Categories
Berita Media

GERAP: Ambisi Smart City Korbankan Pedagang Kecil

Penertiban-PKLEleman masyarakat dan Mahasiswa Universitas Negeri Makassar (UNM) yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Tolak Penggusuran (GERAP) menggelar aksi demonstrasi di depan Balaikota Makassar, Senin (13/07/15).

Mereka menilai ambisi smart city sebagai program Pemerintah Kota Makassar telah mengabaikan hak-hak wong cilik atau masyarakat kecil yang selama ini menggantungkan hidupnya sebagai Pedagang Kali Lima (PKL).

“Ambisi smart city dan kota dunia memaksa seamua hal yang terlihat kumuh harus disingkirkan. Reklamasi mengancam warga pesisir, smart card menjadi ancaman bagi Juru Parkir, dan untuk kesekian kalinya, Pedagang Kecil diposisikan sebagai korban dalam design pembangunan kota” kata

Anggota Bid. Hak Buruh dan Misikin Kota LBH Makassar, Moh. Alie Rahangiar, melalui pernyataan sikap GERAP.

Berikut pernyataan sikap GERAP yang terdiri dari LBH Makassar, BEM FT UNM, BEM FE UNM, BEM FPSI UNM, BEM FIP UNM, KEMA FBS UNM, HMJ Sejarah UNM, FMN Makassar, AGRA Sulsel, FOSIS UMI, PEMBEBASAN, FMK, FMD-SGMK, KPO-PRP, SRIKANDI.
TOLAK PENGGUSURAN PKL DEPAN KAMPUS UNM PARANGTAMBUNG

Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahan hidup, dan meningkatkan taraf kehidupannya; Setiap orang berhak hidup aman, damai, bahagia, tentram, sejahterah lahir dan batin (Pasal 9 Ayat 1 dan 2, UU No. 39/1999 tentang HAM)

Pembangunan kota Makassar dari waktu ke waktu semakin menunjukan arogansinya. Ibarat mesin, kota ini seperti dibangun tanpa akal sehat dan nurani. Pimpinan kota ini seperti robot yang kehilangan sensifitas terhadap kemanusiaan. Hampir semua kebijakan pembangunan kota didirikan di atas standarisasi citra bernama smart city dan kota dunia.

Ambisi smart city dan kota dunia memaksa seamua hal yang terlihat kumuh harus disingkirkan. Reklamasi mengancam warga pesisir, smart card menjadi ancaman bagi Juru Parkir, dan untuk kesekian kalinya, Pedagang Kecil diposisikan sebagai korban dalam design pembangunan kota.

Dan di atas alasan tata kota dan keindahan inilah, 68 lapak milik PKL yang selama bertahun-tahun berjualan di depan Kampus UNM Parangtambung terancam digusur. Ancaman penggusuran bermula dari surat pihak Rektorat UNM ke Pemkot Makassar. Rektorat UNM menyurati Pemkot karena merasa terganggu dengan keberadaan pedangang di depan kampus dan meminta Pemkot untuk menggusur lapak para pedagang.

Surat permohon penggusuran oleh Rektorat tersebut kemudian direspon Pemkot dengan surat peringatan kepada PKL masing-masing pada tanggal 26 Juni, dan 2 Juli 2015. Melalui surat peringatan tersebut, PKL diminta untuk mengosongkan tempat mereka, sebelum Pemkot sendiri yang akan melakukan upaya paksa guna menyingkirkan PKL dari depan Kampus UNM Parangtambung.

Para Pedagang, selama bertahun telah menempati tanah di depan Kampus UNM Parangtambung selama bertahun. Dan tanah tesebut adalah milik Pemerintah Kota Makassar. Sebagai pelaksana Undang-undang (UU), khususnya UU yang mengatur tentang pemenuhan hak-hak dasar warga Negara (UU No. 39/1999 dan UU No. 11/2005), Pemkot Makassar bertanggung jawab dalam memenuhi hak-hak dasar warga kotanya, khususnya hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak.

Melalui tanggung jawab yang dimandatkan oleh UU itu, Pemkot, dengan segala fasilitas yang ada padanya, secarah terencana, bertahap, dan terukur, wajib mengusahakan terwujudnya kesejahteraan umum bagi warga kota. Dengan demikian, segalah upaya (kebijakan) yang bertentangan dengan kewajiban dalam rangka menjalankan mandat yang diberikan UU tersebut adalah usaha lepas tangan/lari dari tanggung jawabnya.

Dan rencana penggusuran terhadap PKL depan Kampus UNM Parangtambung adalah indikator bagaimana Pemkot abai, bahkan semena-mena, dalam konteks yang lebih luas, terhadap warga kotanya. Kebijakan (rencana) menggusur PKL dari depan Kampus UNM Parangtambung dalam konteks yang lebih luas tadi, dapat dilihat sebagai model nyata penyingkiran masyarakat kecil penghuni kota dari sandaran hidupnya.

Padahal dalam kesempatan berbeda, Pemkot begitu ramah dan percaya diri memfasilitasi Pedagang besar (pemodal/investor) untuk menempati/memprivatisasi ruang-ruang publik di kota ini. Dan contoh paling dekat dalam hai ini adalah reklamasi wilayah pesisir Makassar untuk kepentingan bisnis/swasta.

Karena penggusuran adalah bentuk pelanggaran, dalam derjat tertentu adalah perampasan sandaran hidup warga, maka Gerakan Rakyat Anti Penggusuran dengan ini menyatakan sikap:

  1. Menolak dan akan terus melawan rencana/kebijakan Pemerintah Kota Makassar yang akan menggusur (merampas sandaran hidup warga kota) PKL depan Kampus UNM Parangtambung;
  2. Mendesak Pemkot untuk menghentikan terror penggusuran dalam bentuk surat peringatan yang dikirimkan kepada para PKL;
  3. Memulihkan hak-hak warga yang selama ini diabaikan/dirampas.

Penulis: Marwah
Editor: Hexa
Sumber berita : kabarmakassar.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *