Categories
EKOSOB

Cegah Terjadinya Kerusakan Lingkungan, Pertemuan Warga Lintas Desa Tegas Menolak Tambang Sungai Saddang

Pinrang, 03 Desember 2023. Warga yang tergabung dalam Koalisi Rakyat Lawan Tambang Sungai Saddang berkumpul di Dusun Babana Desa Bababinanga melakukan pertemuan sebagai bentuk perlawanan terhadap tambang yang berada di daerah aliran Sungai Saddang (3/12).

Warga yang hadir berjumlah kurang lebih 200 orang dan mengumpulkan tanda-tangan sebagai bentuk penolakan terhadap tambang pasir yang selama ini menjadi keresahan bersama akibat dampak yang ditimbulkan sepanjang sejarah penolakan tersebut. Warga yang terdiri dari beberapa desa di Kecamatan Cempa dan Duampanua yakni Salipolo, Cilallang, Jawi-Jawi, Wakka, Paria, Babana dan Botae.

Konflik agraria dan perjuangan warga dari  dua kecamatan dalam melawan tambang bukan hal yang baru. Tahun 2019, Warga Desa Salipolo dan Bababinanga bersama koalisi melakukan berbagai aksi perlawanan bahkan sampai di Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Provinsi. Perlawanan warga tahun 2019 berhasil menggagalkan tambang PT. Alam Sumber Rezeki. Hingga tahun 2023 para pengusaha tambang kembali meresahkan warga desa dua kecamatan ini khususnya Bababinanga dan Salipolo. 

Bahkan di awal penolakan bulan Februari dan Maret sebanyak 21 warga Bababinanga dilaporkan atas dugaan pelanggaran pidana pemalsuan surat yang berisi tanda tangan warga menolak tambang. Lima bulan pasca ancaman kriminalisasi, aktivitas para pemburu rente pasir kembali mengoyak ketenangan warga hingga menyulut gerakan perlawanan yang semakin massif dan meluas. Dari data yang dimiliki KPA Sulsel ada 13 perusahaan yang telah memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) seluas 305,7 Ha dan Alokasi Ruang Tambang (ART) di RTRW Provinsi No. 03 Tahun 2022 seluas 182.2 Ha dengan total keseluruhan 488 Ha.

Untuk diketahui, zona tambang yang dialokasikan tersebut adalah Kawasan Perlindungan Setempat dan Kawasan Perikanan Tangkap Tradisional dan dalam Peta Inarisk Badan Nasional Penanggulangan Bencana – BNPB, Sungai Saddang dan sekitarnya ditetapkan zona high value atau wilayah rawan banjir tingkat tinggi serta bahaya likuifaksi sedang hingga tinggi. Selain itu dalam Peta Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung – BPDASHL, DAS Saddang masuk dalam klasifikasi Dipulihkan. Perlindungan dan Pemulihan DAS Saddang bahkan masuk sejak di RPJMN 2014-2019 sebagai bagian 15 DAS Prioritas dari 108 DAS kritis di Indonesia.

Penetapan wilayah konsesi tambang tersebut jelas mengindikasikan bahwa pihak-pihak yang terlibat memasukkan Sungai Saddang dalam Perda RTRW sengaja menempatkan warga dalam situasi yang berbahaya dan penuh ancaman. 

“Tambang adalah salah satu penyebab konflik agraria terbesar di Sulawesi Selatan selain Perkebunan, Reklamasi, Klaim Hutan Negara, Infrastruktur dan tentu saja Proyek Strategis Nasional – PSN. Ketimpangan agraria serta kerusakan ekologis akibat pertambangan telah menempatkan situasi warga negara yang mayoritas petani juga nelayan menjadi rentan, kehilangan lahan garapan, kampung dan tentu saja ancaman bencana tak berkesudahan. Konsesi tambang Sulawesi Selatan seluas 191.846,69 Ha adalah salah satu potret bagaimana ketimpangan sumber sumber agraria dikelola dan diberikan kepada pengusaha. UUD 1945, UU Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960, TAP MPR IX/2001 menekankan Reforma Agraria Sejati sebagai amanat dan mandat Konstitusi yang harus dijalankan Negara tapi hingga hari ini justru diabaikan. Bahkan kebijakan yang dihasilkan seperti Undang-Undang Cipta Kerja semakin menempatkan Rakyat serta lingkungan dalam kondisi kritis dan memprihatinkan,” ujar Rizki Anggriana Arimbi Koordinator KPA Wilayah Sulsel.

Dalam pertemuan ini, warga mendapatkan informasi terkait konsesi, perusahaan yang akan beroperasi dan aturan yang digunakan tanpa mempertimbangkan dampak yang dialami oleh warga, serta tidak melibatkan warga dalam pengambilan keputusan. Melisa dari LBH Makassar menekankan, lakukan segala upaya yang kita bisa, selama tidak melanggar hukum

“Dalam pasal 66 UU PPLH No. 32 Tahun 2009 disebutkan bahwa setiap orang yang memperjuangkan lingkungan hidup sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun perdata. Aksi penolakan warga terhadap tambang pasir, tidak boleh dikriminalisasi dan sudah jelas hak-hak warga telah dilindungi dalam Undang-undang. Jika kedepannya terjadi lagi kriminalisasi terhadap warga, mari kita hadapi bersama-sama. Jangan takut!” Tegas Melisa Koordinator Bidang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya LBH Makassar.

Rencana tambang pasir bila tetap dipaksakan berjalan hanya akan memicu pelanggaran HAM dan konflik agraria berkepanjangan. DAS Saddang adalah sumber kehidupan bagi ribuan warga di kabupaten Toraja, Enrekang juga Pinrang serta habitat perairan tawar lainnya. DAS Saddang berada dalam kondisi kritis yang harus direhabilitasi bukan dieksploitasi. Tambang Pasir akan mengulang bencana masa lalu dan menjadi bom waktu masa akan datang.

Koalisi Rakyat Lawan Tambang Sungai Saddang
(Warga Bababinanga – Salipolo, Konsorsium Pembaruan Agraria – KPA Wilayah Sulsel & YLBHI – LBH Makassar)

Narahubung:

+62 812-4252-9770 Melisa Ervina Anwar – Koordinator Bidang Hak Ekosob LBH Makassar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *