Categories
EKOSOB

Aliansi Selamatkan Pesisir Konsolidasikan Masyarakat Mariso Tolak Reklamasi

IMG_20150519_122504MAKASSAR – Sebanyak 400 (empat ratus) orang masyarakat pesisir di Kec. Mariso, Kota Makassar mengalami dampak aktivitas Reklamasi, sebagian besar diantara mereka adalah perempuan. Masyarakat yang dahulu memiliki mata pencaharian sebagai Nelayan dan pencari kerang, kini tak bisa lagi melakukan aktivitas mereka. Akses atas sumber-sumber penghidupan mereka dirampas atas nama pembangunan berlabel Reklamasi. Tidak hanya itu, tercatat sebanyak 23 Kepala Keluarga menjadi korban, rumah mereka dirusak oleh aparat gabungan TNI AL dan Satpol PP.

Menurut keterangan seorang warga, penggusuran tersebut berdasarkan surat pemerintah kota Makassar dengan dalih bahwa kawasan tersebut merupakan kawasan hijau. Belakangan diketahui, ternyata wilayah kelola warga dijadikan lokasi Reklamasi dimana pengelolaannya dilakukan oleh penguasa modal bernama Hj. Najamiah. Masyarakat yang protes mendapat intimidasi dan terror, bahkan beberapa diantara mereka mengalami penganiayaan dari belasan preman bayaran dan satu orang diketahui merupakan anggota TNI yang masih aktif.

Saat ini masyarakat pesisir tinggal di rumah keluarga terdekat dan sebagian dari mereka yang tidak memiliki keluarga terpaksa tinggal di kamar kontrakan dengan fasilitas seadanya. Sampai sekarang masyarakat tidak pernah mendapat ganti rugi atas penggusuran dan perampasan hak-hak dasar mereka. Pekerjaan mereka terpaksa berubah, yang awalnya Nelayan dan Pencari Kerang, kini menjadi buruh harian lepas, beberapa diantara mereka bahkan belum mendapat pekerjaan sama sekali.

Pada hari Minggu, 17 Mei 2015 lalu, LBH Makassar bersama WALHI Sul-sel, Front Mahasiswa Nasional, Front Perjuangan Rakyat Sulsel, Forum Kajian Issu Strategis UMI, beserta organisasi Mahasiswa lainnya melakukan konsolidasi bersama masyarakat pesisir di Kec. Mariso daerah Pannambungan. Puluhan perwakilan masyarakat pesisir sangat antusias mengikuti jalannya pertemuan yang dilaksanakan di rumah salah seorang warga yang juga Purnawirawan bernama pak Gultom.

Pada awalnya, LBH Makassar meminta kepada Masyarakat untuk melakukan pertemuan langsung di wilayah kelola warga, akan tetapi di setiap pinggiran wilayah tersebut sudah berdiri beton-beton yang dengan rapat menutupi bau busuk Reklamasi. Namun, baunya tetap saja menyengat sampai-sampai setiap orang yang mencium baunya menjadi marah dan muak.

Satu persatu warga berdatangan hingga ruang tamu menjadi sesak dipadati puluhan warga yang nampak penuh semangat berapi-api untuk berjuang merebut kembali hak-hak dasar mereka yang dirampas oleh Pemerintah Kota dan Penguasa Modal. Kedatangan LBH Makassar dan organisasi Mahasiswa menjadi pemantik dalam mengembalikan semangat perjuangan Masyarakat Pesisir ini. Sebab, masyarakat pesisir sampai saat ini belum mendapatkan hidup layak di tengah gembar-gembor program pembangunan oleh pemerintah, bahkan mereka kerap kali mendapatkan intimidasi dan teror dari alat-alat represi negara.

Dalam pertemuan tersebut, beberapa hal yang menjadi rekomendasi bersama, diantaranya membangun penguatan simpul masyarakat pesisir yang terkena dampak Reklamasi di titik kecamatan, mendorong konsoldasi Gerakan Tolak Reklamasi di setiap kampus untuk melakukan kampanya dan agitasi secara massif, membuat Petisi warga pesisir Makassar terkait penolakan Reklamasi.[Edy Kurniawan]

Categories
Berita Media

Soal Habisnya Material SIM, Polri Dianggap Lepas Tanggung Jawab

1655455SIM-8-resized780x390Pekerja Anti Corruption Commitee (ACC) Polri, Wiwin Suwandi, menuntut Polri mengusut dugaan korupsi Korlantas terkait habisnya material Surat Izin Mengemudi (SIM) dan Tanda Naik Kendaraan Bermotor (TNKB) atau pelat kendaraan yang terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia.

Menurut Wiwin, Polri keliru menuduh negara berutang kepada masyarakat hingga puluhan miliar terkait habisnya material SIM dan pelat kendaraan.

“Alasannya ini Polri keliru dan sesat. Dia bilang negara yang berutang ke warga Sulselbar karena uang tersebut sudah masuk ke kas negara. Meski material SIM dan pelat kendaraan belum jadi. Padahal kan Polri sebagai pelaksana kegiatan itu. Opini itu seakan-akan Polri mau melepaskan tanggung jawab dan kewajibannya,” katanya.

Wiwin menambahkan, masalah habisnya material SIM dan pelat kendaraan menimbulkan ketidakadilan kepada masyarakat. Di satu sis sendiri belum bisa memenuhi kewajiban penerbitan SIM dan TNKB.

“Ada ketidakadilan di sini. Rakyat diperingatkan, ditakut-takuti memenuhi kewajiban hukumnya untuk melengkapi surat-surat kendaraan. Tapi di sisi lain, aparat penegak hukum sendiri yang tidak bisa memenuhi kewajibannya dengan alasan material habis. Kalau alasannya begitu, rakyat juga bisa beralasan belum ada uang untuk bikin kelengkapan berkendara,” tuturnya.

Pendapat serupa disampaikan Wakil Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar, Zulkifli. Habisnya material SIM dan pelat kendaraan menjadi bahan evaluasi untuk Mabes Polri. Jika memang terdapat penyimpangan di dalamnya, harusnya Polri melakukan pengusutan.

“Makanya perlu evaluasi oleh Mabes dan jika ada dugaan korupsi ya disidik. Masalah ini salah satu faktor tidak dibatasinya kepemilikan mobil pribadi. Harusnya setiap orang cukup memiliki maksimal 2 mobil. Kemudian Mabes Polri harus menata ulang dan evaluasi manajemen, khususnya di Korlantas, dan mencari tahu penyebab kelangkaan,” tambah Zulkifli.

Sebelumnya telah diberitakan, Polisi menilai, negara berutang puluhan miliar kepada masyarakat Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat (Sulselbar) terkait habisnya material SIM dan TNKB atau pelat kendaraan bermotor. Menurut data yang diperoleh dari Direktorat Lalulintas Polda Sulselbar, selama dua bulan terkahir tunggakan SIM mencapai 30.801 lembar dan TNKB roda dua 200.987 lembar.

Penulis : Kontributor Makassar, Hendra Cipto
Editor : Farid Assifa
Sumber : http://regional.kompas.com/

Categories
Berita Media

Pemulihan Trauma Anak Penembak Ibunya Diprioritaskan

104400_620Koordinator Lembaga Perlindungan Perempuan dan Anak LBH Makassar, Suharno, mengatakan pemulihan trauma maupun kondisi psikologi terhadap anak penembak ibunya memang harus diprioritaskan.

Sebab, menurut Suharno, perkembangan sang anak akan mengalami gangguan bila trauma atas kejadian itu tidak dihilangkan atau minimal diminimalisir.

Suharno menambahkan anak penembak ibunya itu kemungkinan selalu berada di bawah bayang-bayang insiden nahas itu bila tak cepat dipulihkan. Kehadiran orang terdekat untuk memberikan semangat dan diusahakan agar tidak mengungkit kejadian itu, sangat diperlukan.

“Kasihan si anak itu. Pemulihan trauma atas penembakan itu harus diutamakan,” ujar Suharno.

Insiden penembakan yang dilakukan FI , 9 tahun, terhadap ibunya Eva Yanti Jafar, 30, terjadi di Desa Tamangapa, Kecamatan Ma’rang, Kabupaten Pangkajene Kepulauan, Sulawesi Selatan, Senin, 20 Juli, sekitar pukul 20.00 Wita.

Kala itu suami Eva, Brigadir H, ingin bertolak ke Kabupaten Maros sehingga mengambil pistolnya. Saat merapikan seragamnya, pistol itu diletakkannya di atas meja makan.

Tak disangka H, pistol miliknya itu diambil oleh FI yang tengah bermain. Ia baru mengetahui kalau pistolnya itu diambil oleh putrinya, ketika salah seorang saudaranya Abidin, 25, berteriak menyebut pistol itu dibawa oleh FI. Tak berselang lama, terdengar suara letusan senjata api dari dalam rumah itu yang ternyata mengenai istrinya, Eva, yang tengah makan.

Eva yang terkena tembakan pada pelipis sebelah kanan langsung rebah tidak sadarkan diri. Ia dilarikan ke RSUD Kabupaten Pangkep lalu dirujuk ke RS Wahidin Sudirohusodo. Setelah tiga hari mendapat perawatan intensif, Eva akhirnya meninggal, Kamis, 23 Juli, akibat proyektil peluru yang bersarang di kepalanya.

Jenazah Eva langsung dibawa ke rumah duka di Kabupaten Pangkep untuk disemayamkan, Kamis malam, 23 Juli. Selanjutnya, jenazah ibu malang itu dibawa ke Kabupaten Bone untuk dimakamkan.

Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan dan Barat belum melakukan proses hukum terhadap Brigadir Polisi H yang lalai menyimpan senjata apinya sehingga dipakai sang anak, FI, menembak ibunya.

Kepolisian menerapkan azas oportunitas, yakni mengesampingkan penegakan hukum untuk sementara waktu dengan alasan faktor kemanusiaan.

Kepala Bidang Humas Polda Sulawesi Selatan dan Barat, Komisaris Besar Frans Barung Mangera, mengatakan pihaknya memprioritaskan pemulihan trauma sang anak yang secara tidak sengaja menembak ibunya sehingga akhirnya tewas.

“Kami mementingkan kepentingan yang lebih besar, khususnya psikologi si anak dan keluarganya. Kehadiran Brigadir H masih sangat dibutuhkan,” kata Frans, Jumat, 24 Juli.

Namun belum diprosesnya kelalaian Brigadir H, Barung menegaskan, tidak berarti kepolisian mendiamkan perbuatan anggota Brimob Polda Sulawesi Selatan dan Barat itu. Kepolisian tetap akan melakukan proses hukum, baik itu pidana maupun disiplin/kode etik atas kelalaian oknum polisi itu. Namun untuk sekarang, polisi mengedepankan kondisi psikologi keluarga H yang masih berduka.

[Tri Yari Kurniawan]
Sumber berita : nasional.tempo.co

Categories
Berita Media

Anak Polisi Tembak Ibunya Sendiri Di Pangkep

390645_620Kelalaian anggota Brimob Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Selatan dan Barat, Brigadir Haeruddin, mengakibatkan dia kehilangan istri. Pasalnya, si anak, FI (9), menembak ibunya, Eva (30) dengan pistol Haeruddin yang ditinggalkan di atas meja.

“Haeruddin bisa diproses pidana dan disiplin atau kode etik. Kedua proses itu dapat berjalan bersamaan,” kata Koordinator Perlindungan Perempuan dan Anak, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar, Suharno kepada Tempo, Kamis, 23 Juli 2015.

Meski dilakukan secara tidak sengaja, kata Suharno, tindakan Haeruddin tetap bisa diproses hukum. “Ini penting agar menjadi pembelajaran bagi anggota Kepolisian untuk tidak lalai menyimpan senjatanya, bahkan ketika itu di rumahnya,” katanya.

Insiden penembakan yang dilakukan FI terhadap ibunya, Eva, terjadi di Desa Tamangapa, Kecamatan Ma’rang, Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan, Senin, 20 Juli 2015, sekitar pukul 20.00 Wita. Saat itu, Brigadir Haeruddin hendak berangkat ke Kabupaten Maros. Saat merapikan pakaiannya, pistol itu diletakkan di atas meja makan.

Tidak disangka, pistol miliknya diambil oleh FI yang tengah bermain. Haeruddin baru mengetahui kalau pistolnya diambil oleh putrinya, ketika saudaranya Abidin (25), berteriak menyebut pistol itu dibawa oleh FI. Tak berselang lama, terdengar suara letusan senjata api dari dalam rumah.

Ternyata Eva, istri Haeruddin, yang terkena tembakan pada pelipis sebelah kanannya. Eva langsung dilarikan ke RSUD Kabupaten Pangkep lalu dirujuk ke RS Wahidin Sudirohusodo, sebelum akhirnya dibawa ke RS Bhayangkara Makassar. Hingga kini, kondisi Eva belum juga membaik alias masih kritis.

Kepala Bidang Humas Polda Sulawesi Selatan dan Barat, Komisaris Besar Frans Barung Mangera, mengatakan untuk saat ini, penanganan proses hukum atas kelalaian anggota Brimob itu mengedepankan asas oportunitas. Kepolisian untuk sementara mengesampingkan proses hukumnya dengan alasan kemanusiaan. “Kehadiran Brigadir Haeruddin lebih dibutuhkan oleh istri dan anaknya,” ucap dia.

[Tri Yari Kurniawan]
Sumber berita : nasional.tempo.co

Categories
Berita Media

GERAP: Ambisi Smart City Korbankan Pedagang Kecil

Penertiban-PKLEleman masyarakat dan Mahasiswa Universitas Negeri Makassar (UNM) yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Tolak Penggusuran (GERAP) menggelar aksi demonstrasi di depan Balaikota Makassar, Senin (13/07/15).

Mereka menilai ambisi smart city sebagai program Pemerintah Kota Makassar telah mengabaikan hak-hak wong cilik atau masyarakat kecil yang selama ini menggantungkan hidupnya sebagai Pedagang Kali Lima (PKL).

“Ambisi smart city dan kota dunia memaksa seamua hal yang terlihat kumuh harus disingkirkan. Reklamasi mengancam warga pesisir, smart card menjadi ancaman bagi Juru Parkir, dan untuk kesekian kalinya, Pedagang Kecil diposisikan sebagai korban dalam design pembangunan kota” kata

Anggota Bid. Hak Buruh dan Misikin Kota LBH Makassar, Moh. Alie Rahangiar, melalui pernyataan sikap GERAP.

Berikut pernyataan sikap GERAP yang terdiri dari LBH Makassar, BEM FT UNM, BEM FE UNM, BEM FPSI UNM, BEM FIP UNM, KEMA FBS UNM, HMJ Sejarah UNM, FMN Makassar, AGRA Sulsel, FOSIS UMI, PEMBEBASAN, FMK, FMD-SGMK, KPO-PRP, SRIKANDI.
TOLAK PENGGUSURAN PKL DEPAN KAMPUS UNM PARANGTAMBUNG

Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahan hidup, dan meningkatkan taraf kehidupannya; Setiap orang berhak hidup aman, damai, bahagia, tentram, sejahterah lahir dan batin (Pasal 9 Ayat 1 dan 2, UU No. 39/1999 tentang HAM)

Pembangunan kota Makassar dari waktu ke waktu semakin menunjukan arogansinya. Ibarat mesin, kota ini seperti dibangun tanpa akal sehat dan nurani. Pimpinan kota ini seperti robot yang kehilangan sensifitas terhadap kemanusiaan. Hampir semua kebijakan pembangunan kota didirikan di atas standarisasi citra bernama smart city dan kota dunia.

Ambisi smart city dan kota dunia memaksa seamua hal yang terlihat kumuh harus disingkirkan. Reklamasi mengancam warga pesisir, smart card menjadi ancaman bagi Juru Parkir, dan untuk kesekian kalinya, Pedagang Kecil diposisikan sebagai korban dalam design pembangunan kota.

Dan di atas alasan tata kota dan keindahan inilah, 68 lapak milik PKL yang selama bertahun-tahun berjualan di depan Kampus UNM Parangtambung terancam digusur. Ancaman penggusuran bermula dari surat pihak Rektorat UNM ke Pemkot Makassar. Rektorat UNM menyurati Pemkot karena merasa terganggu dengan keberadaan pedangang di depan kampus dan meminta Pemkot untuk menggusur lapak para pedagang.

Surat permohon penggusuran oleh Rektorat tersebut kemudian direspon Pemkot dengan surat peringatan kepada PKL masing-masing pada tanggal 26 Juni, dan 2 Juli 2015. Melalui surat peringatan tersebut, PKL diminta untuk mengosongkan tempat mereka, sebelum Pemkot sendiri yang akan melakukan upaya paksa guna menyingkirkan PKL dari depan Kampus UNM Parangtambung.

Para Pedagang, selama bertahun telah menempati tanah di depan Kampus UNM Parangtambung selama bertahun. Dan tanah tesebut adalah milik Pemerintah Kota Makassar. Sebagai pelaksana Undang-undang (UU), khususnya UU yang mengatur tentang pemenuhan hak-hak dasar warga Negara (UU No. 39/1999 dan UU No. 11/2005), Pemkot Makassar bertanggung jawab dalam memenuhi hak-hak dasar warga kotanya, khususnya hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak.

Melalui tanggung jawab yang dimandatkan oleh UU itu, Pemkot, dengan segala fasilitas yang ada padanya, secarah terencana, bertahap, dan terukur, wajib mengusahakan terwujudnya kesejahteraan umum bagi warga kota. Dengan demikian, segalah upaya (kebijakan) yang bertentangan dengan kewajiban dalam rangka menjalankan mandat yang diberikan UU tersebut adalah usaha lepas tangan/lari dari tanggung jawabnya.

Dan rencana penggusuran terhadap PKL depan Kampus UNM Parangtambung adalah indikator bagaimana Pemkot abai, bahkan semena-mena, dalam konteks yang lebih luas, terhadap warga kotanya. Kebijakan (rencana) menggusur PKL dari depan Kampus UNM Parangtambung dalam konteks yang lebih luas tadi, dapat dilihat sebagai model nyata penyingkiran masyarakat kecil penghuni kota dari sandaran hidupnya.

Padahal dalam kesempatan berbeda, Pemkot begitu ramah dan percaya diri memfasilitasi Pedagang besar (pemodal/investor) untuk menempati/memprivatisasi ruang-ruang publik di kota ini. Dan contoh paling dekat dalam hai ini adalah reklamasi wilayah pesisir Makassar untuk kepentingan bisnis/swasta.

Karena penggusuran adalah bentuk pelanggaran, dalam derjat tertentu adalah perampasan sandaran hidup warga, maka Gerakan Rakyat Anti Penggusuran dengan ini menyatakan sikap:

  1. Menolak dan akan terus melawan rencana/kebijakan Pemerintah Kota Makassar yang akan menggusur (merampas sandaran hidup warga kota) PKL depan Kampus UNM Parangtambung;
  2. Mendesak Pemkot untuk menghentikan terror penggusuran dalam bentuk surat peringatan yang dikirimkan kepada para PKL;
  3. Memulihkan hak-hak warga yang selama ini diabaikan/dirampas.

Penulis: Marwah
Editor: Hexa
Sumber berita : kabarmakassar.com

Categories
Berita Media

Calon Komisioner KY, dari Job Seeker Sampai Anggota Partai

komisiyudisial 1Koalisi Posko Pemantau Komisi Yudisial, yang merupakan gabungan dari 16 Lembaga Swadaya Masyarakat di Indonesia, mengungkapkan adanya indikasi job seeker (pencari kerja hingga anggota partai politik (parpol) yang aktif dalam daftar calon Komisioner KY yang beredar saat ini.
Temuan ini disampaikan oleh Koalisi saat bertemu dengan Panitia Seleksi Calon Komisioner KY di Pusdiklat Kementerian Sekretaris Negara di Jakarta, Rabu (8/7).

“Terdapat dua calon yang terindikasi sebagai pencari kerja (job seeker), yakni yang tidak hanya mengkuti seleksi calon anggota KY, akan tetapi juga seleksi jabatan publik lainnya dalam waktu yang bersamaan. Selain itu juga ada satu orang calon yang merupakan anggota partai politik aktif, yang sangat diragukan independensinya,” jelas Dio Ashar, Peneliti Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia Fakultas Hukum Universitas Indonesia (MaPPI FHUI).

Selain itu, Dio menambahkan, terdapat permasalahan subtanstif lainnya yang ada pada calon anggota KY selain poin di atas. Seperti terdapat satu orang akademisi (dosen perguruan tinggi) yang terindikasi hanya mengejar jabatan dan satu mantan pejabat publik yang tidak mengetahui tugas pokok dan fungsi selama menjabat dan memiliki masalah dalam hal kedisplinan.

“Juga calon yang merupakan anggota KY Periode 2010 – 2015 yang mendaftar dan lulus pada tahap ini, perlu dipertimbangkan lagi, karena kinerja KY selama periode tersebut belum menampakan hasil yang signifikan dalam upaya mendukung reformasi peradilan melalui pengawasan terhadap perilaku hakim,” tambah Dio.

Untuk itu, Koalisi Posko Pemantau KY menyarankan agar pansel harus fokus memilih calon anggota Komisi Yudisal berdasarkan tujuh kriteria, mulai dari memiliki pemahaman hokum sampai dengan managerial organisasi yang baik. “Pertama, Calon komisioner yang punya wawasan mengenai kedudukan dan kewenangan KY. Kedua, memiliki konsep pengawasan yang tidak hanya fokus penindakan tetapi juga peningkatan kapasitas hakim, sehingga tidak hanya mengawasi melalui tidnakan menindak tapi juga pencegahan,” jelas Della Sri Wahyuni, Peneliti Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP).

“Ketiga, dapat menjadi mitra kritis Mahkamah Agung. Keempat, memiliki pemahaman isu pembaharuan peadilan, juga mampu memetakan masalah peradilan dalam waktu lima tahun ke depan. Kelima, memiliki kemampuan magerial yang baik. Keenam, dapat memperkuat jejaring masyarakat sipil. Dan yang ketujuh, punya kemampuan komunikasi dengan pejabat terkait untuk mendukung tugas KY,” tambah Della.

Ketua MaPPI FHUI Choky Ramadhan menambahkan tujuh kriteria tersebut tidak perlu ada di satu sosok, namun bisa kolabroasi dari calon yang terpilih nantinya. “Mungkin tujuh profile ini tidak harus dimiliki satu sosok tapi setidaknya merupakan kolaborasi dari tujuh komisoner yang terpilih nantinya. ” tegas Choky.

Harkistuti Harkrisnowo, Ketua Pansel KY menerima masukan dengan sangat berterima kasih. “Kami mencoba semaksimal mungkin karena masukannya sangat baik. karena tidak mudah mencari kombinasi. Terima kasih. Akhirnya kami dapat imformasi tentang eksistensi komisi,” jawab perempuan yang akrab disapa Prof. Tuti.

“Menyambung ini baru tahap satu, tanggal 10 Juli kita akan umumkan ke media masa, jadwal wawancara 3 Agustus. Besok sore udah keluar namanya, untuk bisa menelusuri lebih lanjut calon yang lolos. Kami sendiri akan melakukan (penelurusuran) itu (juga). Tanggal 3-5 Agustus kami alokasikan untuk wawancara dan itu terbuka untuk umum,” ujarnya.

Pertemuan antara Koalisi Posko Pamantau KY dan Pansel KY pun ditutup dengan penyerahan berkas dari Choky yang berisi rekam jejak para calon dan juga rekomendasi kepad Prof. Tuti. Berkas tersebut berlabelkan RAHASIA karena mengenai rekam jejak para Calon.

Untuk diketahui Koalisi Posko Pemantau KY merupakan gabungan dari LSM yang berada di seluruh Indonesia. Diantaranya MaPPI FHUI, ILR LeIP, ICW, PSHK, ICEL, YLBHI, ICJR, LBH Medan, LBH Padang, LBH Bandung, ICM Yogya, LBH Surabaya, Pokja 30 Samarinda, LBH Makassar, dan Somasi NTB.

Harkristuti menuturkan bahwa calon anggota KY yang terindikasi ikut seleksi pejabat publik lain dan menjadi anggota parpol menjadi catatan pansel.
“Ini sangat menarik karena syarat itu kan tidak boleh anggota parpol. Saya juga bertanya kok temannya tidak menegur. Kami akan pertimbangkan, kami akan lihat dulu yang otomaris gugur yang pengurus. Inilah Indonesia menarik sekali. Ini semua menjadi catatan,” jawabnya.

“Mungkin yang ikut seleksi lainnya ingin berkontribusi lebih untuk Indonesia. Tapi tentunya ini akan menjadi catatan bagi Pansel untuk penilaian,” pungkasnya.

Sumber berita : hukumonline.com

Categories
Berita Media

LBH Makassar Buka Puasa Bersama Puluhan Aktivis Sulsel

bantuan-hukum-lbh-makas_20150709_203809Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar menggelar buka puasa bersama di kantor LBH Makassar Jl Pelita Raya Makassar, Kamis (9/7/2015).
Buka puasa yang dilaksanakan LBH Makassar dalam menjaga silaturahmi sesama pegiat hukum.

LBH Makassar juga mengundang belasan aktivis Mahasiswa, aktivis LSM Lingkungan, Pengacara, aktivis anti korupsi, aktivis perempuan, buruh, dan masyarakat.

Beberapa tokoh masyarakat juga turut hadir, seperti mantang anggota DPR RI Asmin Amin, mantan Direktur LBH Makassar Mappinawang dan Hasbi Abdullah.

Penulis: Darul Amri Lobubun
Editor: Ina Maharani
Sumber berita : makassar.tribunnews.com

Categories
Berita Media

LBH Makassar – KY RI Gelar FGD Kehormatan Profesi Hakim

jl-pelita-raya-vi-blok-a_20150709_192427Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar dan Komisi Yudisial (KY) RI menggelar Focus Group Discussion (FGD) di kantor LBH Makassar Jl Pelita Raya VI, Blok A 34 No 9, Makassar, Kamis (9/7/2015).

LBH Makassar menggelar FGD dalam menyikapi kehormatan Profesi hakim dan mendorong fungsi edukatif media dalam mewujudkan hakim dan pengadilan yang bebas.

FGD ini juga dilanjutkan dengan buka puasa bersama.

Hadir dalam Focus Group Discusion antara lain LBH Makassar, LAPAR Sulsel, Persma Kampus, dan Media Cetak.

Penulis: Darul Amri Lobubun
Editor: Ina Maharani
Sumber berita : makassar.tribunnews.com

Categories
Berita Media

Duh, 3 Bocah Pemulung Nodai Mahasiswi, Kenapa Bisa Terjadi?

144112_620Nasib malang menimpa HT, 21 tahun, mahasiswi perguruan tinggi swasta di Makassar. HT diperkosa di Jalan Urip Sumihardjo, Kecamatan Panakkukang, Makassar, Selasa, 7 Juli, sekitar pukul 00.20 Wita. Ia digilir tiga pemulung yang masih anak di bawah umur. Tidak hanya memperkosa HT, ketiga pelaku merampas barang milik korban.

Juru bicara Kepolisian Resort Kota Besar Makassar, Komisaris Andi Husnaeni, mengatakan petugas meringkus ketiga pemulung yang menggilir mahasiswi jurusan Farmasi itu. Mereka yakni RS (14), MM (14), dan FD (14). Ketiganya warga Makassar. “Ketiga pemulung itu memperkosa mahasiswi lalu merampas HP korban,” kata Husnaeni di kantornya, Selasa, 7 Juli.

Insiden nahas itu terjadi saat HT pulang dari rumah rekannya di Jalan Pampang usai mengerjakan tugas. Saat melintas di Jalan Pampang, ketiga ABG itu mengadang laju sepeda motor korban dengan membentangkan ketapel dan anak panah. Selanjutnya, korban digiring dan disekap ke bawah Jembatan Pampang, Jalan Urip Sumihardjo.

Di situlah ketiga pemulung remaja itu melancarkan aksi bejatnya. Usai memperkosa HT dan merampas barang bawaan korban, ketiga pelaku langsung melarikan diri. HT lantas melaporkan tindakan asusila yang dia alami ke Markas Kepolisian Sektor Panakkukang. Semua pelaku yang tertangkap lantas diamankan ke markas Polrestabes Makassar untuk menjalani pemeriksaan oleh penyidik Unit Perlindungan Perempuan dan Anak.

Kendati ditahan di Markas Polrestabes Makassar, penanganan kasus itu tetap diusut Polsek Panakkukang dengan dukungan Polrestabes Makassar. Husnaeni menjelaskan, atas perbuatannya ketiga ABG itu bisa dijerat pasal pencurian dengan kekerasan dan pasal pemerkosaan. “Kami masih melakukan pemeriksaan, baik terhadap pelaku maupun saksi-saksi.”

Sepupu HT, Anna, mengatakan pemerkosaan itu terjadi saat korban baru pulang dari rumah temannya di Jalan Pampang untuk mengerjakan tugas. “HT memang sibuk urus tugas kuliahnya karena mau selesai,” kata dia. Anna tidak menyangka tersangka pemerkosa sepupunya itu masih anak di bawah umur. Ia berharap kepolisian memproses pelaku sesuai hukum yang berlaku.

Koordinator Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak Lembaga Bantuan Hukum Makassar, Suharno, mengatakan aksi ketiga anak di bawah umur itu sudah keterlaluan. Tapi, kepolisian tetap mesti mengacu pada Undang-Undang Perlindungan Anak. Kepolisian harus memperhatikan masa depan anak tanpa mengabaikan keadilan dan pemulihan traumatik terhadap korban.

[Tri Yari Kurniawan]
Sumber berita : nasional.tempo.co

Categories
Berita Media

Ada Tersangka Baru, Begini Reaksi Kubu Abraham Samad

412829_620Kepala Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian, Komisaris Jenderal Polisi Budi Waseso mengatakan sudah ada nama tersangka baru dalam kasus pemalsuan dokumen kependudukan yang menjerat Abraham Samad. Kendati demikian, Kepolisian belum merinci identitas tersangka baru tersebut.

Pengacara Abraham, Abdul Azis, mengatakan pihaknya belum mengetahui ihwal penetapan tersangka baru itu. Kendati demikian, tim kuasa hukum Abraham tidak begitu terkejut dengan pernyataan Budi Waseso.

Menurut Azis, Kepolisian telah mengisyaratkan adanya tersangka baru dalam kasus itu, sebelum kliennya diperiksa di Markas Besar Polri, Kamis, 2 Juli. “Kami belum mengetahui mengenai kabar adanya tersangka baru. Tapi, sebelum pemeriksaan lalu, sudah ada isyarat soal itu,” kata Azis, Senin, 6 Juli.

Tak dirincinya ihwal isyarat adanya tersangka baru, tim kuasa hukum Abraham menyerahkan sepenuhnya ke kepolisian. Kendati demikian, ia mengharapkan Kepolisian bersikap profesional dan transparan.

Penetapan tersangka baru itu harus benar fakta keterlibatannya dan tidak lagi terkesan direkayasa. “Sejak awal, menurut kami ada pihak-pihak yang jauh lebih bertanggungjawab. Tapi, kami tak mau menerka-nerka siapa tersangka baru itu,” ucap Direktur LBH Makassar itu.

Kasus pemalsuan dokumen ini sendiri bermula dari laporan Chairil Chaidar Said, ketua LSM Lembaga Peduli KPK-Polri ke Bareskrim Mabes Polri. Kasus ini dilimpahkan ke Polda yang kemudian menetapkan Feriyani dan Abraham sebagai tersangka. Feriyani kemudian melaporkan kasus serupa ke Bareskrim Mabes Polri. Abraham dituduh membantu Feriyani mengurus perpanjangan paspor di Makassar pada 2007.

[Tri Yari Kurniawan]
Sumber berita: nasional.tempo.co