Babak Baru Pasca Kerusakan Lingkungan, Gelombang PHK Buruh Masif Terjadi di Kawasan Industri Bantaeng

Makassar, 12 Maret 2023. Krisis air bersih dan polusi udara merupakan kondisi sehari-hari yang dirasakan oleh Warga yang tinggal disekitar Kawasan Industri Bantaeng akibat dari aktivitas perusahaan yang bergerak dalam industri nikel. Cerita baru muncul dan dirasakan oleh warga dengan adanya pemutusan hubungan kerja di PT. Huadi Nickel Alloy.

Sejak akhir tahun 2024 hingga 2025, PT Huadi Group Bantaeng telah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara bertahap. Pada akhir Desember 2024, sebanyak 19 buruh mengalami PHK, disusul awal Januari 2025 sebanyak 15 buruh. 

Gelombang PHK terus berlanjut hingga awal Maret 2025, dengan tambahan 24 buruh yang diputus kontraknya. Dengan demikian, total pekerja yang terdampak dalam kurun waktu tersebut mencapai 58 orang. 

“Kehadiran Kawasan Industri Bantaeng telah membawa petaka, yang digadang-gadang akan memberikan kesejahteraan malah jungkir balik. Nyatanya, sumbangsi kerusakan lingkungan masif sekali hingga gelombang PHK yang menunjukkan angka yang terus membengkak,” tegas Hasbi Assidiq, Koordinator Ekosob LBH Makassar. 

Gelombang PHK ini tidak hanya berdampak pada kehilangan mata pencaharian bagi para buruh, tetapi juga menimbulkan permasalahan terkait hak upah dan jam lembur yang tidak sesuai.

Permasalahan ini direspon oleh Warga yang tergabung dalam Koalisi Pemerhati Ketenagakerjaan (KaPeKa) dengan mendorong adanya Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Anggota Komisi B DPRD Bantaeng. 

Dalam RDP yang berlangsung di Ruang Rapat Komisi B DPRD Bantaeng (10/3), KaPeKa juga turut menyoroti  permasalahan lainnya yang dihadapi para pekerja. Beberapa diantaranya dugaan mekanisme PHK yang dinilai sepihak, serta minimnya peran pemerintah daerah dalam memastikan perlindungan terhadap hak-hak buruh di kawasan industri tersebut.

Pemerintah harus memastikan perusahaan membayar pesangon kepada seluruh pekerja yang terkena PHK. Selain itu, juga memastikan pembayaran kekurangan upah pokok pekerja untuk bulan Januari dan Februari 2025 sesuai dengan SK Gubernur Nomor 1423/XII/2024 tentang Penetapan UMP Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2025” ujar perwakilan KaPeKa dalam forum tersebut.

Gelombang PHK ini muncul akibat kondisi perusahaan yang bercokol di KIBA sudah tidak beroperasi. Perwakilan pihak PT Huadi, yang diwakili oleh Andi Adrianti Latippa, dalam forum RDP ini menyampaikan bahwa PHK di pabrik Wuzhou tahap dua dilakukan karena pabrik tidak lagi beroperasi. 

Namun perusahaan akan tetap mempertahankan bagian yang masih bisa berjalan. Meski begitu ia menegaskan bahwa proses PHK tetap akan berlanjut karena kondisi perusahaan yang tidak lagi mampu bertahan, meskipun pihaknya akan tetap berupaya agar operasional tidak sampai tutup sepenuhnya.

Cerita kerugian terus merantai dalam kisah keseharian para Warga yang tinggal di sekitar KIBA. Kondisi yang dihempas dari kerusakan lingkungan membuat hanya ada satu pilihan yakni menjadi buruh di dalam perusahaan.

Faktanya, kenyataan pahit terus menghantui. Babak baru – pemecatan satu persatu pekerja telah dirasakan oleh Warga yang bekerja di dalam Perusahaan dan angka kian hari terus bertambah. Penyingkiran secara cepat berlangsung, dan Warga tidak memiliki pilihan untuk hidup setidaknya nyaman di lingkungan sekitar Perusahaan.

Bagikan

Rilis Pers Lainnya

Randi Rian 1
Dua Bersaudara, Buruh Harian Lepas Dituduh sebagai Dalang Kerusuhan 29 Agustus Mengajukan Gugatan Pra Peradilan
P1760357
Open Letter for Chinese Embassy in the Republic of Indonesia
Untitled-2
Terlapor Telah Mengakui Perbuatannya, Namun Polres Wajo Tetap Membiarkan Kasus Kekerasan Seksual hingga Berlarut-larut
Skip to content