Categories
SIPOL

Karya Jurnalistik Digugat oleh Staf Khusus Gubernur Sulsel

Makassar, 1 Maret 2024. Sidang perkara pembacaan gugatan perdata perbuatan melawan hukum yang diajukan Penggugat yang merupakan Staf Khusus Gubernur Sulawesi Selatan, melawan dua Media Online dan dua orang wartawan dan satu orang Narasumber  bergulir di Pengadilan Negeri Makassar (20/2). Dalam gugatannya, Para Penggugat mengklaim bahwa Para Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum karena pihak tergugat telah menerbitkan berita yang menghakimi, tidak melakukan uji informasi menyudutkan dan pemberitaan yang tidak cover both sides, sehingga para penggugat menuntut kerugian kepada para tergugat sebesar Rp. 700.000.000.000,00 (tujuh ratus milyar rupiah).

Para Penggugat masing-masing atas nama Muh. Hasanuddin Taibien, Andi Ilal Tasma, A. Chidayat Abdullah, Arif, dan Arman. Para penggugat dalam gugatannya menarik para Tergugat, yang merupakan media online Tergugat I (inikata.co.id), Tergugat II Burhan, Tergugat III (herald.id), Tergugat IV Andi Anwar, dan yang terakhir para penggugat juga menarik Aruddini (eks Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Sulsel) sebagai Turut Tergugat. 

Dalam gugatannya, para penggugat mengklaim bahwa Para Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum karena pihak tergugat telah menerbitkan berita yang menghakimi, tidak melakukan uji informasi menyudutkan dan pemberitaan yang tidak cover both sides, sehingga para penggugat menuntut kerugian kepada para tergugat sebesar Rp. 700.000.000.000,00 (tujuh ratus milyar rupiah).

Gugatan ini berawal dari Konferensi Pers yang dilakukan oleh Aruddini (Turut Tergugat) sebagai narasumber melalui kuasa hukumnya pada tanggal 19 dan 20 September 2023. Langkah ini ditempuh karena Aruddini menduga telah menjadi korban kebijakan mutasi, demosi dan non job, yang tidak berdasar, yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Sulsel. Isi berita yang diterbitkan oleh Para Tergugat, yang kemudian diklaim oleh Para Penggugat telah merugikan mereka.

Namun sebelumnya, Para Penggugat sebelumnya telah mengajukan pengaduan kepada Dewan Pers terhadap Para Tergugat yang intinya mengadukan bahwa Tergugat telah melanggar Undang-Undang Pers dan kode etik Jurnalistik. Atas aduan tersebut Dewan Pers telah memberikan penilaian yang pada pokoknya menyatakan bahwa  berita yang diterbitkan Para Tergugat telah melanggar Kode Etik Jurnalistik dan Peraturan Dewan Pers No. DP/III/2012 tentang Pedoman Pemberitaan Media Siber.  

Sehingga Dewan Pers mengeluarkan rekomendasi yang isinya mewajibkan Para Tergugat agar memberikan hak jawab kepada Penggugat. Atas rekomendasi tersebut, Para Tergugat telah memberikan kesempatan kepada Para Penggugat untuk menggunakan hak jawabnya, dan Penggugat telah menggunakan/mengambil hak jawab tersebut. 

Sengketa ini adalah sengketa pers, karena yang dipersoalkan Para Penggugat adalah berita yang diterbitkan oleh Para Tergugat, dalam hal ini berita tersebut berdasarkan pasal 1 angka (1) UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers adalah salah satu karya Jurnalistik.

Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.”

Oleh karena itu, sengketa ini seharusnya diselesaikan melalui Dewan Pers, sesuai kewenangan Dewan Pers. Dalam Pasal Pasal 15 ayat (2) huruf (d) UU Pers, telah disebutkan bahwa salah satu fungsi Dewan Pers adalah “memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers.

Lebih lanjut, berdasarkan poin (9) lampiran Peraturan Dewan Pers Nomor 1/Peraturan-DP/III/2012 tentang Pedoman Pemberitaan Media Siber, dengan diambilnya/digunakannya hak jawab tersebut seharusnya sengketa pers ini telah selesai. Poin (9) Lampiran peraturan Dewan Pers tersebut menegaskan bahwa “Penilaian akhir atas sengketa mengenai pelaksanaan Pedoman Pemberitaan Media Siber ini diselesaikan oleh Dewan Pers.”

Lebih parahnya lagi adalah dalam gugatannya, Para Penggugat juga menarik (Aruddini) sebagai Turut Tergugat. Padahal Aruddini hanyalah narasumber dalam berita yang diterbitkan oleh para tergugat pada tanggal 19 dan 20 September 2024, karena pada waktu tersebut melakukan Konferensi Pers sebagai upaya advokasi atas kebijakan mutasi, demosi dan non job, yang tidak berdasar yang dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi Sulsel serta merugikan dirinya dan beberapa eks pejabat Pemerintah Provinsi Sulsel Lainnya. Aruddini merupakan aks Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Sulsel, yang menjadi salah satu korban kebijakan pemerintah Provinsi Sulsel tersebut. Padahal UU Pers narasumber ini berada dalam perlindungan pihak Pers

Ditariknya klien kami (Aruddini) sebagai turut tergugat dalam gugatan ini adalah tindakan yang tidak berdasar. Klien kami hanya warga negara yang menggunakan haknya untuk berpendapat di depan publik, karena menduga kebijakan mutasi, demosi dan Nonjob, yang keluarkan oleh Pemerintah Provinsi Sulsel, tidak sesuai prosedur. Ini adalah Upaya pembungkaman terhadap kebebasan berekspresi, padahal ini dijamin dan dilindungi konstitusi,” ungkap Hutomo M. P. selaku kuasa hukum Aruddini.

Dalam pasal 4 ayat (4) UU Pers menyatakan bahwa “Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai Hak Tolak.” Ketentuan ini pokoknya adalah norma yang berkaitan dengan perlindungan terhadap Narasumber media. Artinya Narasumber sebagai sumber informasi berada di bawah perlindungan pihak media (Perusahaan Pers). Sehingga akibat hukum yang terjadi akibat pemberitaan tersebut seharusnya tidak melibatkan Narasumber.

Kami juga melihat gugatan ini adalah upaya untuk membungkam kebebasan pers, karena terlihat cenderung dipaksakan. Sengketa ini adalah sengketa pers, jadi seharusnya sengketa ini sudah selesai sejak diambil/digunakannya hak jawab yang diberikan oleh Tergugat. Kemudian kalau melihat tuntutan ganti rugi yang dituntut oleh para penggugat yang begitu besar, maka kita akan terlihat bahwa jumlah itu tidak realistis. Ini upaya pembangkrutan Perusahaan Pers dan Wartawan, dan ini akan membuat Wartawan semakin khawatir untuk mencari dan menerbitkan berita. Sehingga ini sangat mengkhawatirkan bagi kemerdekaan pers.” Pungkas Hutomo Mandala Putra.

Perkara ini berlanjut pada tanggal 27 Februari 2024, dengan agenda sidang  Jawaban Para Pihak Tergugat dan Turut Tergugat melalui ecourt dan berlanjut pada 5 Maret dengan agenda Replik Kuasa Para Penggugat melalui ecourt.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *