Categories
EKOSOB SIPOL slide

Tolak Penggusuran Berdalih Revitalisasi Cagar Budaya Benteng Rotterdam

Press Release ALARM Tolak PENGGUSURAN

“Berpartisipasi dalam kehidupan budaya adalah HAM yang dilindungi oleh negara”
Tolak Penggusuran Berdalih Revitalisasi Cagar Budaya Benteng Rotterdam, Makassar!!!

Aliamin (51 tahun) menerima surat dari Balai Pelestarian Cagar Budaya Sulawesi Selatan (untuk selanjutnya disebut sebagai balai) pada tanggal 12 Februari 2019, Surat bernomor 0303/E22.1/TU/2019 tersebut berisi tentang permintaan pihak balai agar Aliamin dan keluarga segera mengosongkan lahan yang ia tempati paling lambat 14 hari setelah surat diterima.

Lahan ini sudah ditempati Aliamin selama kurang lebih 24 tahun. Di sini dia bersama keluarga menggantungkan hidup, sambil merawat taman seluas 60 x 29 m dengan hasil keringat sendiri dan tanpa uang dari negara. Aliamin saat ini telah memiliki 5 (lima) orang anak. Kelima anaknya lahir dan besar di tempat tersebut.

Pada tahun 1995 Aliamin mulai menempati lokasi di sisi kiri depan bangunan tembok Benteng Rotterdam (Taman Patung Kuda), ini atas permintaan Gabungan Pengusahan Konstrusi (GAPENSI) TK 1 Sul-sel, melalui surat tugas yang diterbitkan Badan Pimpinan Daerah Gapensi TK I Sul-sel tertanggal 15 April 1995, Aliamin diminta untuk merawat dan menjaga Taman Patung Kuda Benteng yang merupakan Binaan Gapensi. Gapensi pada tahun 1995 diberikan kewenangan oleh Pemerintah Kota Madya untuk mengelola Taman Patung Kuda.

Pada awal bekerja sebagai perawat taman, Aliamin mendapat upah sekitar Rp. 70.000 s/d Rp. 100.000 perbulan dari Gapensi. Namun pada tahun 1997 terjadi krisis, sehingga keuangan Gapensi ikut mendapat imbas, maka Drs. A. M. Mochtar meminta kepada Aliamin agar membuka usaha warung kedai kopi di area taman agar tetap bisa membiayai taman dan dapat bertahan hidup, karena Gapensi tidak lagi memiliki anggaran untuk mengupah Aliamin. Hasil dari penjualan kedai kopi digunakan Aliamin untuk menjaga dan merawat taman.

Pada tahun 1999 pernah dilakukan pengukuran lokasi situs oleh pihak balai, itu tanpa komunikasi kepada Aliamin sebagai pengelola taman. Hingga pada tahun 2010 terbit Sertifikat Hak Pakai (SHP) atas nama balai, tetap juga Aliamin tidak diajak komunikasi, paling tidak untuk memperjelas posisi Aliamin setelah terbitnya sertifikat.

Secara hukum, penguasaan Aliamin yang menjaga kelestarian dan keberlanjutan Cagar Budaya Benteng Rotterdam secara konsisten adalah sah dan bukanlah perbuatan melawan hukum. Apalagi penguasaan tersebut dilakukan jauh sebelum terbitnya SHP tahun 2010. Penguasa fisik (bezitter) haruslah dilindungi oleh hukum, tidak seorangpun yang dapat melakukan eksekusi pengosongan lahan tanpa melalui putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht).

Melalui penguasaan selama puluhan tahun, maka timbullah seperangkat hak Aliamin sebagai warga negara, antara lain ; hak atas pekerjaan termasuk mencari nafkah, hak atas pendidikan terhadap 5 (lima) orang anak Aliamin, hak atas tempat tinggal dan perumahan, hak atas keberlanjutan keluarga, dan hak atas kehidupan yang layak. Secara aktual, yang dilakukan Aliamin merupakan wujud penikmatan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan budaya, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 15 Ayat (1) huruf a UU Nomor 11 tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial Dan Budaya.

Seperangkat hak tersebut merupakan Hak Asasi Manusia (HAM) yang wajib dihormati dan dilindungi oleh negara. Tidak seorangpun, termasuk pihak balai yang dapat menghilangkan/merampas HAM secara sewenang – wenang. Hal ini telah ditegaskan dalam ketentuan Pasal 28 I Ayat (4) dan Pasal 28 J Ayat (1) UUD 1945, menyatakan bahwa “Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah. Dan Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara”. Selanjutnya ditegaskan dalam Pasal 71 UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM, menyatakan bahwa “Pemerintah wajib dan bertanggung jawab menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan HAM…”

Di sisi lain, Aliamin yang selama puluhan tahun secara sukarela melakukan pelestarian secara konsisten dan keberlanjutan, seharusnya diberikan insentif oleh Pemda Sul-sel, bukan malah digusur. Berdasarkan ketentuan Pasal 36 Ayat (1) dan (2) PERDA Prov. Sulsel Nomor 2 tahun 2014 tentang Pelestarian dan Pengelolaan Cagar Budaya, menyatakan “setiap orang, kelompok masyarakat, atau badan yang memiliki dan/ atau menguasi Cagar Budaya dengan sukarela melakukan pelestarian secara konsisten dan berkelanjutan serta memenuhi kaidah pelestarian terhadap Cagar Budaya dapat diberi insentif dan/atau kompenasasi dari Pemerintah Daerah. Pemberian insentif sebagaimana dimaksud, dapat berbentuk bantuan advokasi, tenaga teknis, tenaga ahli, sarana dan prasarana, dan/atau pemberian tanda pengahargaan. Sedangkan pemberian kompensasi sebagaiamana dimaksud, dapat berbentuk uang, bukan uang, dan/atau tanda penghargaan.”

Rencana revitalisasi oleh pihak balai dilakukan secara diskriminatif, sebab di lain pihak terdapat banyak bangunan permanen yang berdiri di dalam kawasan cagar budaya Benteng Rotterdam. Ironisnya, pihak balai kehilangan nyali untuk menertibkan bangunan – bangunan tersebut. Dalam artian, pihak balai hanya bernyali terhadap masyarakat kecil dan lemah seperti Aliamin.

Olehnya itu, kami menilai rencana pengosongan oleh pihak Balai Pelestarian Cagar Budaya Sul-sel terhadap rumah tempat tinggal Aliamin adalah tindakan diskriminatif, sewenang – wenang, melawan hukum, dan menimbulkan ancaman terjadinya pelanggaran HAM.

Untuk itu, kami dari Aliansi Rakyat dan Mahasiswa (ALARM) Tolak PENGGUSURAN menuntut dan mendesak kepada:

1. Presiden R.I. untuk menghentikan rencana penggusuran terhadap Aliamin;
2. Menteri Pendidikan & Kebudayaan R.I. Cq. Dirjen Kebudayaan R.I. Cq. Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Sulsel untuk menghentikan rencana penggusuran terhadap Aliamin;
3. DPRD Sulsel & DPRD Makassar untuk menghentikan rencana penggusuran terhadap Aliamin;
4. KOMNAS HAM R.I. untuk melakukan penyelidikan terkait ancaman terjadinya pelanggaran HAM;
5. OMBUDSMAN R.I. untuk melakukan penyelidikan terkait dugaan mall administrasi Surat dari Balai Pelestarian Cagar Budaya Prov. Sulsel Nomor : 0303/E22.1/TU/2019, tanggal 12 Februari 2019

 

Makassar, 26 Februari 2019.

 

Narahubung:

    1. 1. 0853-9512-2233 (Edy Kurniawan/Kepala Divisi Tanah & Lingkungan Hidup LBH Makassar-YLBHI/Kuasa Hukum Aliamin)
    1. 2. 0877-8181-1313 (Mukhtar Guntur Kilat/Presiden Federasi Serikat Perjuangan Buruh Indonesia)
    1. 3. 0812-4264-9000 (Aliamin/korban rencana pengosongan kawasan Cagar Budaya Benteng Roterdam, Makassar)

 

Categories
EKOSOB SIPOL slide

Solidaritas untuk Juru Parkir Makassar Tolak Kenaikan Setoran

Salam perjuangan,

Sehubungan dengan surat edaran dari PD. Parkir Kota Makassar Raya yang dikeluarkan pada tanggal 10 Januari 2019 dengan nomor: 001/10.3/PD.PMR/I/2019, perihal Penyesuaian Target Setoran Titik Parkir dengan alasan “pertumbuhan kendaraan sebesar 7% yang memacetkan arus lalu lintas sehingga perlu penataan parkiran,” maka dinaikka target anggaran sebesar Rp. 27.054.420.000 (dua puluh tujuh miliar lima puluh empat juta empat ratus dua puluh ribu rupiah). Menelaah isi surat edaran tersebut yang sangat tidak masuk di akal, tidak manusiawi serta ketidak saling terhubungnya antara peningkatan volume kendaraan dengan pendapatan Juru Parkir sehingga kenaikan target setoran Juru Parkiran di Kota Makassar tidak dapat dibenturkan.

Peningkatan volume kendaraan terus bertumbuh, akan tetapi lahan milik Juru Parkir di Kota Makassar sama sekalai tidak mengalami perubahan. Meskipun volume kendaraan terus bertambah tetapi itu tidak berdampak pada pendapatan Juru Parkir. Seharusnya juga ketika PD. Parkir Kota Makassar Raya akan mengambil kebijakan kenaikan setoran terhadap Juru Parkir, ini dapat dikatakan bentuk ketidakpedulian dan tidak adanya pertimbangan terhadap nasib Juru Parkir.

Selain itu, hak-hak Juru Parkir yang tidak terpenuhi oleh pihak PD. Parkir Kota Makassar Raya seperti jaminan kesehatan, kesejahteraan Juru Parkir, seragam Juru Parkir, ketersediaan kasrcis parkir dan ganti rugi ketika terjadi kehilangan baik itu berupa kendaraan hingga helm maupun barang lain yang dibebankan kepada Juru Parkir. Perlu diketahui behwa Juru Parkir menyumbang besar terhadap pemasukan APBD Kota Makassar.

Maka dari itu, kami dari Solidaritas untuk Juru Parkir Makassar dengan tegas menolak setoran terhadap Juru Parkir yang tidak berdasar dan menuntut:

  1. Batalkan kenaikan setoran Juru Parkir!
  2. Wujudkan transparansi anggaran PD. Parkir Kota Makassar Raya!
  3. Libatkan Juru Parkir dalam pengambilan kebijakan!
  4. Penuhi hak-hak Juru Parkir!
  5. Berikan jaminan keamanan kepada Juru Parkir!

(SERIKAT JURU PARKIR MAKASSAR (SJPM), FIK-ORNOP SULSEL, LBH MAKASSAR, ACC SULAWESI, FOSIS, KOMUNAL, PEMBEBASAN, PMII RAYON FAI UMI)

Categories
EKOSOB SIPOL slide

“Orang Kritis dan Miskin Dilarang Kuliah”

Press Release dan Legal Opini LBH Makassar terkait respon terhadap kampus Institut Agama Islam Muhammadiyah (IAIM) Sinjai yang mengeluarkan SK Skorsing dan D.O. terhadap empat (4) mahasiswanya yang diduga karena menggelar aksi mempertanyakan transparansi penggunaan uang pembayaran kartu ujian semester yang dianggap sangat memberatkan bagi mereka yang berasal dari keluarga tidak mampu. Silakan download filenya di sini!

Categories
SIPOL slide

Mahasiswa IAIM Sinjai di DO dan Diskorsing, LBH Lapor ke Ombudsman

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar melakukan pelaporan ke Ombudsman Rebuplik Indonesia Perwakilan Sulawesi Selatan, terkait kekerasan akademik yang menimpa 4 orang mahasiswa Institut Agama Islam Muhammadiyah (IAIM) Sinjai, Senin, (18/2/2019).

Koordinator Devisi Anti Korupsi dan Reformasi Birokrasi LBH Makassar, Andi Haerul Karim membenarkan hal itu. “Kami sudah memasukkan laporannya ke Ombdusman dan sudah diterima,” ungkapnya.

Hal yang sama dikatakan, Puji, selaku penerima laporan di kantor Ombudsman perwakilan Sulawesi Selatan. “Kami sudah terima laporannya dan akan diikutkan dulu dalam rapat untuk dibahas kemudian akan segera diproses, besok atau lusa” tuturnya.

Untuk diketahui, 4 mahasiswa IAIM Sinjai mendapat sanksi dari pihak kampus, Nuralamsyah dan Heri Setiawan di-DO, sementara Abdullah dan Sulfadli Diskorsing beberapa minggu yang lalu. (Sambar/BSS)

 

 

*Sebelumnya berita ini telah dimuat di media online Beritasulsel.com pada 18 Februari 2019

Categories
SIPOL slide

Polsek Ujung Pandang Melakukan Maladministrasi dalam Kasus Kematian Agung Pranata

Pada hari senin, 21 januari 2019 orang tua dari Agung pranata didampingi LBH Makassar mendatangi Ombudsman Perwakilan Sulawesi selatan. Kedatangan ke Ombudsman untuk melaporkan dugaan maladministrasi yang dilakukan Polsek Ujung Pandang saat melakukan penangkapan, penggeledahan dan penyitaan di rumah agung pranata pada tanggal 29 september 2016. Polisi dari Polsek Ujung Pandang melakukan tindakan tersebut terhadap agung dkk atas dugaan tindak pidana narkoba dan pencurian yang dilakukan oleh Agung Pranata. Namun pada saat Penangkapan, penggeledahan dan penyitaan, pihak kepolisian tidak dilengkapi dengan surat perintah dan dilakuakn dengan cara kekerasan. Adapun barang yang disita berupa 3 badik, 6 kartu atm, 1 buah alat uji detak jantung, 5 dompet, 1 steker sambungan tiga, 1 buah tas merk Tumi seharga Rp 11 Juta, 1 buah recorder, 2 unit samsung lipat, 1 unit Ipad, 3 Smartphone, 1 buah headphone, dan 1 buah handphone merk Sony Ericson berdasarkan keterangan Kapolsek Ujungpandang AKP Ananda Fauzi Harahap menggelar konferensi pers di Warkop Amanagappa, jl Amanagappa, Makassar, Kamis (6/10/2016) malam[1] dibeberapa media online. Selain itu Polsek Ujungpandang juga menyita 1 buah cincin, uang tiga juta dan 1 buah motor. Penggeledahan dan penyitaan yang dilakukan oleh Polsek Ujungpandang juga tidak disaksikan oleh pemerintah terkait padahal pihak agung menolak untuk dilakukan penangkapan, penggeledahan dan penyitaan karena tidak ada surat perintah dan tidak disaksikan oleh pejabat pemerintah setempat. Selain itu pada saat penangkapan agung pranata juga mengalami tindakan kekerasan hingga akhirnya meninggal.Keluarga agung juga meminta pihak KAPOLSEK Ujungpandang saat itu AKP Ananda Fauzi Harahap untuk bertanggung jawab selaku pimpinan terkait tindakan anggotanya dikasus agung pratama dan terkait komentarnya di media online , cetak dan elektronik terkait penyebab kematian agung dan barang bukti yang disita.

Setelah putusan kasus narkoba agung dkk telah berkekuatan hukum tetap. Pihak keluarga dan LBH Makassar mengkonfirmasi kepihak jaksa dari Kejaksaan Negeri Makassar yang menagani kasus dugaan tindak pidana narkoba agung dkk terkait barang bukti yang dijadikan bukti di persidangan di Pengadilan Negeri Makassar  sekitar bulan 2018 mengatakan dirinya hanya diserahkan barang bukti berupa alat isab dan satu saset sabu. Pihak keluarga kembali mengkonfirmasi ke Polsekujung terkait barang bukti yang disita namun polisi kembali berkilah bahwa barang bukti itu masih tetap disita terkait kasus kematian agung pranata yang saat ini ditangani POLDA SULSEL. Saat dikonfirmasi ke POLDA SULSEL, pihak POLDA SULSEL mengatkan bahwa barang bukti tersebut tidak ada hubungan nya dengan kasus kematian Agung Pranata. Sehingga pihak keluarga kembali mengkonfirmasi ke POLSEK Ujung pandang namun pihak Polsek Ujung Pandang kembali memberi alasan berbeda bahwa penyitaan tersebut terkait adanya dua laporan terkait pencurian yang dilakukan oleh Agung Pranata.  Hingga akhirnya LBH Makassar selaku pendamping hukum dua kali bersurat meminta secara administratif alasan penyitaan dan pengembalian barang sitaan tersebut namun tidak ada balasan.

Baca Juga: Penggalian Fakta Kejanggalan Kematian, otopsi jenazah Agung dilakukan

Pihak keluarga akhirnya melaporkan ke OMBUDSMAN Perwakilan Sulawesi Selatan terkait tindakan maladministrasi dan tidak dikembalikanya barang bukti yang disita. Hingga akhirnya pihak keluarga di pertemukan dengan pihak POLSESK Ujung pandang yang diwakili KANITRESKRIM Polsek Ujung Pandang di POLRESTABES Makassar. Pihak Polsek mengatakan bahwa mereka baru akan melakukan gelar perkara untuk dasar penertiban SP3 atas kasus pencurian terduga Agung Pranata karena Ia telah meninggal dan akan mengembalikan barang bukti 1 motor dan 1 handphone yang disita padahal Agung Sudah meninggal sejak tanggal 31 september 2016. Terkait barang lainnya yang disita pihak Polsek Ujung Pandang lepas tangan. Sehingga setelah gelar perkara pihak keluarga agung menolak menerima 1 buah handphone dan 1 buah sepeda motor karena mereka hanya mau menerima ketika semuan barang yang disita itu dikembalikan semua. Selain itu adanya keterangan yang berbeda pihak polsek saat di POLRESTABES Makassar bersikeras mengatakan bahwa handphone Oppo adalah milik pelapor walau keluarga Agung membantah kalau handphone tersebut adalah milik istri Agung namun saat gelar perkara mengatakan bahwa handphone Oppo adalah milik istri Agung. Terkait hasil temuan OMBUDSMAN mengatakan bahwa tidak ada maladministrasi karena yang dilaporkan oleh keluarga agung adalah penegmbalian barang bukti bukan persoalan tidak adanya surat penengakapan, penggeledahan dan penyitaan yang dilakukan oleh pihak POLSEK Ujung Pandang. Kasus maladministrasi ini sebenarnya telah dilaporkan di PROPAM POLDASULSEL namun tidak mendapat respon dengan alasan bahwa menunggu hasil proses hukum laporan pidana meninggalnya Agung yang diduga dilakukan oleh lima orang anggota Polsek Ujung Pandang yang melakukan penangkapan saat itu.

Dalam kasus ini LBH Makassar melihat banyak pelanggaran dan tindak pidana dalam proses hukum dan administrasi saat di tangani POLRES Ujung Pandang Diantaranya :

  1. Tidak adanya surat perintah penangkapan, penggeledahan, dan penyitaan dari phak POLSEK Ujung Pandang sampai saat ini
  2. Tidak adanya berita acara penyetiaan dari pihak POLSEK Ujung Pandang sampai saat ini.
  3. Tidak adanya kejelasan informasi barang bukti yang disita oleh POLSEK Ujung Pandang sampai saat ini.
  4. Proses penangkapan yang tidak prosedural karena menggunakan kekerasan yang mengakibatkan meninggalnya agung.
  5. Dugaan rekayasa kasus terkait kasus laporan tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh agung pranata.

Untuk itu keluarga korban dan LBH Makassar selaku pendamping hukum meminta PIHAK POLDA SULSEL untuk menindak lanjuti kasus ini dan meminta pihak OMBUDSMAN untuk serius mengawal dan memperoses kasus ini.

 

 

Source:

[1]http://online24jam.com/2016/10/06/12903/alm-agung-ternyata-seorang-pelaku-kriminal-ini-barang-buktinya/

[2]http://news.rakyatku.com/read/23180/2016/10/06/pelaku-curat-meninggal-ini-kronologi-menurut-polsek-ujung-pandang

 

Categories
SIPOL

2018, 13 Kasus Kekerasan Warga Sipil Terjadi di Sulsel, 3 Meninggal Dunia

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar mencatat sebanyak 13 kasus kekerasan terjadi terhadap masyarakat sipil dari Januari hingga Desember 2018.

Bentuk tindakan kekerasan oleh aparat institusi sektor keamanan berupa penangkapan dan penahanan sewenang-wenang sebanyak 5 kasus yang terjadi di Makassar, Gowa, Barru.

Lalu, terkait intimidasi sebanyak 2 kasus yang terjadi di Barru dan Makassar. Pada bidang pembiaran sebanyak 2 kasus yang terjadi di Enrekang dan Makassar. Dan kasus penembakan sebnayak 3 kasus yang terjadi di Makassar, Gowa, dan Barru. Serta kasus penganiayaan sebanyak 1 kasus di Kota Makassar.

Dari sekian banyak kasus kekerasan tersebut, terdapat 3 korban meninggal dunia. 2 di antara Korban yang meninggal mengalami penyiksaan setelah ditangkap dan ditahan secara sewenang-wenang.

Kepala Divisi LBH Makassar Abdul Azis Dumpa mengatakan, kerap kali menggunakan kekuatan sebagai yang utama, mengabaikan kewajiban dalam memberikan perlindungan dan penghormatan terhadap kebebasan sipil.

“Upaya untuk mereformasi institusi kepolisian tak ubahnya hanya narasi,” katanya.

Meski memiliki instrumen Internal yakni Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi manusia dalam Pelaksanaan Tugas Kepolisan, namun tak pernah terimplemntasi sebagaimana mestinya.

Polri tak kunjung menunjukkan wajah yang menghormati, memenuhi, dan melindungi Hak Asasi Manusia (HAM). Polisi yang notabene penegak hukum justru sebagai aktor pelanggaran HAM yang terus represif terhadap warga sipil.

“Melakukan kekerasan, penyiksaan, penembakan, dan penangkapan sewenang-wenang,” ungkap Azis

(sebelumnya berita ini telah di muat di media online pojoksulsel.com pada 31 Desember 2018)

Categories
Berita Media SIPOL

Soal Penyekapan 3 Bocah, LBH Makassar: Ini Kejahatan Serius

Rakyatku.Com – Dugaan perlakuan tak manusiawi terhadap 3 bocah di Makassar, terus menjadi sorotan. DV (7), FN (2,5) dan AW alias OW (10), ditemukan dengan kondisi fisik penuh luka diduga akibat penganiayaan.

Atas kasus tersebut, Advokasi Publik LBH Makassar Azis Dumpa mengatakan, tindakan tersebut sebagai kejahatan serius.

“Kekerasan terhadap anak tidak bisa ditoleransi sama sekali. Setiap anak harus dipastikan terbebas dari tindakan tidak manusiawi, apalagi sampai nengalami penyekapan dan penganiayaan. Sehingga sudah sehrusnya pelaku diproses hukum pidana dan diberikan hukuman maksimal,” ungkap Azis, Senin (17/9/2018) malam.

Kasus tersebut menurut Azis, harus dituntaskan secara hukum. Namun psikologi para korban pun harus tetap menjadi perhatian pihak terkait.

“Kami berharap kasus ini tidak hanya berakhir pada proses hukum. Sebab ketiga anak tersebut, harus segera mendapatkan penanganan medis dan psikis. Karena tentu anak akan mengalami trauma. Dan membutuhkan  penanganan khusus agar pulih kembali,” tambahnya.

Pihaknya juga mendukung upaya yang dilakukan tim Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Makassar, yang dengan cepat memberikan perlindungan terhadap korban.

“Kami juga mendorong, agar kasus ini diungkap secara menyeluruh. Apa motif pelaku melakukan penyekapan dan penganiayaan terhadap anak. Termasuk kemungkinan dugaan perdagangan anak,” tambahnya.

Sebelumnya, anggota Polsek Panakkukang bersama dengan P2TP2A mendatangi TKP penyekapan 3 anak di Jalan Mirah Seruni Ruko FF pada Minggu (16/9/2018) sekitar pukul 23.00 Wita, setelah ditemukan dua orang anak-anak  yang diamankan oleh ibu RT setempat.

Ahmad mengatakan, anggota P2TP2A melakukan koordinasi dengan anggota Polsek Panakkukang untuk mendatangi TKP, lantaran menurut informasi dari warga setempat, masih ada anak yang disekap di dalam ruko FF.

Saat anggota Polsek Panakkukang bersama anggota P2TP2A mendatangi dan melakukan pengecekan di Ruko FF di jalan Mirah Seruni, pemilik ruko FF, tidak ada di rumahnya.

Categories
SIPOL slide

Diperlakukan Tidak Manusiawi, Ratusan Pengungsi dari Luar Negeri Demonstrasi di Depan Gedung IOM dan UNHCR

Pengungsi dari berbagai negara melakukan aksi damai pada Rabu, 21 Februari 2018. Aksi tersebut dilakukan di depan kantor perwakilan International Organization for Migration (IOM) dan United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) Komisioner Tinggi PBB untuk Pegungsi, yang berada di Menara Bosowa, Jalan Jendral Sudirman No.5, Pisang Utara, Kota Makassar.

Aksi ini dilakukan setelah berbagai dugaan peristiwa kekerasan dan pelanggaran HAM terhadap pengungsi yang dilakukan oleh Pihak Imigrasi Makassar, di beberapa Tempat Penampungan Pengungsi-Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Makassar. Beberapa pengungsi diambil dari tempat penampungannya lalu dibawah ke Rudenim Makassar, Bolangi, Kabupaten Gowa, tanpa alasan yang jelas terkait pelanggaran yang dilakukan.

Adapun dalam aksi damai tersebut turut dibagikan selebaran yang memuat tunutan mereka, yakni : Penarikan petugas imigrasi dari shelter pencari suaka.; Rumah pengungsi harus tetap dibuka hingga jam 11 malam dan para pengungsi dapat bergerak bebas tanpa pembatasan.; Para pengungsi harus diperbolehkan untuk melayani tamu di kamar mereka tanpa pembatasan. ; Para pengungsi harus diizinkan untuk bergerak bebas di dalam kota tanpa pembatasan.; Pihak berwenang (IOM, UNHCR, dan imigrasi) harus memperjuangkan hak-hak pengungsi berdasarkan hukum internasional; Pembebasan bagi para pengungsi yang ditahan tanpa alasan.; Hak atas pelayanan kesehatan bagi pengungsi yang sakit.; dan Percepatan proses perpindahan tempat ke Negara tujuan.

Salah satu korban kekerasan, yang ikut berdemontrasi menceritakan dirinya pernah dijemput paksa oleh Petugas Imigrasi dari rumah penampungannya tanpa mengetahui dengan jelas kesalahan yang dilakukan dan ditahan selama satu hari di Kantor Imigrasi Makassar.

“Saat itu, saya diambil oleh petugas imigrasi di rumah penampungan. Saya dpukuli hingga mengalami luka-luka. Saya ditahan selama satu hari di tahanan Khusus di Rumah Detensi Imigrasi Makassar, tanpa alasan yang jelas. Setelah itu, saya hanya diberi uang pete-pete lalu diperintahkan untuk pulang.” Tutur salah seorang imigran yang identitasnya dirahasiakan.

Akibat perlakuan kekerasan yang ia dapatkan, beberapa hari sesudahnya ia selalu merasakan sakit di bagian ulu hatinya akibat dipukuli. Bahkan, saat ditemui ia memperlihatkan luka-luka yang menurutnya adalah bekas kekerasan yang dilakukan oleh Petugas Imigrasi.

Indonesia bukan negara yang ikut menandatangani Konvensi tahun 1951 tentang Status Pengungsi dan Protokol tahun 1967. Namun demikian, hak untuk mencari suaka dijamin di dalam Undang-undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945, Pasal 28G ayat (2) yang berbunyi: “Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain”. Lebih lanjut, juga dijamin dalam Undang-undang HAM No.39 Tahun 1999 Pasal 28 juga menjamin bahwa: “Setiap orang berhak mencari suaka untuk memperoleh perlindungan politik dari negara lain.” Sehingga tindakan kekerasan yang dilakukan pihak Imigrasi Makassar terhadap pengungsi meskipun dengan alasan penertiban sama sekali tidak dibenarkan. Dan dikategorikan sebagai pelanggaran HAM.

Categories
SIPOL

Preman Teriak Akan Menculik Korban Penganiayaan Satpol PP Bone

MAKASSAR – Andi Takdir, difabel daksa kinetik yang merupakan korban penganiayaan oleh oknum Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Bone kembali menerima teror. Jika dini hari Jumat, 5 Januari 2018 lalu, orang tak dikenal (OTK) melakukan pengrusakan di rumahnya, kali ini ancaman penculikan.

Ketua Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Kabupaten Bone itu menuturkan soal teror yang baru dialaminya, Minggu, 7 Januari 2017 pagi tadi. “Tadi pagi ada orang yang berteriak dekat rumah. Itu preman yang pernah datang ke rumah.  Dia bilang ‘hati-hati nanti ada yang culik’,” kata Takdir menirukan teror preman tersebut.

Menurutnya orang berteriak-teriak dan meninggalkan rumah Takdir. “Dia lewat-lewat saja di samping rumah, ” tambah dia. Pria 30 tahun ini menduga kuat, jika orang tersebut adalah preman yang juga pernah datang ke rumahnya sebelumnya. Ancaman itu diduga sebagai upaya untuk mengendorkan semangat Takdir dalam penuntasan kasus yang minimpahnya pada 23 Desember 2017 lalu.

Apalagi sebelumnya, ia juga sempat menerima teror dalam bentuk pelemparan batu atau pengrusakan fasilitas, hingga kaca jendela rumahnya pecah. Takdir juga mengaku telah melaporkan kasus ini ke pihak kepolisian untuk ditindaklanjuti. “Belum ada yang ditahu pelakunya. Namun saya curigai preman yang pernah datang di rumah,” kata Takdir.

Kendati begitu ia tetap mempercayakan kasus ini bisa dituntaskan kepolisian. Menurutnya, ini merupakan kali kedua ia harus menerima ancaman dalam bentuk tekanan mental. “Sudah saya laporkan lagi, kata polisi sudah ditahap penyelidikan untuk dicari pelakunya,” kata Takdir lagi.

Tim pendamping hukum Andi Takdir, Ridwan Rido mengatakan, pihaknya juga telah melayangkan laporan ke Polres Bone untuk mengungkap upaya teror ini. Sejauh ini kata Rido, pihaknya sangat dirugikan dengan tindakan teror tersebut. “Apa lagi kasus penganiayaannya ini masih sementara berproses jadi kita harap bisa diungkap lagi apa motif lainnya,” kata Rido.

Sementara Kasat Reskrim Polres Bone, AKP Hardjoko mengaku saat ini pihaknya tengah melakukan upaya penyelidikan soal pelaku pelemparan dan teror terhadap Andi Takdir. “Siap masih dalam proses penyelidikan,” singkat Hardjoko.

Categories
Perempuan dan Anak SIPOL slide

Balita Korban Pencabulan Kembali Diperiksa oleh Polres Gowa

Minggu, 23 Juli 2017, Penyidik Polres Gowa melakukan pemeriksaan tambahan terhadap SN (usia 3 tahun), seorang korban pencabulan di Kab. Gowa, dengan didampingi keluarganya dan PBH LBH Makassar selaku Penasehat Hukum korban. Pemeriksaan tersebut dilakukan guna melengkapi alat bukti, setelah pihak Polres Gowa melakukan Gelar Perkara kasus ini pada Rabu, 12 Juli 2017 lalu. Selain memeriksa korban, Penyidik juga melakukan pemeriksaan tambahan terhadap saksi HJ (Ibu Korban).

Kasus yang tengah ditangani oleh Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Gowa ini berawal dari pelaporan HJ atas adanya peristiwa pencabulan yang dilakukan oleh DT (50 tahun) terhadap korban. Terlapor DT yang adalah tetangga korban, juga masih memiliki hubungan kekerabatan, diduga melakukan perbuatan cabul terhadap SN di rumahnya pada sekitar bulan Maret 2017.

Ibu korban pencabulan mengadu ke LBH Makassar
Ibu korban pencabulan mengadu ke LBH Makassar

Penyidik Polres Gowa berencana akan segera merampungkan alat bukti yang dibutuhkan agar dapat meningkatkan status perkara ini dari Penyelidikan menjadi penyidikan. Salah satunya dengan melakukan pemeriksaan psikolog terhadap korban. Hasil pemeriksaan tersebut nantinya dijadikan sebagai salah satu alat bukti yang akan dilampirkan dalam berkas perkara.

Adanya laporan tersebut membuat terlapor diancam dengan tindak Pidana Cabul sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E UU No. 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yakni “Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul. Jo. Pasal 82 ”Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)”. ketentuan ini dapat dikenakan pemberatan dengan pidana tambahan berupa pidana tambahan 1/3 dari pidana Pokok, pengumuman identitas pelaku, serta rehabilitasi dan pemasangan alat pendeteksi elektronik.[]

Penulis: Abdul Azis Dumpa (PBH LBH Makassar)