Categories
Perempuan dan Anak

Unfair Trial dalam Kasus Pidana yang Melibatkan Perempuan di Gowa

Gowa, 28 Maret 2024. Upaya banding perkara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap putusan Majelis Hakim PN Sungguminasa dalam perkara Nomor 442/Pid.B/2023/PN Sgm dengan terdakwa Nurlaelah, melewati batas waktu permintaan banding yang selambat-lambatnya diajukan dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah putusan dijatuhkan. 

Sidang putusan yang dilaksanakan pada tanggal 6 Maret 2024 di PN Sungguminasa, menjatuhkan vonis 1 bulan 10 hari terhadap Nurlaelah. Sedangkan, JPU diketahui baru mengajukan permintaan banding pada tanggal 21 Maret 2024. 

Hutomo Mandala Putra selaku Penasehat Hukum Nurlaelah menilai upaya banding yang diajukan JPU  menyalahi batas waktu yang telah diatur dalam Pasal 233 KUHAP ayat 2. JPU mengajukan permintaan banding terhitung 9 (sembilan) hari kerja setelah Sidang Putusan dibacakan. 

”Ini berpotensi menjadi tindakan yang melanggar prinsip Fair Trial (Unfair Trial), kami menyayangkan sikap Panitera PN Sungguminasa yang menerima permintaan banding JPU, sebab telah melewati batas 7 hari setelah putusan dibacakan. Jelas ini cacat formil sehingga Hakim pada Pengadilan Tinggi seharusnya menyatakan  permintaan banding JPU tidak dapat diterima dan menyatakan batal demi hukum,” tegas Hutomo.

Hutomo menambahkan jika sejak awal JPU telah memaksakan upaya tuntutan terhadap Nurlaelah. JPU mengabaikan situasi Nurlaelah yang merupakan seorang perempuan korban penganiayaan yang berupaya melakukan pembelaan diri, atas tindakan penganiayaan yang dilakukan Cowa Dg. Liwang  yang juga dituntut pidana atas peristiwa tersebut dengan registrasi perkara lain. 

Termasuk putusan Majelis Hakim PN Sungguminasa tidak mempertimbangkan dengan secara bijak, serta tidak melihat fakta jika Nurlaelah melakukan perlawanan (Noodwer) atau tindakan pembelaan diri dengan melempar Cowa Dg Liwang. JPU dan Majelis Hakim gagal melihat adanya relasi kuasa yang timpang antara Nurlaelah dengan Cowa Dg Liwang.

“Seharusnya Nurlaelah sejak awal dibebaskan dari segala tuntutan dan diputus bebas atau tidak bersalah karena fakta dan unsur pasal 351 ayat (1)  tidak terpenuhi, belum lagi dengan pembenaran atas perbuatan Nurlaelah saat melakukan pembelaan Terpaksa (Noodwer) sebagaimana merupakan Alasan Pembenar yang meniadakan sifat melawan hukum suatu perbuatan, yang termuat dalam pasal 49 ayat (1), dan unsurnya pasalnya pun terpenuhi,” terang Hutomo.

Sementara itu saat dimintai keterangan terkait hal tersebut, pihak PN Sungguminasa melalui Humas, Syahbuddin, S.H. menerangkan bahwa upaya banding JPU yang telah melewati batas waktu akan menjadi catatan untuk dikirimkan ke Pengadilan Tinggi.

“Ini seharusnya batal karena cacat Formil, dan akan menjadi catatan bagi kami yang akan kami lampirkan saat dikirim ke Pengadilan Tinggi. Jaksa seharusnya tidak mengajukan banding melebihi waktu yang telah ditetapkan dalam KUHAP,” ujar Syahbuddin saat ditemui di PN Sungguminasa, kamis (28/03/2024).

Dalam proses penuntutan, JPU seharusnya mengikuti pedoman Kejaksaan No. 1 Tahun 2021 tentang Akses Keadilan bagi Perempuan dan Anak dalam Penanganan Perkara Pidana, yang meminta agar penanganan perkara pidana yang melibatkan perempuan dan anak yang berhadapan dengan hukum dilakukan dengan perspektif akses keadilan terhadap perempuan dan anak. 

Oleh karena itu, dituntutnya korban kekerasan yang melakukan upaya pembelaan diri menunjukan adanya tindakan JPU yang melanggar perlindungan terhadap perempuan sebagai kelompok rentan dan prinsip Fair Trial yang menjadi indikator terbangunnya sistem peradilan dan masyarakat yang adil.

“Aparat penegak hukum dalam hal ini panitera, jaksa, dan majelis hakim mengabaikan posisi rentan nurlaelah. Ia adalah Ibu Rumah Tangga yang menanggung hidup anaknya, kondisi Ibu Nurlaelah pada saat kejadian merupakan korban kekerasan dan tidak berdaya secara fisik. Ini merupakan alasan kuat majelis hakim untuk membebaskan Nurlaelah,” tambah Ian Hidayat Pendamping Hukum Nurlalelah

Proses persidangan telah mengaburkan fakta bahwa Nurlelah merupakan perempuan korban kekerasan, ditambah saksi yang dihadirkan JPU merupakan anak kandung dan istri dari Cowa Dg. Liwang. Anak Cowa Dg. Liwang memberikan keterangan yang menyudutkan Nurlaelah sebagai pelaku kekerasan, dimana keterangan yang diberikan patut dipertanyakan kebenarannya sebab memiliki hubungan darah dengan Pelaku, serta tidak terdapat saksi lain yang dapat memberatkan Nurlaelah. 

Atas putusan Majelis Hakim dalam Perkara yang mengadili Nurlaela, dengan menjadi dasar penasehat hukum untuk mengajukan upaya banding. Majelis Hakim Pengadilan Tinggi harus lebih cermat memeriksa perkara ini dalam mengadili dan membebaskan Nurlaelah dari segala tuntutan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *