Dalam Rangka Memperingati Hari Tani yang jatuh pada tanggal 24 september 2018, Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) Wilayah Sul-sel mengadakan Seminar Agraria dengan tema ” Menapak Jalan Penyelesaian Konflik Agraria di Kab. Bulukumba” pada 22 September 2018, yang bertempat di Gedeung PKK Kabupaten Bulukumba. Kegiatan tersebut dihadiri oleh perwakilan masyarakat adat Kajang yang kini tengah berkonflik dengan PT. Lonsum. Selain pihak PT. Lonsum, masyarakat adat juga kini berhadapan dengan pemerintah terkait dengan penetapan Kawasan Taman Hutan Raya (TAHURA).
Dalam kegiatan tersebut, selaku Narasumber yakni Perwakilan pemerintah Daerah, Ketua Agra Bulukumba dan YLBHI LBH Makassar. Wakil Bupati, Tomy Satria Selaku Narasumber menyampaikan “salah satu aktor dari Konflik Agraria tersebut adalah PT. Lonsum yang mana kalau kita tahu, tahun ini keberadaan lonsum itu sudah 100 tahun atau satu abad ada di Bulukumba. Artinya masalah yang dihadapi warga juga sudah satu abad. PT. lonsum memang terkesan arogan, misalnya Pemda saja mau pinjam lokasi di PT. lonsum tidak di berikan”. Lanjut diam, “Pemda Bulukumba punya Perda CSR (Corporate Social Responsibility) atau tanggung jawab Sosial perusahaan dengan harapan perda tersebut mampu memberikan manfaat kepada masyarakat. Namun, nyatanya pihak PT. Lonsum sangat tertutup untuk membicarakan terkait pengelolaan CSR sekalipun beberapa kali kami panggil. Padahal dana CSR itu adalah kewajiban perusahaan dan bukan hadiah”. Akan tetapi menurut Tomy, memang melihat masalah konflik agraria di bulukumba tentu kita harus menemukan resolusi konflik yang terbaik semisal melakukan mediasi antara pihak Masyarakat adat dengan pihak PT. Lonsum dan saat ini tengah berjalan proses pembetukan Tim oleh Pemerintah Pusat dalam rangka penyelesaian masalah tersebut, tandasnya.
Firmansyah, dari YLBHI –LBH Makassar, menjelaskan bahwa “prinsipnya Hak Asasi itu tidak untuk dinegosiasikan, tetapi untuk di laksanakan oleh Negara. keberadaan Masyakarat adat yang mana telah diakui dengan dikeluarkanya SK dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada tahun 2016. Maka, keberadaan SK itu haruslah dilihat sebagai bentuk pelaksanaan penghormatan Negara terhadap Hak Asasi Manusia dalam hal ini hak-hak Masyakat adat“. Lebih lanjut, “jika mendengar curhatan pemerintah, maka kita tidak bisa banyangkan gimana posisi masayakat jika pemerintah saja tidak dihiraukan oleh PT. Lonsum.
Bahkan bebalnya PT. Lonsum tersebut terlihat ketika ada kesepakatan dengan pemerintah dengan masyarakat, kesepkatan tersebut selesai diatas meja namun di lapangan tidak ada perubahan sama sekali maka, tentu kami melihat bahwa keberadaan PT. Lonsum di bulukumba patut untuk dipertanyakan apakah masih pantas atau tidak PT. Lonsum ada di Bulukumba. Sesal Rudi, Ketua Agra Bulukumba tersebut melajutkan “selain Pihak Lonsum juga pihak Pemerintah yang menetapkan kawaasan Kawasan Taman Hutan Raya (TAHURA) yang kini membuat masyarakat adat menjadi gelisah sebab di sana terdapat sumber-sumber air yang tentu menjadi kebutuhan dasar bagi manusia dan untuk kami meminta kepada pihak pemerintah agar secepatnya mengambil langkah guna menghindari potensi konflik” Tegasnya.
Comments
No comment yet.