Workshop Penguatan Kapasitas PK Bapas, Upaya Mengurangi Kepadatan Penghuni Rutan dan Lapas Lewat Restorative Justice

LBH Makassar bekerjasama dengan The Asia Foundation atas dukungan AIPJ2 menyelenggarakan Workshop Perumusan Rekomendasi Stakeholder Model Penguatan Kapasitas PK Bapas Sebagai Upaya Mengurangi Kepadatan Penghuni Rutan dan Lapas, Rabu (28/2). Bertempat di Four Points By Sheraton Hotel Makassar, kegiatan tersebut menghadirkan sejumlah pihak terkait untuk membahas penanggulangan kepadatan Lapas dan Rutan dengan penerapan restorative justice melalui penguatan peran PK Bapas.

Kegiatan diawali dengan sambutan dari Kepala Kantor Kementerian Hukum dan HAM Wilayah Provinsi Sulsel, Sahabuddin Kilkoda, dan Direktur Program Hukum The Asia Foundation Indonesia, Doddy Kusadrianto. Dilanjutkan dengan diskusi panel yang dimoderatori oleh Suharno dari LBH Makassar. Empat orang pembicara yang hadir diantaranya Direktur Bimbingan Pemasyarakatan dan Pengentasan Anak Kementerian Hukum dan HAM RI, Junaedi BcIP SH MH, Direktur Center for Detention Studies M. Ali Aranoval, Wakil Kasat Reskrim Polrestabes Makassar Abdul Hakim, serta Direktur LBH Makassar Haswandy Andy Mas.

Dalam pemaparannya Junaedi menjelaskan peran Pemasyarakatan dalam sistem peradilan pidana. Pemasyarakatan tidak hanya berperan di bagian akhir, melainkan dalam integrated criminal justice system peran Pemasyarakatan ada pada pra-ajudikasi, ajudikasi, dan post-ajudikasi. Peran tersebut dilakukan melalui penerapan restorative justice yang ketentuannya telah ada di dalam UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), konsep tersebut diharapkan juga dapat diberlakukan kepada orang dewasa untuk menanggulangi persoalan kepadatan lapas.

Lebih lanjut papar Junaedi, fungsi PK Bapas sebagai bagian dari Pemasyarakatan secara khusus mencakup pendampingan klien anak, pembimbingan warga binaan, pengawasan dalam pelaksanaan rekomendasi PK Bapas, serta penelitian kemasyarakatan. Ia pun menekankan pentingnya penelitian kemasyarakatan untuk mengetahui latar belakang kehidupan warga binaan, sebagai panduan dalam rangka intervensi perlakuan maupun program oleh Kepala Lapas dan Kepala Rutan terhadap Warga Binaan. “Penelitian Kemasyarakatan (Litmas) adalah ‘kunci’ untuk masuk ke dalam karakter setiap klien, yang akan memudahkan semua petugas pemasyarakatan dalam melakukan intervensi (pelayanan/ pembinaan/ pembimbingan) terhadap yang bersangkutan. Sehingga penangan warga binaan itu berbasis riset/penelitian,” ungkapnya.

Selanjutnya Wakil Kasat Reskrim Polrestabes Makassar, Abdul Hakim, memaparkan tentang praktik penerapan restorative justice di kepolisian yang diinisiasi penyidik agar konflik masyarakat tidak berlanjut hingga pengadilan. “Meskipun bukan kasus anak, kami tetap mengupayakan adanya mediasi, misalnya di kasus penganiayaan.  Dalam prosesnya dilibatkan korban, pelapor, masyarakat, dan Binmas. Tapi kendalanya adalah pelapor tetap menginginkan pidana penjara terhadap pelaku”. Pola pikir masyarakat yang menganggap pidana penjara sebagai satu-satunya pembalasan ini diungkap Abdul Hakim kerap menjadi kendala.

Direktur Center for Detention Studies M. Ali Aranoval, menyatakan bahwa masyarakat harus peduli dengan latar belakang terjadinya suatu kejahatan. Sebab menurut Ali tindak kejahatan pada dasarnya berasal dari masyarakat, setelah pelaku kejahatan diproses hukum kemudian menjalani hukuman di lembaga pemasyarakatan, ia akan kembali lagi ke masyarakat. Oleh karena pelaku kejahatan adalah bagian dari masyarakat, maka pelibatan masyarakat dalam pemasyarakatan menjadi penting. Kaitannya dengan penerapan Restorative Justice, konsep ini tidak mengutamakan pembalasan dengan pidana penjara, namun menekankan pemulihan hubungan antara pelaku dengan korban dan masyarakatnya.

Direktur LBH Makassar Haswandy Andy Mas menambahkan hambatan lain yang berasal dari aparat penegak hukum (APH). Misalnya penerapan pasal oleh aparat penegak hukum pada kasus-kasus yang dapat tergolong tipiring atau dapat dilakukan diversi, namun justru dikenakan pasal lain sehingga tidak dapat diterapkan restorative justice. Selanjutnya ketidakpercayaan publik terhadap aparat penegak hukum sehingga upaya damai yang diinsiasi APH, meskipun itu diversi, sering disalahartikan bahwa aparat tersebut berpihak. Serta masih adanya kecenderungan penjatuhan pidana penjara pada pecandu dan korban penyalahguna narkotika, kendati paradigma hukum dalam melihat pengguna narkotika telah berubah dan ketentuan tentang rehabilitasi dalam perundang-undangan pun telah diatur.

Dalam hal ini bantuan hukum berperan dalam mengkondisikan hambatan-hambatan tersebut sehingga ikut berkontribusi dalam penanggulangan kepadatan lapas. “Di kasus narkotika misalnya, ada penelitian yang menujukkan bahwa persentase pengguna yang memperoleh bantuan hukum lebih banyak direhabilitasi dibandingkan dengan pengguna yang tidak memperoleh bantuan hukum,” tutupnya.

Peranan pihak terkait lainnya ikut dikembangkan di sesi kedua dalam diskusi peran strategis yang dipandu oleh Andi Yudha Yunus sebagai fasilitator. Sesi tersebut diikuti oleh para undangan yang terdiri dari perwakilan unsur Kanwil hukum dan HAM, Bapas, Kepolisian, P2TP2A, Organisasi bantuan hukum, PPDI sebagai organisasi penyandang disabilitas, Lembaga Perlindungan Anak, pekerja sosial, serta media. Para peserta merumuskan peran strategis lembaga dan kolaborasi yang bisa dilakukan dengan pihak terkait lain berdasar pada tupoksi masing-masing, dalam rangka mendorong penerapan restorative justice yang berdampak pada penanggulangan kepadatan lapas.

Kegiatan workshop berakhir dengan dihasilkannya sejumlah rekomendasi di antaranya; Peningkatan kapasitas PK Bapas berdasarkan tupoksinya, Membangun Sistem Koordinasi / kolaborsi pihak-pihak terkait, Mengupayakan penyadaran masyarakat tentang pentingnya partisipasi masyarakat dalam Sistem Pemasyarakatan, Mendorong peran media dalam pemberitaan yang berperspektif pelaku dan korban, serta membangun gerakan sosial dalam pendampingan masyarakat untuk tidak menekankan pada persoalan hukum.

Bagikan

Kegiatan Lainnya

WhatsApp Image 2024-10-21 at 16.20
LBH Makassar Temui Pjs Walikota Makassar, Pembentukan Gugus Tugas Layanan Pendukung Keadilan Restoratif akan Dipercepat
2024h
LBH Makassar Melaksanakan Pelatihan Mediator Keadilan Restoratif bagi Pemberi Layanan Hukum di Kota Makassar
Urgensi RKUHAP
Urgensi Penguatan Akses Keadilan pada Hukum Acara Pidana dalam Rangka Menyongsong Pemberlakuan KUHP Nasional
Skip to content