Categories
EKOSOB slide

Press Release YLBHI-LBH Makassar: Ombudsman Sul-Sel Terkesan Lambat dalam Menangani Kasus Do Mahasiswa UKI Paulus Makassar dan STIMIK Akba Makassar

Akhir tahun 2019 dan awal tahun 2020 menjadi titik kelam bagi gerakan mahasiwa dan dunia perguruan tinggi di Sulawesi Selatan. Akhir tahun 2019 28 mahasiswa UKI Paulus Makassar dikenakan sanksi Drop Out (DO) oleh pihak Kampus. Kemudian di awal tahun 2020 11 mahasiswa STIMIK AKBA Makassar juga mengalami hal demikian. Dalam kasus DO Mahasiswa di dua kampus ini terdapat kesamaan alasan, yaitu karena melakukan aksi (demonstrasi) protes terkait aturan kemahasiswaan yang dianggap sangat mengekang Lembaga Kemahasiswaan, serta beberapa diantara mahasiswa yang di DO adalah ketua lembaga di tingkatan fakultas dan univeritas.

Mahasiswa jorban DO dua kampus tersebut telah mempertanyakan dan melakukan upaya keberatan atas sanksi yang diterima. Upaya itu dilakuan karena mahasiwa merasa sanksi DO yang diberikan oleh pihak kampus tidak sesuai prosedural atau maladministrasi karena dilakukan tidak sesuai dengan peraturan kampus. Akan tetapi, upaya tersebut tidak menggoyahkan kampus untuk mencabut SK DO yang telah dikeluarkan, akhirnya mahasiswa melalui perwakilan masing masing kampus melaporkan tindakan kampus ke kantor Ombudsman RI perwakilan Provinsi Sulawesi Selatan.

Namum nasib mahasiswa dari kedua kampus yang menjadi korban DO semakin kelam. Penanganan laporan mereka di Ombusdman Sul-Sel dianggap sangat lambat . Hal ini dikarenakan Laporan mahasiswa UKI Paulus tertanggal 27 januari 2020 dan mahasiswa STIMIK AKBA 31 Januari 2020 di Ombudsman Sulsel sampai saat ini belum ada kejelasan. Padahal bila melihat surat edaran No. 19 tahun 2019 di lingkup Ombudsman RI dan penjelasan Ombudsman Sul-Sel bahwa kasus ini masuk dalam kategori sederhana yang masa penyelesaianya 30 hari. Namun sampai saat ini laporan ini belum ada hasil.

Sebenarnya kami berharap bahwa dengan adanya surat edaran ini serta aturan lainnya di lingkup Ombudsman kasus kasus seperti ini bisa diselesaikan dengan cepat dan menjadi sekala prioritas. Hal ini didasarkan :

  1. Berdasarkan UU Ombudsman serta aturan lainnya, Ombudsman bisa memutuskan kasus ini dengan cepat dan putusannya memiliki kekuatan hukum serta dapat langsung dilaksanakan. Sehingga lebih efektif dibanding upaya lainnya.
  2. Bila kasus ini masuk kerana hukum , khususnya berproses di PTUN konsekuensinya akan memakan waktu bertahun tahun sampai berkekuatan hukum tetap dan konsekuensi lainnya laporan di Ombudsman akan di hentikan sesuai aturan di Ombudsman.
  3. Kasus Kekerasan akademik salah satunya kasus Drop Out bila prosedur pemberiannya tidak sesuai aturan yang ada, maka akan sangat merugikan mahasiwa dan sangat bertententangan dengan prinsip NEGERA HUKUM, HAM dan Demokrasi. Hal ini dikarenakan hak untuk menyapaikan pendapat di depan umum telah dijamin oleh undang undang, serta proses pemberian sanksi yang harus melalui proses mendengarkan dua bela pihak serta hak atas pendidikan dan hak atas pekerjaan akhirnya hilang dikarenakan sanksi DO yang diberikan. Padahal negra seharusnya menjamin dan melindungi hak asasi warga negaranya.

Harapan bangsa ini salah satunya terletak di pundak para mahasiwa selaku genarasi penerus bangsa untuk mengisi kemerdekaan ini dengan kemerdekaan berpikir dan kemerdekaan bertidak sesuasi hak asasi manusia guna menumbangkan praktk praktek otoritarianisme penguasa.

Oleh karena itu, YLBHI-LBH Makassar mendesak kepada Ombudsman RI perwakilan Sul-Sel menangani dengan cepat kasus DO yang dialami oleh Mahasiswa UKI Paulus Makassar dan STIMIK AKBA.

 

 

Makassar, 18 Maret 2020

YLBHI-LBH Makassar

 

Andi Haerul Karim, S.H.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *