Torobulu, 16 Juli 2025. Jatuh bangun asa juang Hasilin sebagai perempuan yang memperjuangkan lingkungan dari kerusakan akibat tambang nikel berujung bebas dari segala tuntutan hukum.
Hal ini diketahui pasca diputusnya perkara di tingkat kasasi dengan nomor perkara 4146K/Pid.Sus-LH/2025 yang diputus pada tanggal 18 Juni 2025. Dalam putusannya, Majelis Hakim Mahkamah Agung memutus, menolak permohonan kasasi yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum.
“Ini bukan hanya kemenangan Warga Torobulu, tetapi ini kemenangan seluruh warga Indonesia yang memperjuangkan lingkungan dari kerusakan. Bangun terus solidaritas warga,” tegas Hasilin.
Sebagaimana yang diketahui, semulanya kasus yang dinilai telah melakukan tindak pidana pengrusakan dan menghalangi aktivitas pertambangan nyatanya Hakim menilai Ibu Haslilin dan Andi Firmansyah tidak sedang menghalangi aktivitas pertambangan melainkan memperjuangkan Lingkungan Hidup.
Di banyak daerah, hal ini cukup lazim terjadi. Pilihan warga dalam mempertahankan sekaligus melindungi ruang hidup tidak memiliki pilihan lain selain melakukan perlawanan terhadap perusahaan. Aparat penegak hukum khususnya aparat kepolisian sebagai baris depan tidak sungkan untuk melakukan tindakan represif membabi buta tanpa melihat konteks masalah. Kasus yang ditimpa oleh Hasilin dan Firmansyah tidak patut dilihat hitam putih, begitu juga dengan kasus yang terjadi di titik konflik lainnya.
Dalam Undan-undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup melalui Pasal 66 memberikan jaminan bagi setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat untuk tidak dapat dituntut secara pidana maupun perdata.
Mengkhusus pada Raperma tentang Pedoman Mengadili Perkara Lingkungan Hidup, juga telah mengatur tentang faktor-faktor yang dapat menjadi acuan hakim dalam mengidentifikasi dan menilai perkara Strategic Litigation Against Public Participation (SLAPP);
- hak atas lingkungan hidup yang diperjuangkan;
- bentuk dan forum perjuangan hak atau peran serta masyarakat;
- keperluan dan proporsionalitas dilakukannya perjuangan hak;
- keterkaitan antara perkara tersebut dengan peran serta masyarakat dalam memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat; dan
- dampak gugatan terhadap perjuangan Tergugat atas hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
“Hal ini tentu menjadi pelajaran penting bagaimana Warga di wilayah lain agar tetap mempertimbangkan aturan terkait kasus-kasus lingkungan hidup. Bukan pilihan satu-satunya, tapi ini bisa dijadikan sebagai strategi dalam advokasi konflik ruang maupun menghadapi kasus kriminalisasi dalam konflik agraria,” ujar Abdul Azis Dumpa, Direktur LBH Makassar
Terkait ruang lingkup perkara lingkungan hidup penting juga dipahami tentang definisi kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup sebagaimana diatur dalam UU No. 32 tahun 2009 PPLH.
Bahwa pencemaran lingkungan adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan, sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 angka 4 UU PPLH
Pada 1 Pasal 1 angka 17 menjelaskan kerusakan lingkungan adalah perubahan langsung dan/atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan yang melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup. Sedangkan Pasal 1 angka 16 menjelaskan tentang perusakan lingkungan yang adalah tindakan orang yang menimbulkan kerusakan lingkungan hidup tersebut.
“Diawal kasus ini dinilai oleh Kepolisian murni sebagai tindak pidana umum, namun kami menilai bahwa Perkara ini masuk dalam kategori perkara Lingkungan Hidup karena melihat alasan oleh Hasilin dan Firmansyah yang gelisah melihat aktivitas PT. Wijaya Inti Nusantara yang terus mengeruk halaman belakang mereka,” tambah Azis.
Apa yang terjadi di Torobulu tentunya adalah masuk dalam satu peristiwa dugaan terjadinya kerusakan lingkungan. Aktivitas pertambangan yang berlangsung di daerah pemukiman menjadi ancaman nyata bagi warga.
“Sangat menjadi jelas alasannya, makanya laporan polisi yang dibuat oleh mereka masuk atau tergolong sebagai SLAPP,” pungkas Azis.
Mendengarkan kabar baik ini, Hasilin dan Firmansyah merasa sangat bersyukur. Perjuangan mereka telah diputus bebas dari segala tuntutan. Hukum menegaskan mereka adalah pejuang lingkungan hidup.
“Perjuangan ini untuk melindungi kampung kami dari kerusakan lingkungan yang terus dilakukan oleh PT. WIN. Putusan Mahkamah Agung telah membuktikan bahwa setiap orang yang memperjuangkan lingkungan sehat tidak dapat dipidana,” ujar Hasilin.
Hingga kini, PT. Wijaya Inti Nusantara masih beroperasi dan mengeruk di Desa Torobulu. Hingga awal, perkara kriminalisasi ini disebabkan adanya penolakan Warga atas aktivitas pertambangan.
“Permasalahan utama yang kami persoalkan adalah aktivitas penambangan yang dilakukan PT. WIN, yang menurut penilaian kami, lambat laun akan berdampak pada lingkungan kami. Ditambah lagi, hingga saat ini tidak pernah dimunculkan dokumen lingkungannya yang selama ini kami pertanyakan. Jujur, dari awal kami risau dengan aktivitas penambangan ini, karena itu kami meminta dokumen lingkungannya,” tutup Firmansyah.