Categories
EKOSOB

Serikat Tani Latemmamala Soppeng Ajukan Keberatan karena Pemancangan Batas Kawasan Hutan Tanpa Partisipasi Warga

Soppeng, 31 Oktober 2023. Warga yang tergabung dalam Serikat Tani Latemmamala mendatangi Kantor Kelurahan Botto dan Bila, Kecamatan Lalabata, Kabupaten Soppeng dalam rangka mengajukan keberatan terkait dengan pemancangan batas sementara yang dilakukan oleh Petugas Pelaksana Pemancangan Batas Sementara terkait tindak-lanjut Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Sulsel pada 30 Oktober 2023.

Serikat Tani dalam hal ini, Warga Abbanuange dan Ale Sewo, keberatan atas tindakan sewenang-wenang yang dilakukan oleh Petugas Pelaksana Pemancangan Batas Sementara di kebun mereka. Dimana dalam pengumuman yang ditempel di Kantor Lurah Botto dan Bila, tercatat pada saat pelaksanaan Pemancangan Batas Sementara Kawasan Hutan, warga diberikan hak untuk memeriksa tata batas tersebut dengan didampingi atau secara bersama-sama dengan petugas pelaksana pemancangan batas kawasan hutan,  untuk memastikan bahwa tidak ada kebun mereka yang dimasukkan dalam kawasan hutan. 

Namun, sejak 5 Oktober 2023 hingga warga mendatangi kantor kelurahan, petugas pelaksana tidak pernah memberikan informasi apalagi memanggil warga dalam proses pemasangan patok sementara. Saat ditemui oleh warga, Kepala Kelurahan Bila dan Kelurahan Botto kompak mengatakan belum ada kegiatan sosialisasi untuk memberikan kesempatan kepada warga jika terdapat indikasi kebun mereka masuk dalam kawasan hutan. 

Sudirman perwakilan dari Serikat Tani Latemmamala, menegaskan bahwa belum ada informasi sama sekali pasca pertemuan tanggal 5 Oktober. 

“Tidak ada pemberitahuan sampai sekarang, warga merasa ragu untuk berkebun, karena sebelumnya sudah ada petani yang dikriminalisasi. Kami meminta penyelesaian masalah ini, agar kebun kami yang lebih dahulu ada sebelum penetapan kawasan hutan, dapat dikeluarkan,” ujar Sudirman.

Sementara itu, Hasbi selaku Pendamping Hukum warga dari YLBHI-LBH Makassar mengatakan hal tersebut merupakan cerminan dari pemerintah yang tidak berpihak ke masyarakat. Jelas di dalam aturan bahwa berdasarkan pertimbangan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 45/PUU-IX/2011, pada poin 3.12.2 menegaskan bahwa, penunjukan belaka atas suatu kawasan untuk dijadikan kawasan hutan tanpa melalui proses atau tahap-tahap yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan di kawasan hutan sesuai dengan hukum dan peraturan perundang-undangan, merupakan pelaksanaan pemerintahan otoriter. 

“Tindakan petugas yang melaksanakan pemancangan batas sementara tanpa melibatkan warga jelas merupakan tindakan melawan hukum yang menunjukkan pengabaian hak warga yang telah berkebun secara turun temurun. Sesuai aturan, Pemerintah harus melaksanakan tata batas secara partisipatif agar tidak membuka ruang kriminalisasi terhadap petani,” tutur Hasbi Asiddiq.

Dalam pasal 53 ayat (4) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 7 tahun 2021 tentang Perencanaan Kehutanan, Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan dan Perubahan Fungsi Kawasan Hutan serta Penggunaan Kawasan Hutan (PERMENLH Perencanaan Kehutanan). Ditegaskan bahwa salah satu kegiatan dalam pemancangan batas sementara adalah (e) Inventarisasi, Identifikasi dan Penyelesaian Hak Pihak Ketiga.

Kilas balik, tercatat dalam pantauan YLBHI – LBH Makassar sudah ada 6 orang petani yang menjadi korban kriminalisasi. Hal ini diakibatkan oleh proses penetapan kawasan hutan yang acap kali abai terhadap partisipasi Petani, yang mematok kebun petani secara sepihak. Atas dasar inilah Serikat Tani Latemmamala terus mendesak agar lahan milik warga segera dikeluarkan dari kawasan hutan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *