Categories
EKOSOB SIPOL slide

Gara – Gara Tanam Sayuran, 13 Petani Bonto Ganjeng Dikriminalisasi

“Bukan kami yang menyerobot, tapi pihak Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL) yang menyerobot hak kami. Karena kami sudah bermukim dan menggarap tanah secara turun temurun sebelum Indonesia merdeka. Kami juga tidak tahu bagaimana ceritanya kampung kami dijadikan kawasan hutan,” Ujar Dg. Linrung salah satu pimpinan organisasi tani Bonto Ganjeng.  

Berdasarkan Laporan Polisi Nomor : LP.B/100/II/2017/SPKT Res. Gowa,  tertanggal 2 Februari 2017, sejumlah 13 (tiga belas) orang anggota Serikat Tani Bonto Ganjeng, Lingkungan Bulu Ballea, Kelurahan Pattapang, Kecamatan Tinggimoncong, Kab. Gowa dilaporkan oleh Abdul Rahman Hamid Dg. Serang selaku pihak dari Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL) atas dugaan melakukan tindak pidana penyerobotan dan perusakan secara bersama-sama di muka umum sesuai ketentuan Pasal 167 dan 170 KUHPidana. Mereka yang dilaporkan bernama Dg. Linrung (umur 72 tahun), Hamzah (umur 28 tahun), Minggu, Kahar, Sudirman C, Nurdin C, Muh. Yahya C, Halik, Rais, Nurdin, Bado, dan Samsul. Mereka dituduh telah melakukan penyerobotan terhadap perhutanan sosial dan kemitraan lingkungan. Tidak hanya itu, mereka juga dituduh telah melakukan perusakan tanaman murbei milik PSKL dan juga dituduh merusak pagar kawasan. Untuk diketahui, tanaman murbei adalah makanan ulat sutra.

Saat ini status ke-13 petani tersebut diperiksa sebagai saksi/terlapor, dengan didampingi oleh 2 (dua) orang tim hukum LBH Makassar yakni Edy Kurniawan Wahid dan Ridwan. Meski masih berstatus saksi/terlapor, namun terdapat indikasi jika kasus ini akan dinaikkan ke tahap penyidikan. Indikasi ini terlihat saat proses pemeriksaan berlangsung. Penyidik yang memeriksa terkesan memaksakan kehendak dengan merangkai pertanyaan berdasarkan hipotesis/teori yang menyudutkan posisi para petani yang dilaporkan tersebut. Di sisi lain, terlapor (Dg. Linrung) memberikan jawaban berdasarkan fakta yang ia alami.  Jawaban Dg Linrung, justru dibantah oleh penyidik dan kemudian mencurigai Dg. Linrung bahwa ia tidak memberikan keterangan yang sesungguhnya. Dari beberapa pertanyaan dan keterangan, seperti saat Dg. Linrung memberikan keterangan bahwa ia menanam sayuran di sela-sela tanaman murbei, namun dibantah oleh penyidik dengan membangun asumsi bahwa mustahil tanaman (sayuran) akan tumbuh di sela-sela tanaman murbei. Namun, Dg. Linrung menantang penyidik dengan mengatakan “jika tidak percaya maka silahkan bapak ke kebun saya lihat sendiri”.

kriminalisasi petani.01

Selanjutnya saat Dg. Linrung mengatakan bahwa ia hanya memangkas sebagian batang tanaman murbei dan menyisakan bagian batang bawah setinggi setengah meter . Bagian atas tanaman yang dipangkas kemudian dibuang dan saat ini sudah kering tidak dapat tumbuh, akan tetapi bagian bawahnya akan kembali mengeluarkan tunas dan tumbuh kembali. Akan tetapi, lagi-lagi penyidik membangun hipotesis bahwa tanaman murbei yang sudah dipangkas tidak dapat tumbuh kembali. Menanggapi hal tersebut, Dg. Linrung kembali menegaskan “jika bapak tidak percaya, silahkan lihat sendiri”. Atas hal tersebut, tim LBH Makassar yang mendampingi saat itu meminta kepada penyidik untuk memasukkan keterangan tambahan sesuai dengan fakta yang dialami oleh Dg. Linrung. Sampai saat ini, pihak Polres Gowa baru memeriksa 2 (dua) orang terlapor yakni Dg. Linrug dan Pak Yahya, masih ada 11 (sebelas) orang terlapor yang belum diperiksa.

kriminalisasi petani.02

Dasar Klaim Hak

Secara legal-formal, masyarakat/petani memang tidak memiliki dokumen surat kepemilikan, namun bukan berarti mereka tidak memiliki dasar hak untuk mengklaim tanah garapan mereka. Tanah tersebut pada awalnya milik orang tua dan nenek moyang mereka. Sedangkan pihak kehutanan (saat ini bernama PSKL) melalui proyek Sutra Alam hanya meminjam tanah mereka dengan perjanjian mereka tetap menggarap tanah mereka, namun tanamannya sesuai dengan permintaan proyek pihak Citra Alam. Selain itu, sebagai tawarannya mereka juga dipekerjakan sebagai buruh proyek seperti sopir mobil operasional dan satpam[1].

Namun setelah tanahnya diambil, Proyek Sutra Alam hanya memanfaatkan lahan tersebut selama kurang lebih 3 (tiga) tahun dan selama 30 (tiga puluh) tahun terakhir tanah tersebut telah ditelantarkan[2]. Sehingga masyarakat/petani kembali memanfaatkan tanah tersebut untuk tanaman sayuran dan holtikultura lainnya.[]

Penulis : Edy Kurniawan (PBH YLBHI-LBH Makassar)

[1] Menurut keterangan kepala dusun setempat dan beberapa warga lainnya.

[2] Menurut masyarakat setempat tanah tersebut tidak lagi dimanfaatkan sehingga menjadi semak belukar yang gersang.

Categories
SIPOL slide

Penggalian Fakta Kejanggalan Kematian, otopsi jenazah Agung dilakukan

Setelah kurang lebih 5 (lima) bulan penyidikan oleh Polda Sulawesi Selatan tidak menemui titik kejelasan atas penyebab kematian Agung Pranata, pihak kepolisian akhirnya mengambil langkah otopsi terhadap jenazah Agung Pranata (korban). Hal ini juga dilatarbelakangi dengan hasil visum oleh pihak Rumah Sakit Bhayangkara sebulan setelah meninggalnya korban, yang mana belum cukup bagi penyidik untuk menentukan penyebab kematian korban. Korban telah dikebumikan bulan Oktober 2016, dan sedari awal melaporkan kasus kematian korban, keluarga telah menyetujui dilakukannya otopsi.

Upaya Otopsi sempat mengalami 2 (dua) kali penundaan selama 2 (dua) minggu dari jadwal yang direncakanan, dikarenakan penyidik sedang tugas luar daerah. Setelah pihak penyidik Polda Sulsel berkoordinasi dengan Dokkes RS Bhayangkara sebagai mitra untuk melakukan otopsi, serta berkoordinasi dengan pihak keluarga, proses otopsi akhirnya dilaksanakan pada hari Kamis lalu, 2 Maret 2017, di Jl. Pa’borongan desa Tolo Barat, kec. Kelara, kab. Jeneponto, lokasi pemakaman korban, setelah sebelumnya. Selain pihak keluarga korban, proses ini dihadiri oleh pihak Polsek dan Polres Takalar, Babinsam dan sejumlah masyakarat sekitar lokasi. Sementara, tim Dokpol yang melakukan otopsi terdiri atas 3 (tiga) tim, Dokkes RS Bhayangkara yang diketuai oleh Dr Kompol Eko, Tim RS Unhas (Dr Sari dan Dr Heri), dan Tim RS Labuan Baji (Dr Dony).

Proses otopsi dengan menggunakan 3 (tiga) tim, dimana 1 tim dari pihak kepolisian (RS Bhayangkara) dan 2 (dua) tim lainnya dari rumah sakit swasta. Mekanisme 3 (tiga) tim ini dlakukan untuk menjaga independensi hasil dari otopsi, dimana setiap tim akan melaporkan sesuai hasil temuan masing-masing. Dari penjelasan Dr Kompol Eko, tugas Tim Dokpol RS Bhayangkara berakhir setelah hasil hasil otopsi oleh RS Bhayangkara dikirim ke Labfor Polri. Sementara Tim RS Unhas dan RS Labuan Baji melakukan proses pemeriksaan hasil otopsi di RS Unhas. Hasil pemeriksaan otopsi akan dikeluarkan setelah dua pemeriksaan baik dari Labfor Polri maupun RS Unhas telah dipadu. Hasil tersebut kemungkinan akan keluar sekitar 1 bulan setelah proses otoposi dilakukan.

otopsi.agung.01otopsi.agung.02otopsi.agung.04

Pihak keluarga korban berharap dengan adanya proses otopsi ini, penyebab kematian korban dapat diketahui dan segera dilimpahkan ke proses persidangan. Sementara LBH Makassar, selaku kuasa hukum korban, menegaskan akan terus mengawal proses hukum dan penggalian fakta kematian korban. Terkait otopsi, dengan fakta yang ditemukan sudah semestinya pihak kepolisian tidak memiliki alasan lagi untuk tidak melanjutkan penanganan kasus kematian korban. Di sisi lain, LBH Makassar mendorong profesionalisme kepolisian dalam menangani kasus ini, sehingga tidak perlu ragu dan tidak tebang pilih, walau pelaku yang dilaporkan oleh keluarga korban adalah oknum polisi.

Agung Pranata ditangkap pada tanggal 28 September 2016, dini hari di rumahnya dengan tuduhan penggunaan narkotika. Dalam proses penangkapannya, Agung mengalami pemukulan berkali-kali dengan popor senjata. Pihak kepolisian pun tidak memberi informasi jelas mengenai keberadaan korban, sehingga paska ditangkap hingga esoknya (29/09/2016), pihak keluarga mendatangi sejumlah kantor polisi di kota Makassar (Polsek Panakkukang, Pos Polda Hertasning, Polsek Rappocini, dan Polsek Tamalate). Keluarga mendapati korban kemudian telah berada di RS Bhayangkara dalam kondisi tak sadarkan diri, penuh luka lebam disekujur tubuhnya, saraf telinga sudah tidak berfungsi, leher patah dan telah dibantu alat pernafasan. Agung Pranata meninggal pada Jumat, 30 September sekitar pukul 02.55 WITA di RS Bhayangkara. Di hari yang sama, pihak keluarga melaporkan kasus kematian tersebut ke Polrestabes Makassar namun tidak direspon. Tanggal 3 Oktober 2016, keluarga lalu melaporkan kasus tersebut ke Polda Sulawesi Selatan.[]

  otopsi.agung.03  otopsi.agung.05

Categories
Perempuan dan Anak SIPOL slide

LBH Pers dan ICJR AjukanKeterangan Tertulis Sebagai Amicus Curiae di Kasus Yuniar

Mendekati akhir proses perkara Yusniar di pengadilan, LBH Pers dan Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mengajukan Keterangan Tertulis Sebagai Amicus Curiae dalam perkara tersebut ke PN Makassar. Amicus Curiae atau Sahabat Pengadilan, merupakan pihak yang berkepentingan terhadap suatu perkara yang memberikan pendapat berdasarkan kapasitasnya atas perkara tersebut ke pengadilan. Meskipun pendapatnya diberikan agar dapat dipertimbangkan oleh hakim, posisi Amicus Curiae berada di luar dari para pihak dalam perkara.

Praktik terhadap konsep yang berkembang dalam tradisi common law ini di Indonesia dapat dilihat dalam sejumlah kasus, diantaranya; kasus peninjauan kembali kasus Majalah Time versus Soeharto, kasus peninjauan kembali praperadilan atas Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) Bibit-Chandra, kasus penggusuran Papanggo, Jakarta Utara, kasus Prita Mulyasari, serta kasus Upi Asmaradana.

Kasus Yusniar sendiribergulir setelah Yusniar dilaporkan oleh Sudirman Sijaya, anggota DPRD Kota Jeneponto yang tersinggung atas status Facebook Yusniar yang ditulis pada 14 Maret 2017. Status Facebook tersebut dibuat Yusniar setelah peristiwa pengrusakan rumahnya oleh sejumlah orang yang dikomandoi oleh Sudirman Sijaya. Adapun proses perkara Yusniar telah sampai pada pembacaan nota pembelaan tim penasehat hukum di pengadilan (22/2), dan akan dilanjutkan pada Rabu, 8 Maret 2017 dengan agenda pembacaan replik jaksa penuntut umum.[]

Categories
SIPOL slide

Catatan Persidangan Pemeriksaan Ahli Kasus Pencemaran Nama Baik Terdakwa Kadir Sijaya

PBH LBH Makassar, selaku Kuasa Hukum Kadir Sijaya menunggu gelaran sidang di Ruang A Pangeran Pettarani
PBH LBH Makassar, selaku Kuasa Hukum Kadir Sijaya menunggu gelaran sidang di Ruang A Pangeran Pettarani

Persidangan terdakwa Kadir Sijaya kembali disidangkan di Pengadilan Negeri Makassar  pada hari kamis 18 Agustus 2016, setelah 1 bulan ditunda karena ketidakjelasan Jaksa Pengganti yang menangani kasus Kadir Sijaya, yang didakwa telah melakukan tindak pidana pencemaran nama baik melalui grup facebook massanger di media elektronik berdasarkan Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.  Sebelumnya, Jaksa yang menangani perkara ini adalah jaksa Fahrul dan saat ini digantikan oleh  jaksa Adrian. Dalam sidang tersebut diagendakan pemeriksaan ahli yang di hadirkan oleh jaksa penuntut umum yakni ahli bahasa dan ahli IT.

Pada saat persidangan, penasehat hukum terdakwa sempat menyatakan menolak dan mempertanyakan keabsahan ahli bahasa Drs. David G. Manuputty,M.Hum yang ditugaskan oleh Balai Bahasa Provinsi Sulsel-Bar karena pada saat di BAP saksi ahli tidak memperlihatkan serifikat kompetensi selaku ahli bahasa dan saat di persidangan pun tidak di perlihatkan, namun ahli tetap disumpah berdasarkan keputusan majelis hakim. Dalam keterangannya ahli menjelaskan bahwa saksi ahli menggunakan metode pragmatik dalam melakukan penelitian terhadap barang bukti yang diberikan penyidik kepolisian kepadanya, barang bukti yang diberikan kepada ahli pun bukan keseluruhan percakapan melainkan hanya print out penggalan kata-kata yang dianggap penyidik mengandung kata-kata pencemaran nama baik, ahli juga tidak terlalu jelas dalam menjelaskan kata mana yang memuat pencemaran nama baik  dalam konten percakapan tersebut sesuai dengan pasal yang didakwakan. Sehingga ahli memberi kesimpulan bahwa bila kata atau kalimat tersebut benar maka bukan pencemaran nama baik namun bila kata atau kalimat tersebut tidak benar maka merupakan pencemaran nama baik. Setelah pemeriksaan saksi ahli majelis hakim sempat ingin menunda persidangan dengan alasan bahwa sidang sudah tidak efektif lagi untuk mendengarkan keterangan ahli IT karena sudah menjelang pukul 17.00 WITA, namun Jaksa Penuntut umum meminta agar tetap dilanjutkan karena ahli berdomisili di jakarta dan diagendakan kembali hari itu juga sehingga sidang tetap dilanjutkan.

Ahli IT yang dihadirkan jaksa berasal dari Kementrian Komunikasi dan Informatika RI atas nama Albert Aruan, S.H yang merupakan STAF/PPNS ITE. Dalam keterangannya, ahli hanya menjelaskan jenis alat bukti dalam perkara ITE dan unsur unsur pasal yang didakwakan kepada terdakwa kadir sijaya berdasarkan print out penggalan konten kata atau kalimat yang dianggap penyidik mengandung kata-kata pencemaran nama baik tidak keseluruhan percakapan yang dibicarakan dalam grup facebook masangger tersebut. Sehingga pada saat diminta keterangannya oleh penasehat hukum terdakwa tentang keotentikan barang bukti berupa prin-out percakapan yang dianggap memuat pencemaraan nama baik, ahli tidak bisa menjelaskan karena bukan keahlianya terkait teknis IT dan ketika ditanya tentang dapatkah hasil print-out tersebut diedit, ahli mengatakan bahwa kemungkinan itu ada. Dalam penjelasan lainya juga ahli mengatakan terkait barang bukti yang diterimanya bahwa dia tidak pernah melihat informasi elektronik atau tampilan asli percakapan tersebut di media elektronik baik di handphone atau laptop dan lainnya karena hanya diberi print out percakapan tersebut. Selain itu ahli juga mengatakan bahwa print-out tersebut bisa dijadikan sebagai alat bukti surat. Namun penasehat hukum terdakwa mengatakan bahwa hal tersebut tidak bisa karena tidak melalui uji forensik sehingga diragukan keotentikannya sesuai dengan ketentuan syarat pembuktian alak bukti elektronik berdasarkan UU No 11 Tahun 2008 tentangInformasi dan Transaksi Elektronik.

Sehingga penasehat hukum terdakwa mengatakan kasus tersebut terkesan dipaksakan dan terdakwa menjadi korban kriminalisasi atas kasus tersebut. Hal tersebut sudah sempat dipermasalahkan dan diutarakan oleh penasehat hukum terdakwa pada sidang prapradilan kasus tersebut, namun hakim beranggapan bahwa masalah tersebut nanti dibuktikan di sidang pokok perkara kasus tersebut sehingga praperadilan terdakwa sebagai pemohon tidak dikabulkan dan dilanjutkan untuk disidangkan di Pengadilan Negeri Makassar yang berjalan sampai saat ini.

sumber foto : http://news.inikata.com/

Categories
SIPOL slide

Mengecam Pernyataan “Tembak di Tempat” Oleh Gubernur Sulsel, Syahrul Yasin Limpo

Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo (SYL)mengeluarkan pernyataan di media Massa perihal tembak ditempat dalam penanganan Begal di Makassar. Salah satunya dimuat di halaman depan Koran Tribun Timur Selasa, 21 Juni 2016 dengan Judul “Gubernur: Begal Pantas Ditembak”. Dalam pemberitaan tersebut Syahrul Yasin Limpo mengatakan “Tembak saja, mereka, kejahatannya sudah melewati batas ambang toleransi.” Ungkapnya. Seruan tembak tersebut dilanjutkan dengan mengatakan “Kita akan lakukan shock teraphy.” Tegasnya. Selaku Kepala Daerah dan pemangku kekuasaan, tidak semestinya SYL mengeluarkan pernyataan yang cenderung reaksioner dan emosional, dalam menangani persoalan begal,karena Penegakan hukum adalah upaya untuk mencapai tujuan hukum yakni, kemanfaatan, kepastian, dan keadilan, bukan balas dendam dan bukan pula tindakan insidentil belaka. Sehingga harus dilakukan secara objektif dan proporsional dengan tidak mengabaikan prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia (HAM).

Dalam pernyataannya, SYL tidak bisa memisahkan antara menggunakan upaya paksa (forced action) dengan menggunakan kekerasan (violence action). Upaya paksa yang menjadi kewenangan kepolisian sama sekali tidak identik ataupun dapat disamakan dengan tindak kekerasan.Penggunaan kekuatan (senjata api)sebagai upaya paksa telah diatur dalam Perkapolri No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.Dalam Pasal 47 ayat (1) peraturan ini disebutkaan bahwa penggunaan senjata api hanya boleh digunakan bila benar-benar diperuntukkan untuk melindungi nyawa manusia. Lebih lanjut, dalam Perkapolri No. 1 tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian. Dalam Pasal 8 ayat 1 diatur bahwa penggunaan senjata hanya boleh dilakukan dalam keadaan menghindari timbulnya luka parah atau kematian, upaya terakhir untuk menghentikan tindakan/perbuatan pelaku kejahatan, danmencegah larinya pelaku kejahatan atau tersangka yang merupakan ancaman segera terhadap jiwa anggota Polri atau masyarakat.

Pada prinsipnya, penggunaan senjata api merupakan upaya terakhir untuk menghentikan tindakan pelaku kejahatan atau tersangka. Sehingga harus berdasarkan prosedur hukum, dengan memperhatikan situasi dan kondisi di lapangan serta menjamin tidak ada pelanggaran hak hidup dan hak bebas dari penyiksaan, bukan tembakan yang dapat dilakukan kepada siapa saja yang diindikasikan terkait dengan begal atau untuk tujuan memberikan “shock terapy“. Apalagi istilah “tembak di tempat” tidak dikenal dalam undang-undang, sehingga dapat ditafsirkan lain.

Penegakan Hukum terhadap pelaku begal memang harus dilakukan, sebab masyarakat juga berhak untuk mendapatkan hak untuk rasa aman yang dijamin konstitusi, namun tentu sajapenegakan hukum tersebut tidak boleh melanggar prinsip-prinsip hak asasi lainnya.

Pernyataan SYL yang mengidentikkan Tatto dengan kejahatan, sangat membahayakan dan dapat memberi stigma negatif yang dapat menimbulkan adanya diskriminasi kepada mereka yang memiliki tattoo meski tidak terkait dengan kejahatan apapun, disamakan dengan pelaku kriminal. Hal ini justru akan memicu penyalahgunaan wewenang oleh penegak hukum yang berujung pada adanya pelanggaran HAM, bahkan dapat menimbukan korban salah tangkap.

Pernyataan SYL yang terkesan mendorong penegakan hukum oleh aparat kepolisian di Sulsel dengan mengabaikan semangat Reformasi Polri yang menginginkan perubahan dalam pelaksanaan tugas anggota kepolisian,yaitudari kultur militeristik menjadi kultur demokratik.Dalam kehidupan masyarakat yang demokratis, Polri harus pula memberikan jaminan keamanan, ketertiban dan perlindungan hak asasi manusia kepada masyarakat serta menunjukkan transparansi dalam setiap tindakan, menjunjung tinggi kebenaran, kejujuran, keadilan,kepastian dan manfaat sebagai wujud pertanggung jawaban terhadap publik.

Berdasarkan Pernyataan Tembak di tempat Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo yang di muat di beberapa media, maka kami Lembaga Bantuan Hukum Makassarmenyatakan sikap :

  1. Mengecam pernyataan Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo terkait tembak di tempat sebagai upaya shock teraphy dalam penanganan kasus Begal di Makassar.
  2. Meminta Kepada Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo untuk melakukan klarifikasi di media dengan meyerukan kepada pihak keamanan (Polri) dalam menanggulangi masalah kejahatan begal di Makassar harus sesuai dengan prosedur hukum dan prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia.
  3. Meminta Polda Sulsel untuk melakukan Evaluasi Penanganan Masalah Kejahatan Begal di Makassar, dengan memandang bahwa persoalan Begal di Makassar bukan hanya persoalan hukum namun merupakan persoalan sosial, sehingga membutuhkan pendekatan yang lain salah satunya dengan Program Perpolisian Masyarakat (Polmas) yang telah dicanangkan sebagai bagian dari reformasi Polri.

 

Makassar, 24 Juni 2016

LBH Makassar

Haswandy Andi Mas, SH
Direktur

Categories
SIPOL slide

Tolak Segala Bentuk Pembungkaman Demokrasi, Bebaskan Kadir Sijaya!

Aksi_Kadir Sijaya.230616.02

Setiap orang berhak atas kebebasan mengeluarkan pendapat dan kritikan sesuai dengan hati nuraninya baik secara lisan maupun tulisan baik melalui media cetak maupun media elektronik. Kebebasan mengelurkan pendapat merupakan Hak Asasi Manusia (HAM) yang dijamin oleh konstitusi kita dan UU HAM. Kebebasan mengelurkan pendapat dan kritikan tersebut diekspresikan oleh salah seorang wartawan yang juga merupakan salah satu anggota PWI Sulsel, KADIR SIJAYA yang mengkritik mantan Ketua PWI Sulsel 2010 – 2015 yang sekarang menjabat sebagai Ketua Dewan Kehormatan PWI Sulsel, ZULKIFLI GANI OTTO yang diduga melakukan komersialisasi gedung PWI dengan cara mengontrakkan lantai I gedung PWI yang merupakan aset Pemprov Sulsel dengan salah satu mini market tanpa adanya persetujuan dari Pemprov Sulsel.Atas dugaan komersialisasi gedung PWI SULSEL tersebut beberapa wartawan yang juga tergabung di organisasi PWI SULSEL melaporkan ZULKIFLI GANI OTTO ke MABES POLRI yang sekarang sedang berjalan proses hukumnya di POLDA SULSEL.

Akan tetapi kitikan yang dilontarkan oleh KADIR SIJAYA bukannya disikapi dengan bijak oleh ZULKIFLI GANI OTTO, akan tetapi mencoba untuk dibungkam dengan cara melaporkan KADIR SIJAYA ke Polrestabes Makassar. Tepatnya Rabu, 2 Desember 2015, Zulkifli Gani Otto melaporkan Kadir Sijaya dengan Laporan Polisi Nomor : LP/2708/XII/2015/POLDA SULSEL/RESTABES MKS di Polretabes Makassar tentang dugaan terjadinya perkara pidana sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 45 ayat (1) jo Pasal 27 ayat (3) UU. No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.Yang saat ini telah menjalani 3 bulan penahanan oleh pihak KEPOLISIAN POLRESTABES MAKASSAR dan Kejaksaan Negeri Makassar. Upaya prapradilan telah dilakukan Penasehat hukum terdakwa yakni LBH Makassar terkait penetapan tersangka oleh kepolisian di PN. Makassar namun tidak dimenangkan oleh hakim pengadil karena dianggap telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, atas dasar itu pihak kejaksaan yang menerima berkas perkara dari pihak kepolisian melanjutkan ke proses persidangan di PN.Makassar yang dalam dakwaan nya terdakwa kadir sijaya di dakwa melanggar pasal 45 ayat (1) jo Pasal 27 ayat (3) UU. No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan saat ini masih berlangsung berlangsung di PN Makassar dengan nomor Perkara: 1043/Pid.Sus/2016/PN.Makassar.

Terkait dengan Laporan Polisi ZULKIFLI GANI OTTOtersebut yang melaporkanKADIR SIJAYA atas kritikannya di media sosial grup messenger Facebook dan proses sidang yang sedang berjalan di Pengadilan Negeri Makassar , kami dari GERAKAN MASYARAKAT (GEMA) UNTUK DEMOKRASI MAKASSAR , menyatakan sikap :

  1. BEBASKAN KADIR SIJAYA dari segalah tuntutan hukum;
  2. Cabut UU ITE;
  3. Stop kriminalisasi gerakan rakyat;
  4. Stop pembredelan PERS MAHASISWA

Makassar, 23 Juni 2016

Gerakan Masyarakat untuk Demokrasi Makassar

LBH Makassar, KOMUNAL, Pembebasan, YLP2S, FMD-SGMK, UIN Makassar, BEM FAI UMI, PPR, PPMI DK Makassar, LPMH Unhas

Categories
SIPOL

Anak Disiksa Polisi, Orang Tua Mengadu Ke LBH Makassar

Meski Kepolisian telah memiliki intsrumen hukum dalam bentuk Peraturan Kapolri, yakni Perkap no. 8 tahun 2009 yang menjadi acuan dalam penyelenggaraan tugas kepolisian yang bersuaian dnegan prinsip dan standard Hak Asasi Manusia (HAM) dengan adanya penghormatan, pemenuhan, dan perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM). Salah duanya adalah penghormatan atas Hak untuk bebas dari penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi (Pasal 11 ayat (1) point b dan d).  Namun dalam fakta impelementasinya, tidak sedikit masyarakat mengadu sebagai korban penyiksaan oleh anggota Polisi. Tindak dan metode penyiksaan kerap digunakan saat proses interogasi guna mendapatkan (memaksa) pengakuan dari mereka yang dituduhkan melakukan tindak pidana. Baru-baru ini, Seorang ibu, warga Jl. Veteran Selatan, Makassar, mengadu ke LBH Makassar terkait anaknya yang ditangkap dan disiksa oleh anggota kepolisian.

Senin, 23 Mei 2016, dalam upaya permohonan bantuan hukum di LBH Makassar, si ibu menceritakan bahwa anaknya (RA), usia 25 tahun, ditangkap di Jl. Veteran Selatan di depan Bank BRI pada hari Kamis (19/Mei/2016) sekitar Pukul 20.30 Wita.  Saat itu RA sedang berkumpul dengan beberapa orang temannya, tak lama anggota polisi datang dan langsung menangkap mereka (6 orang termasuk RA) lalu dibawa ke Polsek Bontoala tanpa perlawanan. Awalnya Ibu RA mengira anaknya ditangkap karena minum-minuman keras di tempat umum.  Namun saat ditemui di Rutan Polsek Bintoala, RA didapati mengalami dua luka tembak kaki kanannya, dan sejumlah luka lebam di wajah dan bagian tubuhnya.

RA mengaku disiksa agar mengakui dirinya terlibat dalam kasus pembunuhan di Jl. Andalas, Makassar yang mengakibatkan Muh. Ali Imran (24) meninggal dunia pada Rabu (18/5/2016) dini hari. “kukira anakku ditangkap gara-gara minum-minum dengan teman-temannya, tapi ternyata dituduh melakukan pembunuhan, sementara itu malam kejadian di rumahji main PS dengan temannya dan tidur sampai pagi, tidak pernah keluar rumah.”  Terang Ibu RA saat mengadu di Kantor LBH Makassar.

Selain RA, temannya berinisial FR juga mengalami luka tembak di kakinya, sementara 4 lainnya yang telah dilepas karena tidak terkait dengan pemunuhan. Selain mengalami penyiksaan, Ibu RA menyampaikan bahwa  Polisi Polsek Bontoala tak pernah memberikan surat penangkapan dan penahanan atas anaknya, sehingga ia tidak mengetahui secara pasti tindak pidana yang dituduhkan kepada anaknya.

LBH Makassar merespon kasus dengan melakukan pendalaman perkara, diantaranya dengan melakukan investigasi mendalam serta mengambil langkah hukum yang dianggap perlu. Selain upaya hukum atas perkara ini, LBH Makassar mengecam dan mendesak agar adanya penindakan tegas bagi aparat kepolisian yang kerap melakukan tindak penyiksaan bagi masyarakat. RA adalah salah satu korban penyiksaan dari 3 (tiga) pengaduan atas tindak penyiksaan oleh anggota polisi, yang diterima oleh LBH Makassar sejak awal tahun 2016.

———————-

Perkap No. 8 tahun 2009, pasal 11 ayat (1) : “Setiap petugas/ anggota Polri dilarang melakukan : (a). Penangkapan dan penahanan secara sewenang-wenang dan tidak berdasarkan hukum; (b) penyiksaan tahanan atau terhadap orang yang disangka terlibat dalam kejahatan; (d) penghukuman dan/ atau perlakuan tidak manusiawi yang merendahkan martabat manusia..”

Categories
SIPOL slide

Ketidakpastian Keadilan atas terdakwa (korban penyiksaan dan kriminalisasi) Rusdian

kriminalisasi

Makassar 12 Mei 2016. Sidang Pembacaan Putusan Sela terhadap terdakwa Rusdian akhirnya ditunda oleh Majelis Hakim akibat Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak menghadirkan terdakwa ke pengadilan dengan alasan yang tidak wajar, karena lupa. Padahal, pada sidang sebelumnya, sidang pembacaan jawaban JPU (10 Mei 2016), telah mengagendakan sidang selanjutnya yakni 12 Mei 2016. JPU beralasan bahwa  sidang selanjutnya dilanjutkan minggu depan dan JPU penggati yang menggantikan JPU kasus tersebut pada saat persidangan sebelumnya tidak   menyampaikan tanggal sidang selanjutnya, sehingga saat penasehat hukum menkonfirmasi ke Panitra pengganti kasus tersebut mengatakan bahwa seharusnya JPU mengetahui jadwal sidang karena telah disampaikan dan karena tersangka tidak hadir maka panitra pengganti meminta agar menghubungi hakim ketua untuk meminta tanggapanya.

Setelah menunggu kurang lebih 1 jam, hakim ketua akhirnya dapat ditemui. Penasehat hukum terdakwa kemudian menjelaskan persoalan yang terjadi. Hakim ketua kasus menanyakan keberadaan JPU namun karena JPU tidak ada di Pengadilan Negeri Makassar terpaksa sidang ditunda dan diagendakan untuk dilakukan pada hari selasa, 17 Mei 2016 serta panitra diperintahkan untuk memberitahukan hal tersebut kepada JPU kasus tersebut.

Kondisi ini mengakibatkan kerugian bagi terdakwa karena harus mendekam lebih lama di dalam rumah tahanan makassar sehingga asas dalam peradilan yakni sederhana,cepat,dan biaya ringan tidak terwujud.

Pada sidang sebelumnya, yakni Pembacaan Jawaban JPU atas Eksepsi Penasehat Hukum terdakwa, Rusdian, JPU menyangkal semua eksepsi penasehat hukum terdakwa yang menyatakan bahwa dakwaan JPU tidak dapat diterima karena disusun berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang tidak sah dan cacat hukum. Disamping itu, penerapan pasal yang tidak sesuai dengan pasal yang diterapkan oleh JPU dan tidak sahnya perpanjangan penahanan yang dilakukan oleh JPU.

Rusdian ditangkap oleh aparat kepolisian pada tanggal 23 Desember 2015, tahun lalu, dengan tuduhan pencurian telepon seluler (handphone). Dalam aksi penangkapannya, Rusdian mengalami sejumlah bentuk kekerasan, diantaranya ditangkap secara paksa dalam kondisi mata ditutup, dibawa ke tempat yang tidak diketahui oleh Rusdian (bukan markas kepolisian) dan ditembaki dibagian betis sebanyak 2 (dua) kali. Setelah mendapat perawatan di RS  Bhayangkara, Rusdian diinterogasi di Polrestabes Makassar dan dipaksa untuk mengaku sebagai pencuri hp. Selama interogasi tersebut Rusdian mengalami sejumlah bentuk penyiksaan. Karena tidak tahan disiksa, Rusdian terpaksa mengikuti kehendak penyidik untuk mengaku sebagai pencuri hp. Setelah interogasi tersebut, Rusdian dibawa dan ditahan dalam sel Polsek Manggala hingga sekarang. Selama penangkapan hingga penahanan terhadap Rusdian, pihak keluarga tidak mendapatkan surat penangkapan dan penahanan.[Haerul]

Categories
Berita Media SIPOL

Keluarga Laporkan Polisi Penembak Kahar ke Propam Polda Sulsel

Ardianto (30), adik kandung Kahar Daeng Parau usai melapor ke Propam Polda Sulsel atas dugaan kesalahan prosedur petugas Pam Obvit Polda Sulsel dalam penindakan di lapangan. | POJOKSULSEL - MUH FADLY
Ardianto (30), adik kandung Kahar Daeng Parau usai melapor ke Propam Polda Sulsel atas dugaan kesalahan prosedur petugas Pam Obvit Polda Sulsel dalam penindakan di lapangan. | POJOKSULSEL – MUH FADLY

POJOKSULSEL.com, MAKASSAR – Ardianto (30) adik kandung Kahar Daeng Parau (43), yang ditembak oleh petugas Pam Obvit Polda Sulsel di Kantor PT Kelola Jasa Artha, perusahaan yang bergerak di bidang jasa pengisian uang anjungan tunai mandiri (ATM) di Kompeks IDI, Kelurahan Masale, Kecamatan Panakkukang, Makassar, telah melapor ke Propam Polda Sulsel, Sabtu (26/3/2016).
Ardianto mengatakan, pihaknya melapor ke Propam Polda Sulsel pada Pukul 14.00 Wita untuk memeriksa petugas Pam Obvit Polda Sulsel, terkait kode etik profesi.

Sebab, kuat dugaan petugas Pam Obvit Polda Sulsel melakukan kesalahan prosedur dalam penindakan di lapangan.

Setelah dari Propam, Ardianto ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu Polda Susel untuk melaporkan dugaan tindak pidana yang petugas Pam Obvit Polda Sulsel yang menjadi pelaku penembakan Kahar.

“Tapi dari SPK saya diarahkan ke Polsekta Panakkukang untuk melapor, karena siapa tahu sudah ada laporannya masuk di Polsekta Panakkukang,” kata Ardianto, Sabtu (26/3/2016).

Namun, keluarga Kahar memutuskan untuk meminta bantuan hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar.

Setelah itu, rencananya pada hari Senin (28/3/2016) pihaknya baru melapor kasus penembakan Kahar ke SPKT Panakkukang.

Diberitakan sebelumnya, Kahar Daeng Parau (43) ditembak petugas Pam Obvit Polda Sulsel di Kantor PT Kelola Jasa Artha, perusahaan yang bergerak di bidang jasa pengisian uang anjungan tunai mandiri (ATM) di Kompeks IDI, Kelurahan Masale, Kecamatan Panakkukang, Makassar pada Jumat (25/3/2016) dini hari.

Kahar menderita luka tembak di bagian dada kiri tembus ke ketiak belakang, peluru juga mengenai bagian tengah dada kirinya dan perut sebelah kanan.

Kahar sempat dirawat di Rumah Sakit Bhayangkara Makassar. Ia terpaksa dilarikan ke RSU Wahidin Sudirohusodo pada Jumat subuh sekitar pukul 03.55 Wita karena tidak sadarkan diri usai ditembak dengan senjata laras panjang semi otomatis jenis SS.1 V.2 kaliber 4 milimeter.

penulis : muh fadly
sumber : sulsel.pojoksatu.id

Categories
Berita Media SIPOL

Kadir Sijaya Diperiksa Reskrim Polrestabes Makassar

Tampak Gedung PWI Sules yang berdampingan dengan Alfamart, Jalan AP Pettarani, Makassar, Sulsel. | DOK. POJOKSULSEL
Tampak Gedung PWI Sules yang berdampingan dengan Alfamart, Jalan AP Pettarani, Makassar, Sulsel. | DOK. POJOKSULSEL

POJOKSULSEL.com, MAKASSAR – Penyidik Satreskrim  Polrestabes Makassar memeriksa anggota PWI Kadir Sijaya sebagai tersangka dalam kasus dugaan pencemaran nama baik terhadap Dewan Kehormatan PWI Sulsel, Zulkifli Gani Ottoh, Rabu (23/3/2016).

Kadir Sijaya diperiksa penyidik sekitar pukul 12.30 Wita sampai pukul 17.30 Wita. Dia didampingi kuasa hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar Syafri Marappa, SH (red: sebelumnya dalam pemberitaan disebut sebagai Muh Yusuf Marattang.)

Yusuf Marattang mengatakan, secara formal LBH memang ikut mendampingi kasus Kadir Sijaya yang dilaporkan oleh Zulkifli Gani Otto.

“Tapi kalau ada teman-teman yang ingin melakukan pendampingan itu bisa saja,” kata Syafri Marappa, Rabu (23/3/2016).

Syafri Marappa juga belum mengetahui kepastian penahanan yang akan dilakukan penyidik terhadap Kadir Sijaya usai pemeriksaan. Menurutnya, ditahan atau tidaknya Kadir Sijaya, tergantung pada keputusan penyidik.

Namun demikian, sejak pemeriksaan selesai pada sore tadi, Kadir Sijaya bersama kuasa hukumnya masih berada di Mapolrestabes Makassar untuk menunggu hasil keputusan penyidik.

“Masih di sini tunggu hasil keputusan penyidik,” kata Kadir Sijaya.

Diketahui, Zukifli Gani Ottoh melaporkan anggota PWI Sulsel, Kadir Sijaya ke Mapolrestabes Makassar terkait kasus dugaan pencemaran nama baik, Rabu (2/12/2015) lalu.

Dalam laporannya, Zulkifli mengaku jika Kadir Sijaya kerap membuat tulisan di media sosial yang memojokkan Zulkifli dan membuat perasaan tidak nyaman. Misalnya ada tulisan yang menilai pembangunan gedung PWI menyalahi aturan, termasuk jika gedung PWI adalah aset Pemprov Sulsel.

Penulis : muh fadly
sumber : sulsel.pojoksatu.id