Categories
Berita Media

Empat Orang Ini Berpotensi Jadi Tersangka Baru Kasus Samad

Koordinator tim advokasi Abraham Samad di Sulawesi Selatan dan Barat, Adnan Buyung Azis, mengatakan ada empat nama yang berpotensi menjadi tersangka baru kasus pemalsuan dokumen yang menyeret Abraham Samad. Mereka adalah orang-orang yang ada di sekitar Abraham saat pengurusan kartu keluarga dan kartu tanda penduduk untuk perpanjangan paspor Feriyani. “Kemungkinan S, A, ZT, dan IM,” ujarnya kepada Tempo, Senin, 6 Juli 2015.

Pengacara Abraham lain, Abdul Azis, menuturkan penetapan tersangka baru itu tak membuat pihaknya terkejut. Toh, kepolisian telah mengisyaratkan adanya tersangka baru dalam kasus itu sebelum kliennya diperiksa di Markas Besar Kepolisian RI pada Kamis, 2 Juli lalu. Azis mengaku mendengar desas-desus itu tak lama setelah penyidik mengkonfrontasi Feriyani dan Sukriansyah.

Meskipun begitu, Azis enggan berspekulasi ihwal penetapan tersangka baru dan menyerahkan sepenuhnya ke penyidik. Tapi, sedari awal, pihaknya menyebut ada pihak yang lebih bertanggung jawab. Karena itu, kepolisian harus bersikap profesional. “Tapi kami tidak mau menerka-nerka siapa tersangka baru itu,” ucap Direktur Lembaga Bantuan Hukum Makassar itu.

Kasus pemalsuan dokumen ini sendiri bermula dari laporan Chairil Chaidar Said, Ketua Lembaga Peduli KPK-Polri, ke Badan Reserse Kriminal Polri. Kasus ini dilimpahkan ke Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan dan Barat, yang kemudian menetapkan Feriyani dan Abraham sebagai tersangka. Feriyani kemudian melaporkan kasus serupa ke Bareskrim. Abraham dituduh membantu Feriyani mengurus perpanjangan paspor di Makassar pada 2007.

Kepala Bareskrim Komisaris Jenderal Polisi Budi Waseso sebelumnya menyatakan sudah ada tersangka baru dalam kasus pemalsuan dokumen kependudukan yang menjerat Abraham Samad dan Feriyani Lim. Meski demikian, Korps Bhayangkara belum mau merinci identitas tersangka baru tersebut.

[Tri Yari Kurniawan]
sumber berita: nasional.tempo.co

Categories
Berita Media

Wakil Ketua KY: Permainan Mafia Peradilan Rapi

Koalisi Posko Pemantau Peradilan mengkritik kinerja Komisi Yudisial (KY). Terutama para komisioner periode 2010-2015 yang sebentar lagi akan habis masa tugasnya.

KY dinilai koalisi telah gagal mengemban tugas penjaga marwah peradilan, karena tak bisa membongkar praktik mafia hukum di dunia peradilan. Menanggapi kritikan itu, Wakil Ketua KY, Imam Anshari Saleh, menyatakan, membongkar mafia peradilan tak semudah membalik telapak tangan.

“Para pemainnya rapi,” kata Imam kepada Liputan6.com, Senin 6 Juli 2015.

Menurut Imam, pengungkapan mafia peradilan bukan hanya tugas KY semata. Harus melibatkan lintas institusi, dari kepolisian, kejaksaan, sampai hakim dan advokat. ‎Di satu sisi, KY juga sangat terbatas dalam kewenangannya.

“‎Sementara kewenangan KY sangat terbatas. Kalau bongkar 1 – 2 mafia tapi misi-misi yang lebih besar gagal, ya itu bukan keberhasilan,” kata Imam.

Kewenangan terbatas yang dimaksud Imam itu, yakni misalnya KY diberi kewenangan penyadapan. Namun tetap harus minta bantuan polisi, tidak bisa sendiri. Belum lagi, jika mafia peradilan tersebut punya jaringan kuat untuk melancarkan aksi-aksinya.

“KY juga tak bisa masuk kalau mafia melibatkan jaksa, polisi, advokat, dan aparat pengadilan,” ujar Imam.

Sebelumnya ‎Koalisi Posko Pemantau Peradilan mengkritik kinerja Komisioner KY periode 2010-2015 yang sebentar lagi akan habis masa tugasnya. ‎Koalisi menilai KY sampai saat ini baru bisa melakukan penindakan terhadap pelanggaran kode etik hakim semata. Belum secara menyeluruh, terutama dalam membongkar praktik mafia peradilan.‎

Koordinator Koalisi, ‎Julius Iberani menilai, KY selaku lembaga pengawas peradilan, seharusnya berdiri sebagai sistem pendukung terhadap lembaga-lembaga peradilan di Indonesia. KY harusnya mampu menjadi pengendali untuk mencegah terjadinya monopoli kekuasaan peradilan di Mahkamah Agung (MA). Tapi dengan melihat kinerja KY saat ini, Koalisi menilai KY telah gagal mengemban tugas utamanya sebagai salah satu lembaga pengawas.‎

“KY telah gagal mengemban tugas dan marwah sebagai pengawas peradilan di Indonesia,” ujar pegiat di Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) beberapa waktu lalu.‎

Karenanya, lanjut Julius, Panitia Seleksi (Pansel) Calon Komisioner KY harus dapat memilih calon-calon yang dibutuhkan KY untuk dapat berbenah ke depannya dan sekaligus yang punya keberanian untuk membongkar praktik mafia peradilan. Keberanian seperti Marcopolo–penjelajah laut asal Italia yang terkenal berani dan tangguh mengarungi samudera–yang saat ini dinilai Koalisi sangat dibutuhkan KY sebagai sosok pemimpin ke depannya.

“Kita semua harus memastikan komisioner KY selanjutnya berani dan tangguh seperti Marcopolo. Jika tidak, badai lautan akan menenggelamkan mereka dengan sendirinya,” ujar Julius.‎‎

‎Adapun Koalisi Posko Pemantau Peradilan itu terdiri atas sejumlah LSM. Di antaranya MaPPI FHUI, ICW, OLR, PSHK, YLBHI, LBH Makassar, LBH Surabaya, LBH Medan, LBH Padang, LBH Bandung, LBH Yogyakarta, dan Pokja 30 Samarinda.‎

penulis berita : Oscar Ferri
Sumber berita : news.liputan6.com

Categories
Berita Media

YLBHI Minta Sanksi untuk Sarpin Rizaldi Ditambah

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menilai sanksi nonpalu (skors) yang dijatuhkan Komisi Yudisial (KY) kepada hakim Sarpin Rizaldi selama 6 bulan perlu ditambah. Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan itu diberi sanksi karena dugaan pelanggaran kode etik.

Hal ini terkait putusan Sarpin Rizaldi dalam praperadilan Komjen Pol Budi Gunawan atas penetapan status tersangkanya oleh KPK beberapa waktu lalu. “Harus di tambah dengan sanksi minta maaf kepada masyarakat dan mengundurkan diri. Karena hakim adalah wakil Tuhan di muka bumi,” tutur Direktur Advokasi YLBHI, Bahrain, kepada Bisnis/JIBI di Jakarta, Rabu (1/7/2015).

KY menjatuhkan sanksi karena ada beberapa prinsip hakim yang dilanggar Sarpin Rizaldi. Pelanggaran itu di antaranya tidak teliti dalam mengutip keterangan ahli yang dijadikan pertimbangan dalam putusan. Apa yang disampaikan saksi ahli bertentangan dengan yang dimuat hakim dalam putusannya. Sarpin juga dinilai tidak teliti dalam menuliskan identitas ahli dengan menyebut Prof Sidharta sebagai ahli hukum pidana.

“Pleno Komisi Yudisial lengkap [7 orang] menyepakati merekomendasikan sanksi skorsing [nonpalu] selama 6 bulan,” tutur Komisioner Komisi Yudisial, Imam Ansori Saleh, melalui pesan singkat di Jakarta, Selasa (30/6/2015).

Menurut Imam, ada beberapa prinsip seorang hakim yang dilanggar Sarpin Rizaldi, seperti tidak teliti dalam mengutip keterangan ahli yang pada akhirnya dijadikan pertimbangan untuk memutus. Karena itu, apa yang disampaikan ahli bertentangan dengan yang dimuat hakim dalam putusannya. Dia juga tidak teliti dalam menuliskan identitas ahli dengan menyebut Prof Sidharta sebagai ahli hukum pidana.

“Padahal yang bersangkutan [Prof Sidharta], ahli filsafat hukum dan [Sarpin juga] menerima fasilitas pembelaan dari kuasa hukum secara gratis, dan tidak rendah hati, yakni tidak memenuhi panggilan KY malah menantang ‘kalau berani KY datang ke PN Jakarta Selatan,” kata Imam.

Editor: Adib M Asfar
Sumber berita: solopos.com

Categories
Berita Media

Sanksi terhadap Hakim Sarpin Diapresiasi

JAKARTA – Komisi Yudisial (KY) akhirnya menjatuhkan sanksi terhadap hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Sarpin Rizaldi, yang menangani perkara praperadilan Komisaris Jenderal (Komjen) Budi Gunawan (BG) pada Februari 2015. Rapat pleno Komisioner KY memutuskan, merekomendasikan sanksi sedang terberat berupa sanksi nonpalu selama enam bulan. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) pun mengapresiasi putusan ini.

Julius Ibrani dari YLBHI mengatakan, pihaknya meng­apresiasi putusan pleno KY. Meski begitu, terhadap informasi putusan ini, pihaknya memberikan sedikit catatan.
“Kami memang belum mendapatkan salinan putusannya. Namun dari info yang kami dapat, lingkup pemeriksaan KY hanya seputar peme­riksaan keterangan ahli yang salah catat dan profil ahli salah catat. Padahal koalisi melihat, pelanggarannya le­bih dari itu,” tuturnya kepada SH, Selasa (30/6) malam.

Julius menyebutkan, dugaan pelanggaran yang harus diperhatikan seharusnya mencakup penetapan tersangka yang waktu itu belum memiliki dasar hukum. Ini karena belum ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memperluas objek pra­peradilan.

Meski mengapresiasi putusan, sanksi nonpalu enam bulan itu dianggap masih kurang. Jika dikaitkan dengan sejumlah pelanggaran kode etik yang dilakukan, Julis memaparkan, sejak awal koalisi berharap ada pemecatan dengan mekanisme Majelis Kehormatan Hakim (MKH).

“Tapi yang pasti, kami tetap menanggapinya positif. Bagaimanapun hasil ini menjadi preseden baik, bahwa praperadilan ini ada cacatnya. Dengan ini, rencananya kami melaporkan hakim lainnya, Haswandi. Terhadap putusan lain yang memenangkan pra­peradilan juga, seperti Ilham Arief Sirajuddin,” ucap Julius.

Dalam rapat pleno KY itu, Sarpin yang dalam praperadilan akhirnya memenangkan gugatan BG itu dianggap terbukti melanggar sejumlah prinsip Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH). “Pleno KY lengkap (tujuh orang), menyepakati mere­komendasikan sanksi skors (nonpalu) selama enam bulan. Ada beberapa prinsip yang dilanggar hakim Sarpin,” kata komisioner KY, Imam Anshori Saleh, Selasa malam.

Dalam putusan rapat pleno tersebut, Imam menjelaskan, hakim Sarpin dianggap telah melanggar sejumlah prinsip, seperti tidak profesional dan tidak bersikap rendah hati, saat mengadili dan memutus perkara praperadilan BG. Sarpin dianggap tidak teliti ketika mengutip keterangan ahli yang dijadikan dasar pertimbangan pengambilan putusan.

Penyelidikan terhadap Sarpin dibuka KY atas laporan Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi sejak Februari 2015. Sarpin dinilai melanggar Peraturan Bersama MA dan KY No 02/PB/MA-P.KY/IX/2012 tentang Panduan Penegakan KEPPH, khususnya angka 8 (Berdisiplin Tinggi) dan 10 (Profesional).

Sumber berita: sinarharapan.co

Categories
Berita Media

Koalisi Pemantau Peradilan Miris Lihat KY Tak Punya Database Pengawasan

Komisi Yudisial mendapat rapor buruk dari Koalisi Pemantau Peradilan. Koalisi yang terdiri dari sejumlah lembaga swadaya masyarakat ini menilai tata kelola organisasi di tubuh KY tak beres.

Contoh kecil, KY sampai ini tidak memiliki database kasus yang masuk dan sejauh mana tindaklanjutnya. Padahal, sampai April 2014 saja, KY sudah menerima 1918 laporan dari masyarakat, tapi tak jelas perkembangannya.

“Miris mengetahui lembaga pengawas peradilan tidak memiliki catatan pengawasannya sendiri. Ini bentuk ketidakberesan pengelolaan organisasi di tubuh KY,” kata anggota koalisi dari MaPPI FH UI, Dio Ashar, Selasa (30/6/2015).

Menurut dia, proses seleksi para calon komisioner KY menjadi momentum untuk pembenahan organisasi pengawas para hakim ini. Sudah saatnya calon komisioner menyadari hal ini dan ke depan mampu menjawab data-data perkembangan penanganan atau pengawasan kasus.

Dari 81 orang yang mendaftar calon komisioner KY, tersisa 75 peserta di antaranya yang berhasil lolos seleksi tahap awal yakni tes administrasi dengan rincian 63 laki-laku dan 12 perempuan yang berasal dari berbagai latar belakang.

Komposisi calon komisioner KY yakni sembilan orang mantan hakim, 27 akademisi hukum, 26 praktisi hukum, dan 13 orang anggota masyarakat. Hanya tiga pendaftar bergelar profesor dan 29 lainnya bergelat doktor.

Sejumlah LSM dalam Koalisi Posko Pemantau Peradilan di antaranya MaPPI FHUI, ICW, OLR, PSHK, YLBHI, LBH Makassar, LBH Surabaya, LBH Medan, LBH Padang, LBH Bandung, LBH Yogyakarta, dan Pokja 30 Samarinda.

Penulis berita : Edwin Firdaus
Editor : Y Gustaman
Sumber : tribunnews.com

Categories
Berita Media

LBH Makassar Bersama Buruh Buka Posko Pengaduan THR 2015

Bersama sejumlah serikat pekerja dan buruh Sulawesi Selatan, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar membuka posko pengaduan Tunjangan Hari Raya (THR) 2015. Posko tersebut tidak hanya dipusatkan di Kota Makassar, melainkan juga di sejumlah daerah. Di antaranya, Kabupaten Bone, Kota Palopo, Kabupaten Luwu dan sejumlah kabupaten dan kota lainnya.

“Terhitung hari ini sampai pasca-Lebaran. Biasanya, pengaduan banyak masuk usai Hari Raya Idul Fitri,” ujar koordinator bidang buruh dan masyarakat miskin kota LBH Makassar, Haidir, Selasa (30/6).

Pihaknya mendorong setiap perusahaan membayarkan THR tepat waktu dan tepat nilai. LBH Makassar siap menempuh jalur hukum bila ada perusahaan bandel yang enggan membayar THR. Ia menegaskan, upaya hukum dapat dilakukan dengan cara melaporkan perusahaan itu ke kepolisian maupun menggugatnya ke pengadilan hubungan industrial.

Menurutnya, pihaknya terlebih dulu menempuh upaya persuasif. Salah satu hal yang bakal dilakukan adalah menyurati setiap perusahaan agar membayar THR karyawan sepekan sebelum Lebaran. Pemilik perusahaan yang menolak membayar THR bisa dijerat Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per.04/MEN/1994. Sementara itu, Direktur LBH Makassar, Abdul Azis, menambahkan pihaknya akan mendata setiap pengaduan yang masuk ke posko. (eo/ih/tc)

Sumber : bijaks.net

Categories
Berita Media

Tak Dapat THR, Karyawan Bisa Laporkan ke LBH Makassar

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) kota Makassar dan Serikat Buruh di Makassar membuka posko pengaduan bagi pekerja atau buruh yang tidak mendapat Tunjangan Hari Raya (THR) 2015.

Koordinator Bidang Buruh dan Miskin Kota Makassar, Haidir mengatakan, posko ini dibentuk untuk menerima keluhan para pekerja yang tidak mendapatkan THR.

Semua pengaduan akan ditindaklanjuti dengan melakukan upaya hukum baik secara kekeluargaan, administrasi, perdata maupun melaporkan secara pidana.

“Posko ini mulai dibuka hari ini sampai selesai Lebaran,” kata Haidir di Kantor LBH Kota Makassar, Selasa (30/6/2015).

Penulis: Hasan Basri
Editor: Suryana Anas
Sumber berita: makassar.tribunnews.com

Categories
Berita Media

LBH Makassar Buka Posko Pengaduan THR

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar bersama sejumlah serikat pekerja dan buruh Sulawesi Selatan membuka Posko Pengaduan Tunjangan Hari Raya (THR) 2015. Posko itu tidak hanya dipusatkan di Kota Makassar, tapi juga di sejumlah daerah. Di antaranya Kabupaten Bone, Kota Palopo, dan Kabupaten Luwu. “Terhitung hari ini sampai pasca-Lebaran. Biasanya pengaduan banyak masuk seusai hari raya Idul Fitri,” kata koordinator Bidang Buruh dan Masyarakat Miskin Kota LBH Makassar, Haidir, Selasa, 30 Juni 2015. Haidir mengaku pihaknya mendorong setiap perusahaan membayarkan THR tepat waktu dan nilai.

LBH Makassar siap menempuh jalur hukum apabila ada perusahaan bandel yang enggan membayar THR. Haidir menegaskan, upaya hukum dapat dilakukan dengan cara melaporkan perusahaan itu ke kepolisian dan menggugatnya ke pengadilan hubungan industrial. “Itu langkah terakhir,” ucapnya.

Haidir berujar, pihaknya akan terlebih dulu menempuh upaya persuasif. Salah satu hal yang bakal dilakukan adalah menyurati setiap perusahaan agar membayar THR kepada karyawan sepekan sebelum Lebaran. Pemilik perusahaan yang menolak membayar THR bisa dijerat dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per.04/MEN/1994. “Ancaman hukumannya 1 sampai 4 tahun penjara,” tuturnya. Di samping itu, kata dia, pihaknya akan bertumpu pada surat edaran Wali Kota Makassar dan Gubernur Sulawesi Selatan perihal pembayaran THR 2015.

Direktur LBH Makassar Abdul Azis menjelaskan, pihaknya akan mendata setiap pengaduan yang masuk. “Semua pengaduan pasti ditindaklanjuti dengan melakukan upaya hukum, baik secara administrasi, perdata, maupun melaporkannya secara pidana,” ucapnya.

Wakil Sekretaris Federasi Serikat Pekerja Pariwisata Reformasi Sulawesi Selatan Hatta berujar, di tengah melonjaknya harga berbagai kebutuhan pokok selama Ramadan, pihaknya mengharapkan perusahaan membayar THR tepat waktu dan nilai. Bersama LBH Makassar, tutur dia, pihaknya dalam waktu dekat akan melayangkan surat ke perusahaan untuk mengingatkan pembayaran THR.

Hatta menegaskan, pembayaran THR merupakan kewajiban perusahaan yang tidak boleh diingkari dan dipermainkan. Ia menyebut setiap karyawan berhak memperoleh THR sebesar satu bulan gaji. Bila gaji karyawan itu ternyata di bawah upah minimum, perusahaan mesti membayar THR sesuai dengan upah minimum.

[Tri Yari Kurniawan]

Sumber berita: nasional.tempo.co

Categories
Berita Media

Pansel Diminta Cari Pimpinan KY Yang Berani Seperti Marcopolo

Koalisi Posko Pemantau Peradilan yang terdiri dari sejumlah LSM menilai Komisi Yudisial (KY) belum mampu membenahi struktur organisasi dan sumber daya yang dimilikinya.

Sebab, hingga saat ini KY baru bisa melakukan penindakan terhadap pelanggaran kode etik hakim semata. Belum secara menyeluruh, terutama dalam membongkar praktik mafia peradilan.

Kondisi internal KY dinilai semakin semrawut setelah banyaknya laporan yang masuk tapi belum ditangani. Hingga April 2014, ada 1918 laporan masyarakat yang masuk ke KY. Namun, lembaga itu hingga saat ini tidak memiliki database laporan kasus dan tindak lanjutnya terhadap laporan tersebut.

“Betapa miris mengetahui lembaga pengawas peradilan tidak memiliki catatan pengawasan sendiri. Ini merupakan bentuk ketidakberesan pengelolaan organisasi di tubuh KY,” ujar anggota Koalisi Pemantau Peradilan dari MaPPI Fakultas Hukum Universitas Indonesia Dio Ashar dalam diskusi di kawasan Cikini, Jakarta, Minggu 28 Juni 2015.

Bersamaan dengan proses seleksi calon komisioner KY periode 2015-2020 ini, KY diminta menjadikannya sebagai momentum untuk berbenah diri. KY juga diminta lebih terbuka pada publik mengenai data-data dan perkembangan penanganan atau pengawasan kasus. Sebab, pengarsipan KY selama ini terbilang tidak rapi, yang makin menunjukkan kinerja KY selama ini tidak terorganisir dengan baik.

Koordinator Koalisi, Julius Iberani menambahkan, KY selaku lembaga pengawas peradilan, juga seharusnya berdiri sebagai sistem pendukung terhadap lembaga-lembaga peradilan di Indonesia. KY pun harusnya mampu menjadi pengendali untuk mencegah terjadinya monopoli kekuasaan peradilan di Mahkamah Agung (MA).

Tapi dengan melihat kinerja KY saat ini, koalisi menilai KY telah gagal mengemban tugas utamanya sebagai salah satu lembaga pengawas.‎

“KY telah gagal mengemban tugas dan marwah sebagai pengawas peradilan di Indonesia,” ujar Julius yang juga pegiat di Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).

Karenanya, lanjut Julius, Panitia Seleksi (Pansel) calon komisioner KY harus dapat memilih calon-calon yang dibutuhkan KY untuk dapat berbenah ke depannya dan sekaligus yang punya keberanian untuk membongkar praktik mafia peradilan.

Menurut koalisi, KY harus memiliki pemimpin yang berani seperti Marcopolo–penjelajah laut asal Italia yang terkenal berani dan tangguh mengarungi samudera.

“Kita semua harus memastikan komisoner KY selanjutnya berani dan tangguh seperti Marcopolo. Jika tidak, badai lautan akan menenggelamkan mereka dengan sendirinya,” ujar Julius.‎‎

‎Adapun Koalisi Posko Pemantau Peradilan itu terdiri atas sejumlah LSM. Di antaranya MaPPI FHUI, ICW, OLR, PSHK, YLBHI, LBH Makassar, LBH Surabaya, LBH Medan, LBH Padang, LBH Bandung, LBH Yogyakarta, dan Pokja 30 Samarinda.‎

Sebagai informasi, ‎Panitia Seleksi Calon Komisioner Komisi Yudisial telah menutup pendaftaran sejak 21 Mei 2015 lalu. Dari 81 orang yang mendaftar, 75 peserta di antaranya berhasil lolos seleksi administrasi dan mengikuti tahap selanjutnya.

‎Mereka yang lolos dalam seleksi tahap pertama terdiri dari 63 laki-laki dan 12 perempuan. Mereka berasal dari berbagai macam latar belakang, yakni 9 orang mantan hakim, 27 orang akademisi hukum, 26 orang praktisi hukum, dan 13 orang anggota masyarakat. Adapun dari latar belakang akademik, 3 di antaranya bergelar profesor dan 29 lainnya bergelar doktor.‎ (Sun/Nda)

Sumber berita: news.liputan6.com

Categories
Berita Media

Koalisi LSM: Komisioner KY Tak Manfaatkan Momentum Perubahan

Koordinator Koalisi Posko Pemantau Peradilan, Julius Iberani menilai, Komisioner Komisi Yudisial (KY) periode 2010-2015 tidak pernah memanfaatkan kesempatan untuk mengubah sistem peradilan menjadi lebih baik. Karena itu, Koalisi berharap calon-calon komisioner KY mendatang tidak seperti Ketua KY Suparman Marzuki cs yang dinilai tidak memenuhi harapan tersebut.

Apalagi saat ini KY tengah membuka rekrutmen calon komisioner baru periode berikutnya. “Saya katakan setiap ada laporan yang masuk, seharusnya bisa jadi batu loncatan (Komisi Yudisial), kesempatan untuk mengubah sistem peradilan kita lebih baik,” ucap Julius dalam diskusi di kawasan Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (28/6/2015).

Julius mengatakan, momen perubahan yang dimaksud itu terkait dengan pelaporan pihaknya. Salah satu laporannya soal dugaan pelanggaran kode etik hakim Sarpin Rizaldi mengenai putusan praperadilan Komisaris Jenderal Pol Budi Gunawan.

“Itu harusnya dijadikan momentum yang kuat oleh para Komisioner KY. Apa pun halang rintangnya,” ujar Julius.

Julius coba membandingkan dengan Komisioner KPK. Yakni Abraham Samad dan Bambang Widjojanto yang pada akhirnya dikriminalisasi. Menurut Julius, Abraham dan Bambang berani bertindak untuk melakukan perubahan dalam dunia peradilan.

“Komisioner KPK pun begitu, apa pun halang rintangnya, ini dianggap besar, sistemik, mencakup struktur yang luar biasa, hajar. Apa pun halangannya. Itu sudah tugas. Nah kami melihat laporan hakim Sarpin dan Sekretaris MA yang sudah kita laporkan sejak lama, tapi tidak ada hasil,” imbuh Julius.

Ancaman Kriminalisasi

Julius pun memandang, Komisioner KY periode saat ini merasa ada ketakutan dikriminalisasi jika berani berbuat untuk mengubah sistem peradilan. Mengingat, KY bisa memproses Sarpin untuk menghentikan ‘Sarpin Effect’ atas putusan praperadilan Budi Gunawan.

“Ini kami merasa ada ketakutan yang luar biasa (dari komisioner KY). Apa yang dianggap mengancam dirinya dari konstelasi yang ada? Harusnya ini tidak menjadi pertimbangan untuk tidak memeriksa Sarpin,” papar dia.

“Jadi kami merasa, periode kemarin itu tidak menjadikan sebagai momen kesempatan untuk melakukan perubahan. Terlebih habis itu betul-betul ada 2 komisioner dilaporkan (ke Bareskrim Polri),” urai Julius.

Adapun Koalisi Posko Pemantauan Peradilan ini itu terdiri sejumlah LSM. Di antaranya MaPPI FHUI, ICW, OLR, PSHK, YLBHI, LBH Makassar, LBH Surabaya, LBH Medan, LBH Padang, LBH Bandung, LBH Yogyakarta, dan Pokja 30 Samarinda.

Panitia Seleksi Calon Komisioner Komisi Yudisial telah menutup pendaftaran sejak 21 Mei 2015 lalu. Dari 81 orang yang mendaftar, 75 peserta di antaranya berhasil lolos seleksi administrasi dan mengikuti tahap selanjutnya.

Mereka yang lolos dalam seleksi tahap pertama itu terdiri dari 63 laki-laki dan 12 perempuan. Mereka berasal dari berbagai macam latar belakang, yakni 9 orang mantan hakim, 27 orang akademisi hukum, 26 orang praktisi hukum, dan 13 orang anggota masyarakat.

Sementara dari latar belakang akademik, ada 3 pendaftar yang memiliki gelar profesor dan 29 pendaftar bergelar doktor. (Ans/Ali)

Sumber berita: news.liputan6.com