Saat ini pemerintah dan partai-partai berkuasa sedang melancarkan aksi untuk memperpanjang masa jabatan atau melakukan perubahan UUD 1945 terkait masa jabatan presiden menjadi 3 periode.
Di mulai dari pernyataan berbagai ketua partai tentang perlunya memperpanjang masa jabatan presiden, hingga mengumpulkan para kepala desa untuk mendukung 3 periode masa jabatan presiden, tidak sampai di situ, dorongan amandemen UUD 1945 juga mengemuka untuk memuluskan aksi 3 periode masa jabatan presiden.
Aksi dalam mendorong perubahan masa jabatan presiden atau penundaan pemilu tentu saja akan membahayakan bagi Negara Hukum dan Demokrasi.
Sangat wajar jika Mahasiswa dan elemen gerakan Rakyat kembali menemukan peran sejarahnya dalam membela kepentingan rakyat dan mengontrol kekuasaan.
Gerakan mahasiswa kali ini tidak hanya menolak penundaan pemilu dan amandemen UUD 1945 untuk mengubah masa jabatan presiden, tapi juga menyuarakan persoalan kenaikan harga-harga kebutuhan pokok dan persoalan ekonomi lainnya sehingga menjadi pemicu munculnya kekerasan dibeberapa wilayah dan gagal diselesaikan Negara.
Berkaca pada aksi-aksi demonstrasi mahasiswa sebelumnya, sejak gerakan #reformasidikorupsi tahun 2019, gerakan yang dimotori oleh mahasiswa selalu mendapat represif aparat keamanan, tidak hanya represi saat aksi, kriminalisasi bahkan beberapa mahasiswa juga mendapatkan represi berupa peretasan akun media sosial.
Aksi unjuk rasa menyampaikan pendapat dimuka umum sebagai perwujudan kebebasan berekspresi adalah bagian Hak Asasi Manusia yang dilindungi oleh Konstitusi (Pasal 28E UUD 1945) dan berbagai aturan turunannya, (UU 39 Tahun 1999 Tentang HAM, UU Nomor 12 Tahun 2005 Tentang ratifikasi Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik, UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, Perkap tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian, dsb.), karenanya kewajiban mutlak Negara menghormati dan melindunginya tanpa terkecuali.
Atas dasar tersebut di atas, demi menjamin terpenuhinya penikmatan Hak Kebebasan Berpendapat dan Berkumpul, kami Koalisi Bantuan Hukum Rakyat (KOBAR) yang terdiri dari Organisasi-Organisasi Bantuan Hukum bersama Organisasi-organisasi Masyarakat Sipil menyatakan sikap:
Pertama, memberikan dukungan kepada mahasiswa dan seluruh elemen rakyat yang melakukan aksi demonstrasi pada tanggal 11 April 2022, sebagai perwujudan hak kebebasan berkumpul, berekspresi, dan berpendapat termasuk menyatakan pendapat di Muka Umum yang merupakan bagian Hak Asasi Manusia;
Kedua, mendesak Kapolda Sulsel untuk memastikan seluruh jajarannya dalam bertindak sesuai Hukum yang berlaku dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia, dengan tidak melakukan penangkapan, penyiksaan, perampasan barang, penggunaan kekuatan berlebihan, dan kriminalisasi, serta tindakan sewenang wenang lainnya terhadap peserta aksi.
Untuk itu, kami Koalisi Bantuan Hukum Rakyat (KOBAR) Makassar membuka posko bersama dalam rangka melakukan pemantauan atas segala potensi pelanggaran HAM dan memberikan pendampingan hukum kepada peserta aksi yang mengalami tindakan sewenang-wenang.
Makassar, 11 April 2022
KOBAR Makassar
Narahubung:
LBH Makassar (0853-4101-6455)
LBH APIK Sulsel (0812-4284-3387)
PBH PERADI Makassar (0821-8823-8455 / 0812-4263-235)
YLBHM (0812-9018-7878)
PBHI Sulsel (0812-4288-8801)
LBH Pers Makassar (0852-5551-4450)
LKBH Unsa Makassar (0852-4208-4319)
KontraS Sulawesi (0896-9488-2873)
KPA Sulsel (081-242-632-35)
SP Anging Mammiri (0852-5595-5291)
ACC Sulawesi (0823-4557-9999)
Comments
No comment yet.