Categories
Berita Media

LBH Makassar Akan Bentuk Posko Pengaduan

Sesi.Com, Makassar- Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar akan membuat posko pengaduan guna menghimpun korban kasus kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian. Hal itu disampaikan oleh Fajar Akbar, Kordinator Bidang Hak Politik dan Anti Kekerasan LBH Makassarsaat konfrensi pers di Kantor LBH Jalan Pelita Raya 6. Blok A. 36 No. 3 Makassar.

“Posko ini dibentuk nantinya akan mengkomodir kasus yang belum ditangani secara langsung oleh LBH,” ungkapnya di depan wartawan.

Selain membentuk posko pengaduan, LBH juga akan melakukan dialog publik untuk mempertanyakan kasus kekerasan aparat yang saat ini lagi stagnan dan rencananya dialog tersebut akan menghadirkan Kapolda Sulselbar.

“Selain dialog Publik, LBH juga akan membentuk organisasi solidaritas korban kekerasan kepolisian bulan ini,” katanya usai konprensi pres di kantor LBH Makassar, siang tadi, Selasa (5/5).

Melalui konprensi pres ini, LBH Makassar juga mendesak kepada pihak Kepolisian Republik Indonesia untuk menuntaskan kasus kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian khususnya wilayah hukum Polda Sulselbar dengan menjunjung tinggi asas persamaan di muka hukum.

Mereka juga mendesak Polri untuk bersikap transparan dan akuntabel dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan kasus kasus yang ditangani.

Selain itu, mereka juga mendesak Polri untuk memeriksa dan menindak tegas aparat kepolisian yang memeperlambat proses penyelidikan dan penyidikan perkara serta meminta untuk segera mehentikan kriminalisasi terhadap personil KPK yang dapatmelemahkan agenda pemberantasan korupsi.

Laporan : SAP
Editor : IQ
Sumber berita: seputarsulawesi.com

Categories
Berita Media

Diduga Lindungi Anggota, 18 Kasus Kekerasan Mandek Di Kepolisian

Merdeka.com – Staf bidang politik dan anti kekerasan Lembaga Bantuan Hukum Makassar, Abdul Aziz Dumpa, menyebutkan 18 perkara kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian sejak 2009 hingga 2015, diyakini mandek di tengah jalan.

“Ada kesan aparat mengulur-ulur waktu proses penyidikan sejumlah kasus kekerasan terhadap warga sipil dan jurnalis, diduga melindungi anggotanya. Sebab kami menilai tidak ada tindak lanjut sampai saat ini,” ujar Aziz seperti dikutip Antara, Selasa (5/5).

Berdasarkan data LBH Makassar, ada 18 kasus kekerasan yang dilakukan aparat mangkrak, dan tidak ada penyelesaian pada penuntutan hingga vonis penjara.

Aziz mencontohkan kejadian pada 8 Oktober 2009 silam, di mana korban Saribu Daeng Pulo dan Mustari Daeng Gading ditembaki aparat anggota Polres Sungguminasa Gowa, hingga akhirnya tewas. Sampai sekarang kasus tersebut masih saja dalam proses penyidikan di Polda Sulselbar.

Sementara kasus penembakan lainnya di Bulukumba dengan korban tewas, yakni Marzuki, pada 3 Oktober 2013 silam, yang proses penyidikan masih terbengkalai di Polres Kabupaten Bulukumba.

Kasus sama dialami Yunus Daeng Ngempo, yang merupakan korban penembakan anggota Polda Sulsebar, dalam sengketa tanah masyarakat Polongbangkeng, Kabupaten Takalar, dengan PTPN XIV pada 2 Desember 2013 silam. Saat ini kasus tersebut juga masih dalam penyidikan propam Polda Sulselbar.

Selanjutnya pada 5 Februari 2014, terjadi juga pengrusakan dan penganiayaan masyarakat Desa Koroncia, Kecamatan Malili, Lutim, Sulsel, atas sengketa lahan eks HGU PT Sindoka, yang diduga dibekingi polisi dan Brimob Polda Sulselbar.

Akibat kejadian itu 16 orang ditangkap dan divonis bersalah dituduh melakukan pengrusakan pos pengamanan perusahaan tersebut padahal puluhan rumah dirusak dan dibakar oleh orang suruhan perusahaan itu namun kasus ini masih proses penyidikan.

Sementara kasus krusial lainnya saat unjuk rasa kenaikan Bahan Bakar Minyak di Universitas Negeri Makassar (UNM) aparat kepolisian menyerbu dan memukuli para mahasiswa secara membabi buta, menganiaya dan merusak kendaraan dan fasilitas kampus pada 13 November 2014.

Dalam kejadian itu 46 orang ditangkap terdiri dari buruh bangunan, anak SMP, karyawan dan mahasiswa kemudian empat orang mahasiswa dinyatakan bersalah dan menjalani proses hukum di Polda Sulselbar padahal mereka bukan kriminal.

Bersamaan dengan kejadian itu polisi juga menyerang jurnalis saat melakukan peliputan, tiga wartawan yakni Ikhsan Arham alias Asep, Iqbal Lubis dan Ikrar dipukuli serta diintimidasi aparat ketika mengabadikan gambar saat perlakuan tindakan kekerasan dilakukan kepada mahasiswa.

“Sampai saat ini kekerasan terhadap pers belum ditindaklanjuti dan masih dalam proses penyidikan pihak Polrestabes Makassar bahkan pelakunya bebas berkeliaran. Sementara mahasiswa yang ditangkap pada kejadian sama malah divonis bersalah oleh pengadilan,” ujar Aziz.

“Aparat sebagai pelindung dan pengayom masyarakat harus berlaku adil, semua perkara yang dilakukan oknum kepolisian seperti yang saya sebutkan hanya berakhir di penyelidikan bukan penuntutan. Kami menilai ada kesan pimpinan kepolisian mau melindungi anggotanya yang bersalah,” pungkasnya.

Reporter: Mohammad Yudha Prasetya
Sumber berita: merdeka.com

Categories
Berita Media

Pengacara: Kasus Abraham Samad Bukan Pidana

TEMPO.CO, Makassar – Seorang pengacara Abraham Samad, Abdul Azis, berpendapat kasus yang disangkakan kepada ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif itu, bukan tindak pidana. Kasus dugaan pemalsuan administrasi kependudukan yang menjerat kliennya dianggapnya sebatas pelanggaran administrasi alias maladministrasi.

Hingga kini, Azis menyebut tim kuasa hukum Abraham masih terus melakukan pengkajian perihal kasus dugaan pemalsuan dokumen kependudukan yang dilaporkan Chairil Chaidar Said, ketua LSM Lembaga Peduli KPK-Polri itu. “Saya berpendapat kasus itu bukanlah tindak pidana, melainkan maladministrasi,” kata Azis, Selasa, 5 Mei 2015.

Kasus ini dilaporkan pada awal tahun ke Mabes Polri. Belakangan, perkaranya dilimpahkan ke Polda Sulawesi Selatan dan Barat yang menetapkan Feriyani Lim sebagai tersangka pada 2 Februari. Sepekan kemudian, giliran Samad dijadikan tersangka. Samad disinyalir membantu Feriyani memalsukan dokumen kependudukan, saat mengurus perpanjangan paspor di Makassar pada 2007.

Azis menerangkan pihaknya tengah mempertimbangkan kemungkinan mengajukan praperadilan atas perkara itu. Sebab, tim kuasa hukum berpendapat penetapan Abraham sebagai tersangka telah keliru. Terlebih, alat bukti yang dimiliki penyidik kepolisian sampai saat ini masih terus dipertanyakan keabsahannya.

Azis menjelaskan pihaknya segera berkoordinasi dengan kejaksaan mengingat berkas kasus kliennya telah dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan dan Barat, Senin, 4 Mei. Hal itu diperlukan guna mengetahui langkah hukum berikutnya. “Kami akan koordinasi dengan jaksa untuk memberikan ruang dan petunjuk. Kami kan mau ajukan saksi meringankan,” katanya.

Tim kuasa hukum Abraham menyiapkan beberapa orang saksi meringankan dalam proses penyidikan. Identitas saksi itu, kata Azis, belum bisa dibeberkannya alias masih dirahasiakan. Toh begitu, empat di antaranya adalah saksi ahli, seperti ahli pidana, ahli administrasi kependudukan, ahli informasi teknologi, dan ahli grafologi.

Pelaksana tugas Kepala Bidang Humas Polda Sulawesi Selatan dan Barat, Komisaris Besar Hariadi, mengatakan kasus yang menjerat Abraham merupakan kasus pidana berupa pemalsuan dokumen administrasi kependudukan. Kepolisian mengklaim cukup bukti untuk melanjutkan perkara itu. “AS ditetapkan tersangka karena sudah cukup bukti,” katanya.

Hariadi mengatakan pihaknya memiliki sejumlah alat bukti yang siap diuji kebenarannya. Di antaranya, dokumen kependudukan berupa KTP dan paspor milik Feriyani, serta kartu keluarga yang mencantumkan nama Abraham dan Feriyani. Selain itu, alat bukti lain berupa keterangan saksi ahli dan saksi fakta serta petunjuk dalam gelar perkara.

Sementara itu, Asisten Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Sulselbar Muhammad Yusuf menyampaikan berkas tahap pertama kasus dugaan pemalsuan dokumen itu telah diterima pihaknya pada Senin, 4 Mei 2015. Kejaksaan juga telah menunjuk empat jaksa untuk meneliti berkas tersebut. “Kami sedang mempelajarinya,” kata dia.

Karena itu, Yusuf menerangkan pihaknya belum bisa berkomentar banyak menanggapi perihal kelengkapan berkas perkara. Sesuai mekanisme yang berlaku, Kejaksaan memiliki waktu sekitar 14 hari untuk meneliti berkas itu sebelum menyatakan lengkap atau tidaknya. “Kami juga akan melakukan ekspose,” ujarnya.

Disinggung soal kasus pemalsuan dokumen administrasi kependudukan, Yusuf mengakui baru pertama kali ditanganinya selama bertugas di Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan dan Barat. “Kalau kasus pemalsuan dokumen, banyak yang kami tangani,” ucapnya.

[Tri Yari Kurniawan]

Sumber berita: nasional.tempo.co

Categories
Berita Media

LBH Minta Polda Sulsel Monitoring Penyidik Narkoba di Bone

TRIBUN-TIMUR.COM, WATAMPONE – Wakil Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kota Makassar, Zulkifli Hasanuddin meminta Polda Sulsel memonitoring penyidikan kasus narkoba di Kabupaten Bone. Menurutnya, sangat aneh seorang penyidik narkoba jika menemukan barang bukti berupa shabu kemudian tidak tahu siapa pemiliknya. Sebab disitulah fungsi penyelidikan, yaitu mencari pelaku kejahatan.

“Kalau barang bukti kejahatan didapat dirumah seseorang maka penyidik wajib memeriksa orang itu dan menelusuri pelaku utamanya dan siapa pemilik barang haram itu,” ungkap Zulkifli.

Zulkifli menambahkan, salah satu proritas utama insitusi kepolisian adalah memberantas pelaku narkoba, sehingga jika ada penyidik yang lambat melakukan penyelidikan karena ada faktor non hukum maka sudah kewajiban Polda Sulsel menindak anggotanya.

“Penyidik harus mencari siapa pemilik sabu itu bukan malah lepas tangan terhadap barang bukti tersebut,” jelasnya. (*)

Penulis: Abdul Azis
Editor: Mutmainnah
Sumber berita: makassar.tribunnews.com

Categories
Berita Media

LBH Makassar: Polisi Gagal Jalankan Amanah Hukum

Indotimnews.com– Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kota Makassar menggelar konfrensi pers di kantor LBH Jalan Pelita Raya Makassar, Selasa (5/5) siang. Konfrensi tersebut berkaitan dengan kinerja kepolisian yang dinilai telah keluar dari amanah yang diberikan karena tidak menjalankan sesuai aturan. Dengan demikian, LBH menantang Kepala Kepolisian Republik Indonesia baru untuk melakukan repolusi institusi karena dinilai telah gagal dalam melaksanakan amanah sebagai penegak hukum.

LBH menilai, kepolisian saat ini telah diselimuti dua problem besar yakni kekerasan dan perilaku korupsi. Staf LBH, Azis Dumpa mewakili ketua LBH Abdul Azis mengungkapkan secara terbuka menantang Polri melakukan reformasi institusi karena telah gagal menjalankan amanah yang telah diberikan. “Kami menantang Polri untuk melakukan reformasi institusi, kenapa saya berani mengatakan karena kepolisian saat ini sangat berbeda antara janji dengan yang ada dilapangan, kepolisian telah banyak melakukan aksi kekerasan diluar dari aturan hukum,” ucapnya

Selain konfrensi pers tentang Reformasi Polri dan Kinerja Polri dalam Penaganan Kasus-kasus Masyarakat yang dilaksanakan di kantor LBH Jalan Pelita Raya Makassar, Selasa (5/5) siang kemarin, LBH juga mengikutsertakan lounching data tabulasi kasus kekerasan kepolisian sejak 2009 lalu sampai saat ini yang ditangani LBH. Informasi yang di himpun, sebanyak 18 kasus mandek dan tidak berjalan ditangan kepolisian selaku penegak hukum. Atas dasar tersebut, LBH fokus mempublikasikan kasus-kasus laporan masyarakat yang dimandekkan oleh polisi.

Koordinator Bidang Kekerasan LBH, Fajar Akbar menuturkan, akan mengutamakan kasus kekerasan baik yang dilakukan polisi dan ditangani kepolisian itu sendiri serta laporan-laporan masyarakat yang mendapatkan aksi kriminalitas. Mengambil contoh kasus Novel, Fajar menilai kepolisian telah banyak melakukan aksi kekerasan, selain itu tindakan polisi juga dinilai sebagai bentuk lanjutan tindakan kriminalitas terhadap KPK.

“Beberapa kasus yang telah tahap penyidikan di kepolisian dan bahkan sudah ada yang ditetapkan tersangka, namun tidak ada satupun yang ditahan, ini nyata di depan kita sehingga perlu ada penekanan terhadap keseriusan polisi menangani kasus-kasus kekerasan dan keseriusan Polri dipertanyakan,” tandasnya. Staf LBH, Azis Dumpa menambahkan, kekerasan yang dilakukan kepolisian saat ini telah mencederai masyarakat dan menghilangkan kepercayaan masyarakat. Olehnya itu kata dia, keberanian menantang kepolisian melakukan revolusi institusi cukup beralasan.

Editor : Andi A Effendy/boer
Sumber berita: indotimnews.com

Categories
Berita Media

LBH Makassar Buka Posko Pengaduan Kekerasan Polisi

Kabar Makassar – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar akan membuka posko pengaduan tindak kekerasan oknum polisi pekan depan. Pendirian posko ini sebagai bentuk simpatik terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sempat ditahan Bareskrim Mabes Polri Novel Baswedan.

Posko ini nantinya diperuntukkan bagi siapapun yang menilai mendapat tindak kekerasan baik langsung maupun tidak langsung yang dilakukan oleh oknum polisi.

Hal ini disampaikan pengurus LBH Makassar dalam konferensi pers yang digelar di kantor LBH jalan Pelita Raya, Kecamatan Rappocini, Kota Makassar, Selasa (05/05/2015).

“Hari ini kita launching kasus-kasus kekerasan yang mandek di Kepolisian. Dimana diduga melibatkan anggota kepolisian, dan kemudian mengambang. Kedua kita lauching ini dengan adanya kasus Novel Baswedan, kalau polisi ngotot mengatakan bahwa Novel telah melakukan perbuatan yang disebutkan bahwa sebenarnnya itu sudah banyak yang terjadi di Polda Sulselbar. Kedepan kita akan buka posko pengaduan,” Kata Muhammad Fajar Akbar Koordinator Bidang Hak Politik dan Kekerasan LBH Makassar.

LBH Makassar berharap kepada masyarakat yang telah menjadi korban oknum aparat kepolisian untuk melaporkan tindak kekerasan yang dialami.

Hingga kini sejak tahun 2009 sebanyak 23 kasus kekerasan yang di alami oleh masyarakat terhadap oknum kepolisian 18 diantaranya belum diselesaikan termasuk kekerasan sejumlah jurnalis di Makassar.

Penulis: Baba Duppa
Editor: Hexa
Sumber berita: kabarmakassar.com

Categories
Berita Media

LBH desak polisi tuntaskan kasus kekerasan aparat

(Perwakilan dari LBH Makassar Muhammad Fajar Akbar (kanan) memperlihatkan sejumlah foto tindak kekerasan kepada awak media
yang diduga dilakukan oleh aparat penegak hukum, Makassar, Selasa (5/5) ANTARA FOTO/Dewi Fajriani) 

Makassar (ANTARA Sulsel) – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar mendesak kepolisian agar menuntaskan kasus kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian kepada masyarakat sipil dan pers sejak 2009 hingga 2015.

“Berdasarkan catatan LBH Makassar ada 18 kasus kekerasan dan penganiyaan dilakukan polisi kepada masyarakat sipil sejak tujuh tahun terakhir khususnya wilayah hukum Polda Sulselbar,” kata Koordinator bidang hak politik dan anti kekerasan LBH Makassar, Muh Fajar Akbar, Selasa.

Menurut dia, sejumlah kasus yang dilakukan aparat kepolisian mandek ditengah jalan dan terkesan diulur hingga kadaluarsa sehingga proses penyidikan tidak dilanjutkan ke tingkat penuntutan hingga penahanan.

“Untuk itu kami juga mendesak Polri untuk bersikap transparan dan aukuntabel dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan kasus kasus yang ditangani,” tegasnya.

Selain itu pihaknya juga mendesak Polri untuk memeriksa dan menindak tegas aparat kepolisian yang memperlambat proses penyidikan dan penyidikan atas kasus yang terjadi selama tujuh tahun terakhir.

“Sejumlah foto-foto ini menujukkan kekerasan aparat kepada warga sipil termasuk pekerja pers saat melakukan tugas peliputan di UNM 13 November 2014 lalu. Sampai saat ini sejumlah kasus ini tidak ditindaklajuti alias mandek,” ungkap sambil menampilkan foto-foto kekerasan kepada awak media di kantor LBH Makassar.

Selain kasus kekerasan di Sulsel pihaknya juga miris dengan kinerja kepolisian mengingat kasus penyidik KPK Novel Baswedan yang dinilai ada kriminalisasi dan mempertanyakan mengapa aparat baru mengangkat kasus tersebut sementara kasus lainnya tidak ditindaklanjuti.

“Kepolisian harus menghentikan kriminalisasi penyidik KPK karena akan melemahkan agenda pemberantasan korupsi, padalah sejumlah kasus warga sipil dan pers terkesan diulur dan tidak ditindaklanjuti, ada apa dengan kepolisian?,” tandasnya. Agus Setiawan

Darwin Fatir
Editor: Daniel
Sumber berita: antarasulsel.com

Categories
Berita Media

Abraham Samad Siap Hadirkan Ahli Grafologi

Rimanews  – Tim kuasa hukum Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) non aktif Abraham Samad menyatakan akan menyiapkan saksi ahli pidana menyusul berkas kliennya telah di limpahkan ke Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan.

“Kami akan menyiapkan tiga saksi ahli pidana yang paham seperti administrasi Kependudukan, Grapfoloi, orang yang ahli menganalisa tanda tangan dan tulisan, serta ahli IT untuk mengetahui asli atau palsu pada dokumen itu,” kata tim kuasa hukum Abdul Aziz di Makassar, Selasa (05/05/2015).

Direktur Lembaga Bantuan Hukum Makassar ini mengatakan pihaknya akan melakukan kunjungan ke Kejaksaan Tinggi Sulsel guna bertemu jaksa yang menangani perkara kliennya.

“Segera kita berkoordinasi dengan tim hukum yang ada di Jakarta, rencananya besok kami ke Kejaksaan guna meminta petunjuk guna meringankan Abraham sebelum di tetapkan P21,” papar dia di kantornya.

Menurut dia, perkara yang dituduhkan kepada kliennya dinilai janggal karena menggunakan hukum pidana, padahal bisa saja ini merupakan maladministrasi kependudukan. Bahkan, lurah setempat mengakui tidak pernah menemukan adanya pengurusan dokumen tersebut.

“Nanti kita lihat hasil koordinasi dari kejaksaan akan diarahkan kemana, karena kami menilai ada keanehan dalam kasus yang menimpa klien kami ini,” katanya.

Secara terpisah Kepala Subdit IV Dit Reskrimum Polda Sulselbar, AKBP Adip R mengatakan pelimpahan tahap pertama untuk berkas perkara Abraham Samad dan Feriyani Lim telah diajukan ke kejaksaan.

“Sudah dilimpahkan kemarin, sekitar pukul 10.00 WITA. Saya sendiri ikut mengantarkan bersama dua penyidik lain, kemudian diterima oleh pak Yusuf sebagai Asisten Pidana Umum,” katanya.

Sumber berita: nasional.rimanews.com

Categories
Berita Media

Penahanan 6 Pelajar Penembak Waria Ditangguhkan

TEMPO.CO, Makassar -Kepolisian Resort Kota Besar Makassar dan Kepolisian Sektor Ujung Pandang menangguhkan penahanan enam pelajar penembak waria, Minggu, 3 Mei. Dilepaskannya para tersangka dengan sejumlah alasan. “Mereka masih anak-anak dan harus sekolah. Kami juga telah menerima permohonan penangguhan penahanan itu,” kata Kepala Polsek) Ujung Pandang, Komisaris Nawu Thaiyyeb, Minggu, 3 Mei.

Penangguhan penahanan keenam pelajar itu atas persetujuan Kepala Polrestabes Makassar, Komisaris Besar Fery Abraham. Keenam siswa yang berasal dari SMA Negeri 2 Makassar dan SMA Negeri 17 Makassar itu sudah berstatus tersangka dan ditahan di Sel Markas Polsek Ujung Pandang sejak Senin, 27 April. “Kami tangguhkan penahanannya karena orangtua masing-masing tersangka bersedian menjamin,” ucap dia.

Kendati pihaknya menangguhkan penahanan para tersangka, Nawu menegaskan pengusutan kasus penembakan waria itu terus berjalan. Ia menepis dugaan adanya upaya penghentian perkara. Menurut Nawu, tindakan para tersangka meskipun masih anak-anak telah melanggar hukum dan nyaris menghilangkan nyawa orang lain. “Kasusnya berlanjutnya. Kami tidak pernah main-main,” ucap dia.

Kasus penembakan waria bernama Zulfikar alias Aurel, 21 tahun, terjadi di Jalan Chairil Anwar, Makassar, Minggu, 26 April. Komplotan pelajar ini disinyalir merencanakan penembakan itu. Mereka diketahui empat kali memutari lokasi kejadian sampai akhirnya menembak korban yang tak memiliki masalah apa-apa dengan para pelaku. Mereka ditangkap sehari kemudian di rumahnya masing-masing.

Keenam pelajar itu, lima di antaranya siswa SMA Negeri 2 Makassar yakni, MAAR (15 tahun), warga Jalan Andi Tonro IV; MKF (15), warga Jalan Skarda N Kompleks Mangasa Permai; MRJ (15), warga Kompleks Balla Panakkukang dan AT (15), warga Jalan Manggarupi Perumahan Citra Garden dan IA (16), warga Jalan Baji Gau. Nama terakhir merupakan putra dari legislator Makassar.

Satu tersangka lain adalah siswa SMA Negeri 17 Makassar, MWA (16 tahun), warga BTN CV Dewi Blok E. Nawu mengatakan mereka masing-masing mempunyai peran dan keterlibatan. Eksekutor penembakan waria adalah AT. Ia menembak Zulfikar dari jarak dekat. Itulah yang membuat proyektil senapan angin itu bersarang dalam perut korban. “Korban belum bisa bicara dan dirawat di RS Wahidin Sudirohusodo,” katanya.

MWH bertindak selaku pengemudi Toyota Innova DD 858 SB yang dikendarai komplotan itu untuk menyerang Zulfikar. Ide mengganggu waria datang dari MAAR. Ia pula yang membawa senapan angin jenis Sharp Innova. Berikutnya, IA merupakan orang yang mengisi peluru sekaligus pemilik senjata. Adapun, MRJ dan MKH sebatas ikut dan mengetahui peristiwa itu. MRJ sempat ingin menembak, tapi takut.

Kasus penembakan waria itu dikawal oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar. Koordinator Bidang Hak Politik dan Anti Kekerasan LBH Makassar, Muhammad Fajar Akbar, mengatakan pihaknya akan mendampingi korban untuk mengawal proses hukum kasus itu. “Jangan sampai bukan cuma penahanan tersangka ditangguhkan, tapi juga kasusnya. Jangan ada manipulasi,” ucap dia.

Fajar mengatakan perkara ini memang cukup unik lantaran pihaknya memandang dari perspektif. Di satu sisi, pelaku penambakan yang masih pelajar dan anak-anak, tentu membuat pihaknya mendorong agar kepolisian menggunakan undang-undang khusus anak. Bagaimana pun, mereka adalah korban dari lingkungan maupun aspek lain. “Di sisi lain, tindakan mereka harus tetap diproses,” ujarnya.

Kepala SMA Negeri 2 Makassar, Masyitah, mengatakan pihaknya menunggu proses hukum atas tindak pidana yang dilakoni kelima anak didiknya. Pihak sekolah akan memecat alias mengembalikan para siswa itu kepada orangtuanya bila yang bersangkutan ditahan sampai satu bulan lantaran tak lagi mengikuti pelajaran.

Tindakan siswanya yang melakukan penembakan terhadap seorang waria, menurut Masyitah, merupakan tanggungjawab orangtua masing-masing. Sebab, insiden tersebut terjadi di luar sekolah dan jam belajar. Tindakan mereka malah merugikan pihak sekolah karena citra SMA Negeri 2 Makassar sebagai sekolah unggulan ikut tercoreng.

[Tri Yari Kurniawan]

Sumber berita: nasional.tempo.co

Categories
Berita Media

LBH Makassar Tangani Kasus Waria yang Ditembak

RIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR – Kasus waria yang ditembak, Zulfikar kini sudah ditangani Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar. Staf Bidang hak politik dan anti kekerasan, Azis Dumpa menjelaskan bahwa kasus tersebut akan dikaji lebih lanjut.

“Kami akan mendalami kasus kekerasan ini, apalagi si korban sudah mengalami luka tembak,” kata Asdum sapaan akrab Azis Dumpa saat dijumpai di kantor LBH Makassar, Jl Pelita Raya Makassar, Jumat (1/5/2015).

Zulfikar (21) alias Aurel, waria yang menjadi korban penembakan di depan kantor 911 Jl. Chairil Anwar, Kecamatan Ujung Pandang Makassar, kini masih dirawat intensif di Lantara dua RS Wahidin Sudirohusido Jl Perintis Kemerdekaan.

Kondisi Zulfikar kini masih kritis setelah dioperasi, ia belum bisa bicara dan hanya berbaring ditempat tidur. (*)

Penulis: Darul Amri Lobubun
Editor: Mutmainnah
Sumber berita: makassar.tribunnews.com