat Informasi Resmi: +62 851-7448-2383 (LBH Makassar)