Categories
Berita Media

Diduga Lindungi Anggota, 18 Kasus Kekerasan Mandek Di Kepolisian

Merdeka.com – Staf bidang politik dan anti kekerasan Lembaga Bantuan Hukum Makassar, Abdul Aziz Dumpa, menyebutkan 18 perkara kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian sejak 2009 hingga 2015, diyakini mandek di tengah jalan.

“Ada kesan aparat mengulur-ulur waktu proses penyidikan sejumlah kasus kekerasan terhadap warga sipil dan jurnalis, diduga melindungi anggotanya. Sebab kami menilai tidak ada tindak lanjut sampai saat ini,” ujar Aziz seperti dikutip Antara, Selasa (5/5).

Berdasarkan data LBH Makassar, ada 18 kasus kekerasan yang dilakukan aparat mangkrak, dan tidak ada penyelesaian pada penuntutan hingga vonis penjara.

Aziz mencontohkan kejadian pada 8 Oktober 2009 silam, di mana korban Saribu Daeng Pulo dan Mustari Daeng Gading ditembaki aparat anggota Polres Sungguminasa Gowa, hingga akhirnya tewas. Sampai sekarang kasus tersebut masih saja dalam proses penyidikan di Polda Sulselbar.

Sementara kasus penembakan lainnya di Bulukumba dengan korban tewas, yakni Marzuki, pada 3 Oktober 2013 silam, yang proses penyidikan masih terbengkalai di Polres Kabupaten Bulukumba.

Kasus sama dialami Yunus Daeng Ngempo, yang merupakan korban penembakan anggota Polda Sulsebar, dalam sengketa tanah masyarakat Polongbangkeng, Kabupaten Takalar, dengan PTPN XIV pada 2 Desember 2013 silam. Saat ini kasus tersebut juga masih dalam penyidikan propam Polda Sulselbar.

Selanjutnya pada 5 Februari 2014, terjadi juga pengrusakan dan penganiayaan masyarakat Desa Koroncia, Kecamatan Malili, Lutim, Sulsel, atas sengketa lahan eks HGU PT Sindoka, yang diduga dibekingi polisi dan Brimob Polda Sulselbar.

Akibat kejadian itu 16 orang ditangkap dan divonis bersalah dituduh melakukan pengrusakan pos pengamanan perusahaan tersebut padahal puluhan rumah dirusak dan dibakar oleh orang suruhan perusahaan itu namun kasus ini masih proses penyidikan.

Sementara kasus krusial lainnya saat unjuk rasa kenaikan Bahan Bakar Minyak di Universitas Negeri Makassar (UNM) aparat kepolisian menyerbu dan memukuli para mahasiswa secara membabi buta, menganiaya dan merusak kendaraan dan fasilitas kampus pada 13 November 2014.

Dalam kejadian itu 46 orang ditangkap terdiri dari buruh bangunan, anak SMP, karyawan dan mahasiswa kemudian empat orang mahasiswa dinyatakan bersalah dan menjalani proses hukum di Polda Sulselbar padahal mereka bukan kriminal.

Bersamaan dengan kejadian itu polisi juga menyerang jurnalis saat melakukan peliputan, tiga wartawan yakni Ikhsan Arham alias Asep, Iqbal Lubis dan Ikrar dipukuli serta diintimidasi aparat ketika mengabadikan gambar saat perlakuan tindakan kekerasan dilakukan kepada mahasiswa.

“Sampai saat ini kekerasan terhadap pers belum ditindaklanjuti dan masih dalam proses penyidikan pihak Polrestabes Makassar bahkan pelakunya bebas berkeliaran. Sementara mahasiswa yang ditangkap pada kejadian sama malah divonis bersalah oleh pengadilan,” ujar Aziz.

“Aparat sebagai pelindung dan pengayom masyarakat harus berlaku adil, semua perkara yang dilakukan oknum kepolisian seperti yang saya sebutkan hanya berakhir di penyelidikan bukan penuntutan. Kami menilai ada kesan pimpinan kepolisian mau melindungi anggotanya yang bersalah,” pungkasnya.

Reporter: Mohammad Yudha Prasetya
Sumber berita: merdeka.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *