Categories
Perempuan dan Anak

Berkas Kasus Briptu S Dikirim Ke Kejaksaan, LBH Makassar Desak Tersangka Ditahan!

Makassar, 12 Februari 2024. Laporan Polisi: LP/B/747/VII/2023/SPKT/ POLDA Sulsel, tertanggal 22 Agustus 2023 yang dilakukan oleh F, korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh Anggota Polri di Rumah Tahanan Polda Sulsel menuai babak baru. Pada 21 Desember 2023, berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprin.Sidik/2886/XII/RES.1.24/2023/ KRIMUM, laporan saksi korban telah dinaikkan ke tahap penyidikan. 

Pada 28 Desember 2023, Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum menetapkan Briptu S, sebagai Tersangka dugaan tindak pidana kekerasan seksual,  sebagaimana diatur dalam Pasal 6 huruf c Jo. Pasal 15 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

Berdasarkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP), tertanggal 29 Januari 2024, Penyidik Polda Sulsel telah mengirimkan berkas perkara Tersangka ke Kejaksaan Negeri Makassar, sesuai Surat Pengiriman Berkas Perkara Nomor: C.1/06/I/RES.1.24/2023 Ditreskrimsus, tanggal 11 Januari 2024. Surat ini baru diterima oleh Tim Kuasa Hukum korban pada 6 Februari 2024.

Untuk memastikan percepatan proses hukum terhadap Tersangka, pada 29 Januari 2024, Tim Kuasa Hukum LBH Makassar bersurat ke POLDA Sulawesi Selatan  mendesak Kapolda Sulsel untuk menetapkan pembatasan gerak pelaku dengan melakukan penahanan. Namun, hingga detik ini Tersangka masih bebas berkeliaran.

Mirayati Amin, S.H., selaku Kuasa Hukum korban menilai kasus ini patut mendapatkan atensi publik. Pasalnya, kasus seperti ini jarang terexpose atau diketahui khalayak umum. Karena, bagi korban butuh waktu untuk akhirnya berani melaporkan pelecehan seksual yang dialami. Mengingat, tidak mudah menyeret anggota Polri ke Pengadilan atas tindak pidana yang dilakukan.

“Berdasarkan laporan LBH Makassar, sejak pengesahan Undang-Undang TPKS, hampir tidak ada kasus yang sampai ke persidangan dan korban mendapatkan keadilan. Saat melapor Korban justru mengalami reviktimisasi dan diminta untuk membuktikan kejahatan yang dilakukan oleh pelaku, yang seharusnya menjadi fokus aparat penegak hukum dalam mencari pembuktian unsur pasal,” tegas Mirayati Amin.

Kasus ini seharusnya menjadi sorotan publik dan patut untuk diberikan atensi penuh. Hal ini beralasan dengan melihat sederet kasus serupa yakni Anggota Polri yang diduga melakukan tindak pidana sangat sulit untuk dimintai pertanggungjawaban. Praktik undue delay yang berujung pada menebalnya Impunitas ditubuh Polri.

Sejak awal, sangkaan kasus ini akan menemui aral dan menambah daftar kasus impunitas dan undue delay pada institusi kepolisian. Hal ini merujuk pada kasus-kasus yang terjadi sebelumnya yang juga kami dampingi, misalnya kasus Agung, Anjasmara, Sugianto dan Nuru Saali, yang mana hingga saat ini proses hukumnya masih gelap. Kasus-kasus ini menggambarkan proses hukum yang busuk yang dilakukan oleh Institusi Kepolisian,” tegas Muhammad Ansar.

***

Penulis: Mirayati Amin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *