Categories
SIPOL slide

Aksi Kamisan ‘Santuy’ di Makassar Dibubarkan Paksa

Aliansi Rakyat Melawan Oligarki (RMO) menggelar aksi ‘Kamisan Santuy (santai)’ di pertigaan Jalan AP. Pettarani – Bluevard, Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan, berlangsung pukul, 16.00 WITA. Kamis, (26/12).

Terlihat aksi tersebut diikuti sekitaran 50-an orang massa, “Sesuai kesepakatan aliansi, aksi Kamisan Santuy ini hanya membentangkan spanduk dan petaka sambil bagi-bagi selebran. Kalau ada yang mau orasi itu kita sediakan toa, selebihnya menyanyi-nyanyi,” kata Wardah, Jenderal Lapangan (Jenlap).

Tuntutan Aliansi Rakyat Melawan Oligarki (RMO)

Mereka mendesak agar dituntaskan pelanggaran HAM masa lalu dan adili penjahat HAM; Pulihkan hak-hak korban segera; Hentikan perampasan hak Rakyat; Hentikan kriminalisasi Rakyat dan Aktivis HAM; Hentikan diskriminasi dan persekusi terhadap kelompok minoritas dan keberagaman SOGIESC.

Massa meminta agar dijalankan supremasi Sipil; Tolak TNI dan Polri menempati jabatan Sipil; Stop militerisme di Papua dan daerah lain, bebaskan tahanan politik (Tapol) Papua segera tanpa syarat; Menolak paket kebijakan yang tidak pro Rakyat – RKUHP, RUU pertambangan minerba, RUU pertanahan, RUU permasyarakatan, RUU ketenagakerjaan; mendesak disahkannya RUU PKS dan RUU perlindungan pekerja rumah tangga.

Hentikan pembakaran hutan di Kalimantan dan Sumatera yang dilakukan oleh Korporasi, dan pidanakan Korporasi pembakar Hutan, serta cabut Izinnya; Hentikan pemberian grasi terhadap terpidana Koruptor.

Cabut PP 78 dan hentikan politik upah murah; Hentikan Tambang Bermasalah Di Sulawesi Selatan; Stop perampasan dan penggusuran Tanah Rakyat (Bara-Baraya, Kakatua, Petani Polongbangkeng Vs PTPN XIV).

Stop pelarangan jam malam di Kampus (UINAM, UNHAS, UMI, UNIFA, STIEM Bongayya); Hormati, lindungi dan penuhi Hak Perempuan Buruh Migran di Sulsel dan Hentikan reklamasi pantai Kota Makassar yang memiskinkan Perempuan.

Massa Aksi Kamisan Santuy Direpresif

Tak berlangsung lama, tiba-tiba kurang lebih 10 orang mendatangi demonstran, “Mereka meminta agar kami membubarkan diri. Sementara kami mencoba berkomunikasi secara persuasif dan menjelaskan tujuan aksi, yaitu kampanye kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi dalam rentan tahun 2019, serta gagalnya negara menyelesaikan pelanggaran HAM masa lalu. Mereka merampas atribut aksi aksi kami, berupa spanduk dan poster, hingga sobek,” ujar Jenlap.

“Ormas yang mengaku sebagai Brigade Muslim Indonesia (BMI) datang dan menuduh kita Organisasi Papua Merdeka (OPM), karena mereka tidak sepakat kalau dikampnyekan pelanggaran HAM, khususnya yang di Papua,” terang Wardah.

Tak hanya itu,  kata Wardah, massa aksi Kamisan juga dituduh anti NKRI, “Padahal sebenarnya aksi ini berusaha mengkampanyekan pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia supaya kedepannya pemerintah belajar bahwasanya banyak kebijakan yang tidak pro-demokrasi,” pungkasnya.

Peran Aparat dalam menjaga kebebasan menyampaikan pendapat

Perwakilan LBH Makassar, Salman yang ikut dalam aksi tersebut mengatakan bahwa aparat kepolisian yang berada di lokasi justru terkesan lebih mengintervensi massa RMO, “Aparat meminta massa membubarkan diri, bukan malah mengamankan agar aksi tetap berlangsung secara damai,” kesalnya.

Salman menilai bahwa hal ini menunjukkan kepolisian tidak cukup profesional dalam menjalankan tugas pengamanan dan perlindungan terhadap kebebasan menyampaikan pendapat di hadapan umum.

“Terlebih kami sudah menyampaikan pemberitahuan aksi sejak tanggal 24 Desember 2019, lalu dalam Undang Undang Nomor 9 Tahun 1998,” tegasnya.

Salman menerangkan, tindakan Ormas itu jelas melanggar Pasal 18 ayat (2) UU No.9/1998 yang menyatakan bahwa “Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan menghalang-halangi hak warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum yang telah memenuhi ketentuan Undang-undang ini dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun,” imbuhnya.

Aliansi Rakyat Melawan Oligarki menyatakan sikap

Massa menyesalkan sikap anggota kepolisian di lapangan yang tidak tegas memberikan perlindungan dan cenderung melakukan pembiaran terhadap tindakan kekerasan dan intimidasi oleh sekelompok orang yang mendaku dari ormas BMI terhadap massa aksi yang melakukan aksi secara damai.

“Kepada Kapolrestabes Makassar untuk melakukan evaluasi dan mengambil tindak tegas atas dugaan pelanggaran etik dan disiplin anggota polisi dibawah jajarannya yang tidak memberikan perlindungan kepada aksi yang berlangsung secara damai,” tandas Jenlap.

Mereka mendesak Kepolisian melakukan proses hukum pidana terhadap oknum kelompok dan atau perorangan yang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap massa aksi.

“Inilah bentuk krisis demokrasi di Indonesia,” kunci Jenderal Lapangan.

 

 

Catatan: Berita ini telah dimuat di media online suarajelata.com pada 26 Desember 2019

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *