Categories
EKOSOB slide

Pers Release Aliansi Juru Parkir Makassar: Hentikan Pemasangan Terminal Parkir Eletronik dan Hentikan Intimidasi Terhadap Juru Parkir

Juru parkir sebagai sebuah pekerjaan adalah usaha yang dimulai sendiri oleh juru parkir. Lahan-lahan parkir yang tempat mereka bekerja, merupakan hasil dari usaha jukir dengan meminta izin kepada pemilik toko. Pada perkembanganya, lahirlah perusahaan daerah yang mengurus perparkiran di kota Makassar yang melihat ada potensi pendapatan dari sektor perparkiran.

PD Parkir memungut retribusi dari jukir berdasarkan ketentuan yang dibuat oleh PD Parkir. Retribusi yang dibayar setiap harinya ini menjadi pendapatan dari PD Parkir. Jukir adalah tulang punggung pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor perparkiran di kota Makassar. Sebagai sebuah profesi, juru parkir harus mendapatkan kesejahteraan sebagai hasil dari proses kerja yang dilakukannya.

Perjuangan akan kesejahteraan adalah hal yang terus menerus mereka lakukan. Terdapat banyak kebijakan PD Parkir yang merugikan mereka sebagai jukir. Pelibatan pihak ketiga (swasta) adalah hal yang sering dilakukan oleh PD Parkir, dan hal tersebut membuat jukir terus mengalami penurunan kesejahteraan.

PD Parkir sebagai perusahaan daerah yang mengurusi perparkiran di Makassar, baru-baru ini membuast kebijakan terminal parkir elektronik. Untuk menjalankan, PD Parkir menggandeng/bekerja sama dengan pihak ketiga (swasta) untuk mengadakan alat parkir elektronik. Kebijakan ini ditolak oleh seluruh juru parkir Makassar. Penolakan kebijakan ini lantaran akan membuat kesejahteraan juru parkir semakin memburuk. Program ini dinilai hanya akan menguntungkan pihak ketiga yang digandeng oleh PD parkir dalam menjalankan program ini.

Jika program ini dijalankan, juru parkir akan digaji sebesar 1,5 juta rupiah/bulan. Nilai nominal gaji yang ditetapkan oleh PD Parkir dinilai tak cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga juru parkir, seperti; membayar kontrakan, uang sekolah anak, makan sehari-hari dan biaya-biaya rumah tangga lainnya. Sebagai perbandingan, buruh setiap bulannya diupah sebesar 3,1 juta rupiah beserta dengan jaminan kesehatan, ketenagakerjaan. Penghitungan upah buruh tersebut berdasarkan standar kehidupaln layak. Nilai nominal gaji yang ditawarkan PD Parkir tentu sangan juah dari standar hidup layak.

Program ini juga akan membuat beberapa tukang parkir terancam kehilangan pekerjaanya. Pasalnya, jika program ini dijalankan, tidak semua tukang parkir yang selama ini bekerja dititik parkir mereka masing-masing akan direkrut dan digaji. Sebagaimana awalnya, disetiap titik parkir, ada beberapa jukir yang bekerja sesuai dengan luasan lahan parkir.

Selama bekerja, jukir tak pernah mendapatkan hak-hak mereka sebagai mitra, seperti; rompi parkir yang tak pernah diganti, pertanggung jawaban PD parkir ketika pengguna parkir kehilangan barang, jaminan kesehatan yang tak dibayarkan, dan jaminan ketika terjadi kecelakaan kerja dan kematian. PD Parkir hanya tahu mengambil retribusi dan tak memberi hak jukir. Dari program ini, tak jaminan akan hak-hak juru parkir.

Berdasarkan Peraturan Daerah tentang Perparkiran di Makassar (Perda 17/2006/Pengelolaan parkir tepi jalan), wilayah pungutan PD Parkir hanya yang berada di tepi jalan, sedangkan yang berada di front toko masuk kewenangan Badan Pendapatan Daerah (BAPENDA) yang dibayarkan pemilik toko sebagai pajak parkir setiap bulannya. Sementara dilapangan, kedua wilayah ini diambil alih oleh PD parkir.

Jika merujuk pada peraturan tentang perparkiran yang ada, hubungan hukum jukir dan PD Parkir adalah kemitraan, artinya hubungan antara keduanya setara dan tak ada hubungan buruh dan majikan (gaji dan menggaji). Kebijakan menggaji jukir secara hukum juga tak punya dasar yang jelas.

Tahun lalu, program terminal parking electronic (TPE)  diterpakan di 25 titik, masing-masing di Jalan R. A Kartini, Somba Opu dan jalan Penghibur. Program ini juga ditolak oleh jukir namun dipaksakan oleh PD Parkir dengn menggunakan kekuatan Polisi. Dalam pengoperasianya, program ini membuat jukir merugi. Jukir digaji 1,5 juta, biaya parkir yang terlalu tinggi membuat banyak pengguna parkir tak mau membayar, selisihnya harus dibayar sendiri oleh jukir. Belum lagi, tak ada jaminan kesehatan dan keselamatan mereka sebagai jukir. Praktek di 25 titik adalah gambaran nyata dari kegagalan upaya swastanisasi parkir dan kegagalan PD parkir dalam penyeloaan perparkiran dan memberi kesejahteraan untuk jukir.

Dari awal rencanan ini sangat dipaksakan. Tak pernah ada pelibatan juru parkir sebagai tulang punggung perkarkiran di Makassar. Jukir hanya dipaksa menerima, melaksanakan rencana tersebut. Tukang parkir yang menolak, diancam diganti dengan juru parkir yang baru.

Jukir sudah berulang kali melakukan upaya penolakan dengan menyampaikan penolakan saat program ini disosialisasikan, menggelar aksi penolakan dan menghadiri rapat dengar pendapat di DPRD Kota Makassar.

Dibeberapa titik, kebijakan ini sudah mulai di uji coba. Jukir yang sedari awal menolak harus bersitegang dengan pihak juru parkir yang memaksanakan kebijakan ini. Tak main-main, PD parkir Makassar dalam pemasangan alat menggunakan kekuatan Brimob, Provos, Satpol PP dengan senjata lengkap. Pelibatan Brimob, Provos dan Satpol PP merupakan sebuah tindakan berlebihan yang dilakukan oleh PD Parkir. Hal ini bisa dimaknai sebagai upaya pemaksaan di tengah penolakan jukir yang semakin massive.

Pada 21 Maret 2020, lima orang jukir  yang menolak pemasangan alat parkir elektronik diangkut paksa oleh Brimob bersama petugas dari PD Parkir. Kelima jukir dibawa ke POLRESTABES Makassar dan menjalani pemeriksaan. Kelimanya diangkut saat menyampaikan pendapat tentang alasan mereka menolak dan menegur PD parkir yang bertindak diluar kewenanganya. Saat beradu pendapat, kelimanya diangkut paksa. Tindakan ini bisa dimaknai sebagai sebuah upaya kriminalisasi terhadap jukir.

Tindakan kriminalisasi jukir dan pemaksaan terhadap kebijakannya adalah sebuah tindakan yang otoriter, melanggar hukum dan tak sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik. Terlebih ini dilakukan oleh sebuah perusahaan milik daerah. Tindakan ini tak boleh terus dilakukan. Perlu ada koreksi dan teguran dari seluruh unsur yang terkait.

Sebagai mitra utama dari PD Parkir, sudah seharusnya juru parkir diberi ruang berpartisipasi terhadap seluruh rencana dan kebijakan PD parkir. Penolakan juru parkir adalah hal yang tak bisa dielakkkan jika melihat tindakan PD parkir yang tak memberi ruang partisipasi kepada jukir.

Tindakan-tindakan pemaksaan dan kriminalisasi yang dilakukan oleh PD Parkir juga berpotensi melanggar hak asasi manusia. Hal ini bisa dilihat jika merujuk pada ketentuan Undang-undang Dasar 1945: pasal 27 ayat (2) “Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, Pasal 28 A “setiap orang berhak untuk hidup dan serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupanya”, Pasal 28 C ayat (1) “setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan hak dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh mamfaat dari ilmu pengetahuan dan tekneologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia”,

Hal ini juga diatur dalam ketentuan pasal 9, 36, dan pasal 40 UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM yang berbunyi : Pasal 9 ayat (1) “Setiap orang berhak untuk hidup, dan mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf kehidupannya’,

Selanjutnya, dalam ketentuan pasal 11 ayat (1) UU No. 11 tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (Ekosob) menyebut bahwa : “Negara pihak apda kovenan ini mengakui hak setiap orang atas standar kehidupan yang layak baginya dan keluarganya, termasuk pangan, sandang dan perumahan, dan atas perbaikan kondisi hidup terus menerus. Negara pihak akan mengambil langkah-langkah yang memadai untuk menjamin perwujudan hak ini dengan mengakui arti penting kerjasama Internasional yang berdasarkan kesepakatan sukarela”.

Jukir sebagai warga Negara harus dilindungi , dihormati dan dipenuhi haknya. Tindakan pemaksaan dan kriminalisasi yang dilakukan oleh PD Parkir adalah sebuah pelanggaran serius yang tak boleh dibiarkan. Penolakan adalah hak konstitusioanal jukir dan itu harus dihormati. Jaminan kesejahteraan bagi jukir adalah tugas konstitusional pemerintah, termasuk PD parkir.

Berdasarkan hal di atas, maka kami menuntut :

  1. Hentikan Kebijakan terminal parkir elektoronik sebelum mendapatkan persetujuan dari juru parkir sebagai mitra dari PD parkir;
  2. Hentikan intimidasi dan kriminalisasi juru parkir yang menolak kebijakan terminal parkir elektoronik PD parkir;
  3. Tolak kehadiran Brimob, Provos dan Satpol di area parkir jukir;
  4. Wujudkan kesejahteraan kepada juru parkir.

 

Makassar, 24 Maret 2020

Aliansi Juru Parkir makassar

SERIKAT JURU PARKIR MAKASSAR, LEMBAGA BANTUAN HUKUM MAKASSAR, ANTI CORRUPTION COMMITE,FORUM STUDY ISU-ISU STRATEGIS, KOMUNITAS MARGINAL, PEMBEBESAN MAKASSAR, PMII RAYON FAI UMI,  FORUM NAHDIYIN UNTUK KEDAULATAN AGRARIA MAKASSAR

 

 

Narahubung

Petrus                                      :085212444173 (SJPM)

Mirayanti Amin                       :085395906326 (LBH MAKASSAR)

Ali Asrawi Ramadhan             :082393381991 (ACC Sulawesi)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *