Categories
Berita Media SIPOL slide

Aksi Kamisan Jilid III, Mahasiswa Terus Suarakan Kekerasan Akademik di Sinjai

Koalisi Pemuda dan Mahasiswa Sinjai Melawan, kembali melakukan aksi Kamisan jilid III dengan isu yang sama, soal kekerasan akademik di Institut Agama Islam Muhammadiyah (IAIM) Sinjai. Kamis, (28/3/2019).

Aksi tersebut diikuti oleh beberapa organisasi yakni, Rumah Rakyat Sinjai (RRS), Mapala PTM Sinjai, SEMMI Sinjai, Himagro STIPM Sinjai, Himara STISIPM Sinjai, Pembaru Sinjai dan Pemuda Tani Merdeka.

Jenderal lapangan, Longsor mengatakan bahwa aksi tersebut adalah aksi ke-III  yang diperingati oleh mahasiswa dan pemuda Sinjai.

“Kami masih ada dan terus ada memperjuangkan nasib demokrasi kampus yang dizolimi oleh birokrsi kampus utamanya di IAIM Sinjai, kami menutut agar di IAIM Sinjai membuka ruang demokrasi serta kebebasan akademik,” teriaknya.

Selanjutnya, Akmal Uro selaku ketua umum Mapala PTM Sinjai, bahwa mahasiswa masih meneriakkan isu yang sama yaitu, cabut surat keputusan drop out (SK DO) dan Skorsing serta wujudkan transparansi anggaran dan informasi kampus IAIM Sinjai.

“Kami menuntut pihak IAIM Sinjai agar menghentikan dekan FEHI IAIM Sinjai, Dr. Muh. Anis agar diberhentikan dari jabatannya karena telah menciderai kehidupan kampus,” tegasnya.

Selain para demonstran orasi secara bergantian, mereka juga membagikan ratusan selebaran kepada pengguna jalan.

Aksi tersebut berlangsung ramai di Perempatan Tugu Bambu Sinjai, jalan Persatuan Raya, kecamatan Sinjai Utara, kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan.

 

*Sebelumnya berita ini telah dimuat di media online suarajelata.com edisi 28 Maret 2019

Categories
Berita Media SIPOL slide

LBH Makassar: Pihak Kepolisian Masih Selalu Ingin Menghukum Anak

Usai pembacaan dakwaan pada ARS (14) tahun (anak berhadapan dengan hukum) oleh Jaksa Penuntut, Lembaga Bantuan Hukum Makassar melalui salah seorang advokat publiknya, Ridwan menyesalkan sikap penyidik dan Jaksa yang memaksakan kasus ini sampai ke persidangan anak.

Menurutnya, telah sejak awal kasus ini diupayakan LBH Makassar agar kasus tersebut diselesaikan secara kekeluargaan.

“Kita dari awal sudah meminta agar dilakukan dengan cara kekeluargaan, mengingat ARS punya pengakuan yang bisa meringankan, tapi pihak kepolisian seolah-olah tidak mau mempertemukan orang tua anak dengan Korban, padahal hal tersebut telah berulang kali oleh pihak orang tua meminta kepada penyidik agar bisa dipertemukan dengan korban, sampai kemudian berkas perkaranya dilimpahkan ke kejaksaan dan pihak kepolisian tidak pernah menanggapi hal tesebut,” ujar Ridwan saat dikonfirmasi, Kamis (28/3/2019).

Ridwan menilai, seharusnya berdasarkan sistem peradilan pidana anak (SPPA), pemidanaannya mesti dilakukan sebagai upaya terakhir.

“Olehnya kami menganggap bahwa aparat penegak hukum khusnya pihak kepolisan masih selalu terjebak dalam suasana yang semata-mata bertujuan untuk menghukum para Anak, atau tergesa-gesa memilih tindakan yang mudah dengan mengirim para Anak ke dalam penjara,” ujarnya.

Lebih jauh Ridwan menyebut, saat ini Jaksa telah mendakwakan ARS dengan pasal 365 ayat (1) dan (2) KUHP dengan pemberatan lantaran dilakukan secara bersama-sama dan malam hari.

Hanya saja, menurutnya dalam fakta persidangan ada hal yang menjadi poin, salah satunya terkait ketidak tahuan ARS bahwa FKR (Pelaku utama) memboncengnya untuk menjambret.

“Pada fakta persidangan, ARS diajak untuk mengambil tas gunung karena FKR mengaku ingin mendaki gunung pada keesokan paginya,” ujar Ridwan.

Namun ternyata yang terjadi, FKR malah menarik tas seorang perempuan di wilayah Nipa-Nipa, Manggala, Kota Makassar.

“Kesimpulan kami tetap akan mengupayakan pengembalian pada orang tuanya, tapi kami menunggu bagaimana sikap Jaksa dalam tuntutannya nantinya,” pungkas Ridwan. (dir)

 

*Sebelumnya berita ini telah di muat di media online inikata.com pada edisi 28 Maret 2019

Categories
Berita Media SIPOL slide

Didampingi LBH, Sidang Bocah Tertuduh Curat Dipercepat

Hakim Tindak Pidana Khusus di Pengadilan Negeri Makassar akhirnya mempercepat sidang bocah tertuduh melakukan pencurian dengan pemberatan (Curat) berinisial ARS (14), usai pembacaan dakwaan pagi tadi, Rabu (27/3/2019).

Hal ini diakui ibu ARS, Dg Atik saat dikonfirmasi melalui seluler. Menurutnya kasus anaknya sudah melewati sidang dakwaan dan akan dilanjutkan besok.

“Alhamdulillah sudah disidangkan, bahkan dipercepat,” ujar Dg Atik.

Menurutnya, dengan dipercepatnya persidangan ARS, tentu akan ada jalan keluar, sebab anaknya sudah cukup lama di Lapas Kelas I Makassar.

“Ini mi yang kita harap, mudah-mudahan cepat ada jalan keluar, supaya anakku juga bisa diberi kebijaksanaan, sudah lama mi didalam sel,” ujarnya dengan wajah cemas.

Kendati begitu, ia bersyukur kasus anaknya sudah didampingi oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar.

“Alhamdulillah kita didampingi sama LBH, mudah-mudahan ada jalan keluar yang terbaik,” pungkasnya.

Sebelumnya dikabarkan, ARS (14) telah menjalani rehabilitasi yang didampingi oleh TP2A, namun entah dengan alasan apa, pihak penyidik dari Polsek Manggala meminta ARS untuk kembali diserahkan oleh orangtuanya ke Polsek.

Namun setelah itu, Pihak Polsek menahan ARS dan kemudian melimpahkan kasusnya ke Kejaksaan Negeri Makassar tanpa melalui Diversi.

Hasilnya, Jaksa yang menerima berkas tersebut lalu memerintahkan penahanan di Lapas Kelas I Makassar dan hingga saat ini masih berada dalam pengawasan Bapas. (dir)

 

 

*Sebelumnya berita ini telah dimuat di media online inikata.com edisi 27 Maret 2019

Categories
Berita Media EKOSOB slide

DEMA Fakultas Syariah dan Hukum mengadakan Panggung Ekspresi dalam merespon PT PP Lonsum

Dewan  Mahasiswa (DEMA) Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar menggelar Panggung Ekspresi di pelataran Fakultas Syariah dan Hukum UINAM, senin (25/03/2018).

Panggung ekspresi ini memiliki beberapa item kegiatan, yakni diskusi, lapak buku, hingga musikalisasi puisi. Kegiatan ini merupakan agenda lanjutan dari aliansi Solidaritas Perjuangan Tanah Untuk Rakyat (SPTR) dalam menggalang solidaritas untuk perjuangan masyarakat adat Ammatoa Kajang yang saat ini tengah berkonflik dengan PT. PP London Sumatera (Lonsum).

Junaid Judda narasumber dari Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) sulsel, mengatakan pernah terjadi pembuangan limbah Lonsum di daerah aliran sungai wilayah lohe. Pada saat pembersihan, terdapat lahan yang memiliki 30 titik mata air ditemukan rusak dan sungai-sungai ikut tercemar akibat aktivitas PT. PP Lonsum. Aliran sungai ini sampai ke  laut, hingga berdampak pada  pencemaran laut, petani rumput laut mendapatkan serpihan-serpihan karet.

“Konflik PT PP Lonsum adalah konflik 100 tahun berdarah bagi masyarakat. Akibatnya, banyak anak-anak yang tak bersekolah. Kondisi pekerja pun sangat riskan, mereka hanya di-upah Rp. 100.000 per-hari”. Tambah Indarto, narasumber dari Konsorium Pembaruan Agraria (KPA).

Semangat Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA)  dibuat untuk  koperasi milik rakyat.  Serta Undang-undang perpres 86 2018, dimana Masyarakat petani itu memiliki 2 hektar lahan dan nelayan harus memiliki wilayah tangkap sendiri. Kalau konteks Bulukumba, KPA berpendapat bahwa Pemerintah Bulukumba seharusnya melihat Perpres 86 tahun 2018, dimana tidak memberi izin atas Hak Erphak dan Hak Guna Usaha (HGU), bahwa sisa air  sekarang ini hanya 20 persen, dan air bersih lainnya lebih diutamakan perkebunan, perhutanan. maka dari  ” Tidak ada air, tidak ada kehidupan”. Ucapnya kembali.

Narasumber ketiga Rizal karim dari komunitas PKBM CaraBaca, persoalan pertanahan  baru ada pada tahun 1870 yang di sebut agraria swett,  Prinsip agraria swett di dasari  asas domein verklaring yang dibawa oleh Raffles pada saat menjadi gubernur jendral kolonial Belanda pada saat itu, asas ini menganggap daerah-daerah  yang ditaklukkan sifatnya  itu milik,  Bahasa kekuasaan ialah perlindungan dan penguasaan atas sumber-sumber agraria. Undang-undang Pokok Agraria tahun 1960 ialah cerminan Hak Ulayat masayarakat Indonesia.

Sebenarnya sumber daya alam kita mencukupi untuk semua orang, tetapi tidak untuk mereka yang serakah. Ucap Rizal kembali.

 

Penulis : ibrahim R.M

 

*Sebelumnya berita ini telah dimuat di media online SINTESIA pada edisi 25/03/2019

Categories
Berita Media SIPOL slide

Lakukan Kekerasan Terhadap Mahasiswanya, Dosen Sinjai Ini Akhirnya Di Vonis Kurungan

Sidang putusan kasus kekerasan akademik yang dilakukan dekan Fakultas Ekonomi dan Hukum Islam (FEHI) Institut Agama Islam Muhammadiyah (IAIM) Sinjai. Kamis, (21/3/19).

Sidang tersebut berlangsung di Pengadilan Negeri Sinjai Jl. Jenderal Sudirman, kabupaten Sinjai.

Dalam persidangan tersebut, dimana Dr. Muh. Anis, M. Hum, sebagai pelaku divonis dan dinyatakan bersalah.

Dengan melanggar pasal 352 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) – Penganiayaan Ringan.

Anis diberi hukuman 1 bulan kurungan masa percobaan, sesuai surat keputusan Pengadilan Negeri (PN) Sinjai, nomor: 4/pid.C/2019/PN.Snj.

Selain sidang putusan, aksi sejumlah mahasiswa juga mewarnai halaman PN Sinjai.

Salah satu orator mengatakan bahwa kasus seperti ini tidak bisa didiamkan.

“Kekerasan akademik tidak boleh terjadi. Kampus harus bersifat akademis tidak boleh ada preman” teriak ihwal dalam orasinya.

Diketahui sebelumnya, dekan FEHI IAIM Sinjai ini melakukan kekerasan fisik dengan memukul salah satu mahasiswanya yakni Sulfadli, pada (15/1/ 2019) lalu saat aksi protes pembayaran kartu ujian. (Fajar Udin)

 

 

*Sebelumnya berita ini telah dimuat di media online jurnalfaktual.com edisi 21/03/2019

Categories
Berita Media SIPOL slide

DR Muh Anis M.Hum Dihukum Lantaran Main Pukul Pada Mahasiswanya

Tak terima dihadiahi jab kanan sang dosen mendarat dipipinya, seorang mahasiswa di FE dan Hukum Islam (FEHI) Institut Agama Islam Muhammadiyah (IAIM) Sinjai, lalu melaporkan kasus ini ke pihak berwajib.

Oleh pihak berwajib laporan yang masuk ditanggapi, karena memang itu salah satu tugas dari kepolisian. Laporan mahasiswa bernama Sulfadli ini diproses sampai dilimpahkan ke Kejaksaan.

Dari kejaksaan kasus dibawa ke meja hijau. Pada tanggal (21/3) Pengadilan Negeri Sinjai memutuskan perkara kasus penganiayaan ringan ini dengan menyatakan sang dosen terbukti bersalah.

Dalam persidangan tersebut, sang dosen bernama Dr. Muh. Anis, M. Hum, sebagai terdakwa divonis dengan hukuman 1 bulan hukuman percobaan.

Dengan hukuman itu Sang dosen tidak jadi masuk LP, namun selama 1 bulan dosen bergelar Doktor ini tak boleh bikin masalah lagi, meskipun hanya mendaratkan jab ayu swing kepada mahasiswanya atau kepada siapa saja.

Perbuatan dosen tersebut melanggar pasal 352 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) – yakni Penganiayaan Ringan.

Anis diberi hukuman 1 bulan kurungan masa percobaan, sesuai surat keputusan Pengadilan Negeri (PN) Sinjai, nomor: 4/pid.C/2019/PN.Snj.

Kendatipun kasus ini sudah sampai ke Pengadilan, namun sejumlah aktifis mahasiswa masih melakukan aksi unjuk rasa di depan Kantor PN Sinjai.

Salah satu orator mengatakan bahwa kasus seperti ini tidak bisa didiamkan.

“Kekerasan akademik tidak boleh terjadi. Kampus harus bersifat akademis tidak boleh ada preman” teriak ihwal dalam orasinya.

Diketahui sebelumnya, dekan FEHI IAIM Sinjai ini melakukan kekerasan fisik dengan memukul salah satu mahasiswanya yakni Sulfadli, pada (15/1/ 2019) lalu saat aksi protes pembayaran kartu ujian. (*)

 

 

*Sebelumnya berita ini telah dimuat di media online pilarbangsanews.com edisi 21/03/2019

Categories
Berita Media SIPOL slide

Oknum Dosen Pukul Mahasiswa IAIM Sinjai Divonis 1 Bulan Kurungan

Sidang putusan kasus kekerasan akademik yang dilakukan dekan Fakultas Ekonomi dan Hukum Islam (FEHI) Institut Agama Islam Muhammadiyah (IAIM) Sinjai. Kamis, (21/3/2019).

Sidang tersebut berlangsung di Pengadilan Negeri Sinjai Jalan. Jenderal Sudirman, Kabupaten Sinjai.

Dalam persidangan tersebut, dimana Dr. Muh. Anis, M. Hum, sebagai pelaku divonis dan dinyatakan bersalah.

Dengan melanggar pasal 352 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) – Penganiayaan Ringan.

Anis diberi hukuman 1 bulan kurungan masa percobaan, sesuai surat keputusan Pengadilan Negeri (PN) Sinjai, nomor: 4/pid.C/2019/PN.Snj.

Selain sidang putusan, aksi sejumlah mahasiswa juga mewarnai halaman PN Sinjai.

Salah satu orator mengatakan bahwa kasus seperti ini tidak bisa didiamkan.

“Kekerasan akademik tidak boleh terjadi. Kampus harus bersifat akademis tidak boleh ada preman,” teriak Ihwal dalam orasinya.

Diketahui sebelumnya, dekan FEHI IAIM Sinjai ini melakukan kekerasan fisik dengan memukul salah satu mahasiswanya yakni Sulfadli, pada (15/1/ 2019) saat aksi protes pembayaran kartu ujian.

 

*Sebelumnya berita ini telah dimuat di media online portalmakassar.com pada 21/03/2019

Categories
Berita Media slide

Aniaya Mahasiswanya, Oknum Dosen IAIM Sinjai Divonis Kurungan

Sidang putusan kasus kekerasan akademik yang dilakukan dekan Fakultas Ekonomi dan Hukum Islam (FEHI) Institut Agama Islam Muhammadiyah (IAIM) Sinjai. Kamis, (21/3/19).

Sidang tersebut berlangsung di Pengadilan Negeri Sinjai Jl. Jenderal Sudirman, kabupaten Sinjai.

Dalam persidangan tersebut, dimana Dr. Muh. Anis, M. Hum, sebagai pelaku divonis dan dinyatakan bersalah.

Dengan melanggar pasal 352 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) – Penganiayaan Ringan.

Anis diberi hukuman 1 bulan kurungan masa percobaan, menetapkan pidana tersebut tidak perlu dijalani kecuali jika dikemudian hari ada Putusan Hakim yang menentukan Iain disebabkan karena Terpndana melakukan suatu tidak pidana sebelum masa percobaan selama 6 (enam) bulan berakhit, membebankan biaya perkara kepada Terdakwa sajumlah Rp. 2000 (due nbu ruplah). Sesuai surat keputusan Pengadilan Negeri (PN) Sinjai, nomor: 4/pid.C/2019/PN.Snj.

Selain sidang putusan, aksi sejumlah mahasiswa juga mewarnai halaman PN Sinjai.

Salah satu orator mengatakan bahwa kasus seperti ini tidak bisa didiamkan.

“Kekerasan akademik tidak boleh terjadi. Kampus harus bersifat akademis tidak boleh ada preman” teriak Ihwal dalam orasinya.

Diketahui sebelumnya, dekan FEHI IAIM Sinjai ini melakukan kekerasan fisik dengan memukul salah satu mahasiswanya yakni Sulfadli, pada (15/1/ 2019) lalu saat aksi protes pembayaran kartu ujian.

 

 

*Sebelumnya berita ini telah dimuat di media online suarajelata.com (21/03)

Categories
EKOSOB SIPOL slide

Tolak Penggusuran Berdalih Revitalisasi Cagar Budaya Benteng Rotterdam

Press Release ALARM Tolak PENGGUSURAN

“Berpartisipasi dalam kehidupan budaya adalah HAM yang dilindungi oleh negara”
Tolak Penggusuran Berdalih Revitalisasi Cagar Budaya Benteng Rotterdam, Makassar!!!

Aliamin (51 tahun) menerima surat dari Balai Pelestarian Cagar Budaya Sulawesi Selatan (untuk selanjutnya disebut sebagai balai) pada tanggal 12 Februari 2019, Surat bernomor 0303/E22.1/TU/2019 tersebut berisi tentang permintaan pihak balai agar Aliamin dan keluarga segera mengosongkan lahan yang ia tempati paling lambat 14 hari setelah surat diterima.

Lahan ini sudah ditempati Aliamin selama kurang lebih 24 tahun. Di sini dia bersama keluarga menggantungkan hidup, sambil merawat taman seluas 60 x 29 m dengan hasil keringat sendiri dan tanpa uang dari negara. Aliamin saat ini telah memiliki 5 (lima) orang anak. Kelima anaknya lahir dan besar di tempat tersebut.

Pada tahun 1995 Aliamin mulai menempati lokasi di sisi kiri depan bangunan tembok Benteng Rotterdam (Taman Patung Kuda), ini atas permintaan Gabungan Pengusahan Konstrusi (GAPENSI) TK 1 Sul-sel, melalui surat tugas yang diterbitkan Badan Pimpinan Daerah Gapensi TK I Sul-sel tertanggal 15 April 1995, Aliamin diminta untuk merawat dan menjaga Taman Patung Kuda Benteng yang merupakan Binaan Gapensi. Gapensi pada tahun 1995 diberikan kewenangan oleh Pemerintah Kota Madya untuk mengelola Taman Patung Kuda.

Pada awal bekerja sebagai perawat taman, Aliamin mendapat upah sekitar Rp. 70.000 s/d Rp. 100.000 perbulan dari Gapensi. Namun pada tahun 1997 terjadi krisis, sehingga keuangan Gapensi ikut mendapat imbas, maka Drs. A. M. Mochtar meminta kepada Aliamin agar membuka usaha warung kedai kopi di area taman agar tetap bisa membiayai taman dan dapat bertahan hidup, karena Gapensi tidak lagi memiliki anggaran untuk mengupah Aliamin. Hasil dari penjualan kedai kopi digunakan Aliamin untuk menjaga dan merawat taman.

Pada tahun 1999 pernah dilakukan pengukuran lokasi situs oleh pihak balai, itu tanpa komunikasi kepada Aliamin sebagai pengelola taman. Hingga pada tahun 2010 terbit Sertifikat Hak Pakai (SHP) atas nama balai, tetap juga Aliamin tidak diajak komunikasi, paling tidak untuk memperjelas posisi Aliamin setelah terbitnya sertifikat.

Secara hukum, penguasaan Aliamin yang menjaga kelestarian dan keberlanjutan Cagar Budaya Benteng Rotterdam secara konsisten adalah sah dan bukanlah perbuatan melawan hukum. Apalagi penguasaan tersebut dilakukan jauh sebelum terbitnya SHP tahun 2010. Penguasa fisik (bezitter) haruslah dilindungi oleh hukum, tidak seorangpun yang dapat melakukan eksekusi pengosongan lahan tanpa melalui putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht).

Melalui penguasaan selama puluhan tahun, maka timbullah seperangkat hak Aliamin sebagai warga negara, antara lain ; hak atas pekerjaan termasuk mencari nafkah, hak atas pendidikan terhadap 5 (lima) orang anak Aliamin, hak atas tempat tinggal dan perumahan, hak atas keberlanjutan keluarga, dan hak atas kehidupan yang layak. Secara aktual, yang dilakukan Aliamin merupakan wujud penikmatan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan budaya, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 15 Ayat (1) huruf a UU Nomor 11 tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial Dan Budaya.

Seperangkat hak tersebut merupakan Hak Asasi Manusia (HAM) yang wajib dihormati dan dilindungi oleh negara. Tidak seorangpun, termasuk pihak balai yang dapat menghilangkan/merampas HAM secara sewenang – wenang. Hal ini telah ditegaskan dalam ketentuan Pasal 28 I Ayat (4) dan Pasal 28 J Ayat (1) UUD 1945, menyatakan bahwa “Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah. Dan Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara”. Selanjutnya ditegaskan dalam Pasal 71 UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM, menyatakan bahwa “Pemerintah wajib dan bertanggung jawab menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan HAM…”

Di sisi lain, Aliamin yang selama puluhan tahun secara sukarela melakukan pelestarian secara konsisten dan keberlanjutan, seharusnya diberikan insentif oleh Pemda Sul-sel, bukan malah digusur. Berdasarkan ketentuan Pasal 36 Ayat (1) dan (2) PERDA Prov. Sulsel Nomor 2 tahun 2014 tentang Pelestarian dan Pengelolaan Cagar Budaya, menyatakan “setiap orang, kelompok masyarakat, atau badan yang memiliki dan/ atau menguasi Cagar Budaya dengan sukarela melakukan pelestarian secara konsisten dan berkelanjutan serta memenuhi kaidah pelestarian terhadap Cagar Budaya dapat diberi insentif dan/atau kompenasasi dari Pemerintah Daerah. Pemberian insentif sebagaimana dimaksud, dapat berbentuk bantuan advokasi, tenaga teknis, tenaga ahli, sarana dan prasarana, dan/atau pemberian tanda pengahargaan. Sedangkan pemberian kompensasi sebagaiamana dimaksud, dapat berbentuk uang, bukan uang, dan/atau tanda penghargaan.”

Rencana revitalisasi oleh pihak balai dilakukan secara diskriminatif, sebab di lain pihak terdapat banyak bangunan permanen yang berdiri di dalam kawasan cagar budaya Benteng Rotterdam. Ironisnya, pihak balai kehilangan nyali untuk menertibkan bangunan – bangunan tersebut. Dalam artian, pihak balai hanya bernyali terhadap masyarakat kecil dan lemah seperti Aliamin.

Olehnya itu, kami menilai rencana pengosongan oleh pihak Balai Pelestarian Cagar Budaya Sul-sel terhadap rumah tempat tinggal Aliamin adalah tindakan diskriminatif, sewenang – wenang, melawan hukum, dan menimbulkan ancaman terjadinya pelanggaran HAM.

Untuk itu, kami dari Aliansi Rakyat dan Mahasiswa (ALARM) Tolak PENGGUSURAN menuntut dan mendesak kepada:

1. Presiden R.I. untuk menghentikan rencana penggusuran terhadap Aliamin;
2. Menteri Pendidikan & Kebudayaan R.I. Cq. Dirjen Kebudayaan R.I. Cq. Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Sulsel untuk menghentikan rencana penggusuran terhadap Aliamin;
3. DPRD Sulsel & DPRD Makassar untuk menghentikan rencana penggusuran terhadap Aliamin;
4. KOMNAS HAM R.I. untuk melakukan penyelidikan terkait ancaman terjadinya pelanggaran HAM;
5. OMBUDSMAN R.I. untuk melakukan penyelidikan terkait dugaan mall administrasi Surat dari Balai Pelestarian Cagar Budaya Prov. Sulsel Nomor : 0303/E22.1/TU/2019, tanggal 12 Februari 2019

 

Makassar, 26 Februari 2019.

 

Narahubung:

    1. 1. 0853-9512-2233 (Edy Kurniawan/Kepala Divisi Tanah & Lingkungan Hidup LBH Makassar-YLBHI/Kuasa Hukum Aliamin)
    1. 2. 0877-8181-1313 (Mukhtar Guntur Kilat/Presiden Federasi Serikat Perjuangan Buruh Indonesia)
    1. 3. 0812-4264-9000 (Aliamin/korban rencana pengosongan kawasan Cagar Budaya Benteng Roterdam, Makassar)

 

Categories
EKOSOB SIPOL slide

Solidaritas untuk Juru Parkir Makassar Tolak Kenaikan Setoran

Salam perjuangan,

Sehubungan dengan surat edaran dari PD. Parkir Kota Makassar Raya yang dikeluarkan pada tanggal 10 Januari 2019 dengan nomor: 001/10.3/PD.PMR/I/2019, perihal Penyesuaian Target Setoran Titik Parkir dengan alasan “pertumbuhan kendaraan sebesar 7% yang memacetkan arus lalu lintas sehingga perlu penataan parkiran,” maka dinaikka target anggaran sebesar Rp. 27.054.420.000 (dua puluh tujuh miliar lima puluh empat juta empat ratus dua puluh ribu rupiah). Menelaah isi surat edaran tersebut yang sangat tidak masuk di akal, tidak manusiawi serta ketidak saling terhubungnya antara peningkatan volume kendaraan dengan pendapatan Juru Parkir sehingga kenaikan target setoran Juru Parkiran di Kota Makassar tidak dapat dibenturkan.

Peningkatan volume kendaraan terus bertumbuh, akan tetapi lahan milik Juru Parkir di Kota Makassar sama sekalai tidak mengalami perubahan. Meskipun volume kendaraan terus bertambah tetapi itu tidak berdampak pada pendapatan Juru Parkir. Seharusnya juga ketika PD. Parkir Kota Makassar Raya akan mengambil kebijakan kenaikan setoran terhadap Juru Parkir, ini dapat dikatakan bentuk ketidakpedulian dan tidak adanya pertimbangan terhadap nasib Juru Parkir.

Selain itu, hak-hak Juru Parkir yang tidak terpenuhi oleh pihak PD. Parkir Kota Makassar Raya seperti jaminan kesehatan, kesejahteraan Juru Parkir, seragam Juru Parkir, ketersediaan kasrcis parkir dan ganti rugi ketika terjadi kehilangan baik itu berupa kendaraan hingga helm maupun barang lain yang dibebankan kepada Juru Parkir. Perlu diketahui behwa Juru Parkir menyumbang besar terhadap pemasukan APBD Kota Makassar.

Maka dari itu, kami dari Solidaritas untuk Juru Parkir Makassar dengan tegas menolak setoran terhadap Juru Parkir yang tidak berdasar dan menuntut:

  1. Batalkan kenaikan setoran Juru Parkir!
  2. Wujudkan transparansi anggaran PD. Parkir Kota Makassar Raya!
  3. Libatkan Juru Parkir dalam pengambilan kebijakan!
  4. Penuhi hak-hak Juru Parkir!
  5. Berikan jaminan keamanan kepada Juru Parkir!

(SERIKAT JURU PARKIR MAKASSAR (SJPM), FIK-ORNOP SULSEL, LBH MAKASSAR, ACC SULAWESI, FOSIS, KOMUNAL, PEMBEBASAN, PMII RAYON FAI UMI)