Categories
Berita Media

Anggaran Sendok Rp 1 Miliar, Pegiat Antikorupsi Bersuara

MAKASSAR, KOMPAS.com – Rencana Kegiatan Anggaran (RKA) pengadaan sendok senilai Rp 1 miliar yang diajukan Pemerintah Kota Makassar menuai kritik.

Kritik salah satunya datang dari Koordinator pekerja Anti Corruption Committee (ACC), Abdul Muthalib, Rabu (17/12/2014). Menurut Thalib, logika anggaran yang diajukan Pemkot Makassar tidak realistis dengan pengadaan sendok senilai hampir Rp 1 miliar.

Ditambah lagi, pengajuan anggaran makan dan minum, pengadaan tempat tidur, selimut dan handuk yang mencapai angka puluhan miliar rupiah. Belum lagi, anggota dewan di DPRD Makassar juga meminta anggaran studi banding sebesar Rp 33 Miliar.

Dia mengaku kuatir, jika terjadi deal-deal antara Pemkot Makassar dan anggota DPRD Makassar dalam rapat pembahasan anggaran yang saat ini tengah berlangsung. “Pemkot maupun Dewan sudah sama-sama siap hamburan uang rakyat. Hancur sekali logika anggarannya ini Pemkot Makassar. Yang lebih parah karena Dewan juga minta anggaran studi banding Rp 33 Miliar. Kuatir saja  kalau sudah terjadi ‘deal’ Pemkot dengan Dewan,” papar dia.

Thalib menegaskan, ACC yang merupakan lembaga bentukan Ketua KPK, Abraham Samad ini mendesak Wali Kota Makassar segera merasionalkan anggaran sendok tersebut. Senada dengan dikatakan Wakil Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar, Zulkifli, Pemkot terlalu mengada-ngada dalam pengajuan anggaran.

Seharusnya, yang ditinggikan kebutuhan dasar warga Kota Makassar seperti anggaran kesehatan, pendidikan, danpangan. “Pemkot semestinya membuka mata melihat persoalan sosial yang dialami masyarakat. Saya melihat, Pemkot Makassar tidak lagi menjalankan tugasnya dengan baik melayani masyarakat,” tuturnya.

Sebelumnya telah diberitakan, anggaran pengadaan sendok Rp 965 Juta dilingkup Pemkot Makassar ini tertuang dalam draf penjabatan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) ditahun 2015.

Besarnya anggaran yang diusulkan dalam rencana kegiatan anggaran (RKA) oleh Sekretariat Daerah (Sekda) Kota Makassar yang berkisar senilai Rp 965 Juta tersebut mendapatkan tanggapan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Makassar.

Selain pengadaan sendok/piring yang nilainya fantastis, ada beberapa kegiatan lainnya di dalam RKA sekretariat daerah (Sekda) Pemkot Makassar yang perlu mendapat perhatian besar di antaranya penyediaan makanan dan minuman pada sekretariat daerah kota Makassar.

Belanja makanan dan minuman senilai Rp 11,8 miliar. Masing-masing belanja makanan dan minuman harian pegawai senilai Rp 3,1 miliar dan belanja makanan dan minuman rapat Rp 3,3 miliar, serta belanja makanan dan minuman tamu Rp 5,4 miliar.

Penulis: Hendra Cipto
Editor: Glori K. Wadrianto
Sumber berita: regional.kompas.com

Categories
Berita Media

Pengunjukrasa Dengungkan Stop Kekerasan Aparat Terhadap Rakyat


Makassar, Seruu.com – Ratusan pengunjukrasa dari Solidaritas Anti Kekerasan Makassar, memadati bawah jalan layang, jalan Urip Sumoharjo, Makassar, Rabu, (10/12/2014). Pengunjukrasa dari gabungan sejumlah elemen, yakni dari buruh, mahasiswa bahkan wartawan itu, berkumpul untuk memperingati hari hak asasi manusia (HAM) sedunia.

Dalam aksinya, pengunjukrasa menuntut pemerintah khususnya TNI, Polri dan BIN melakukan evaluasi atas tindakan kekerasan di Indonesia. Hal itu penting, sebab TNI, Polri merupakan sebagian pelaku kekerasan, baik terhadap buruh, mahasiswa, petani dan warga sipil lainnya.

Pengunjukrasa bergantian menyampaikan orasi soal terjadinya kekerasan di Indonesia. Seperti adam Jumadin, perwakilan dari jurnalis, yang menekankan kekerasan terhadap jurnalis. Adam juga menyesalkan atas lambannya proses penindakan terhadap aparat polisi yang diduga melakukan pelanggaran HAM saat meliput bentrok di kampus UNM.

“Komitmen bapak-bapak polisi untuk menjunjung tinggi HAM di Indonesia masih dipertanyakan. Hal itu terlihat pada sejumlah kasus kekerasan yang masih lamban ditangani,” kata Adam Jumadin.

Sementara dari pihak mahasiswa, menyoroti tindakan kepolisian ketika mengawal setiap aksi unjukrasa. Polisi, kata mahasiswa, selalu melakukan tindakan represif saat mengawal aksi dengan banyak alasan, seperti tidak memiliki izin, dan lainnya. Padahal bagi mahasiswa, unjukrasa merupakan salah satu hak menyampaikan aspirasi dalam negara demokrasi.

Selebihnya, pengunjukrasa dari Solidaritas anti Kekerasan itu meminta khusus pertanggungjawaban dari polisi atas tewasnya Muhammad Arif saat unjukrasa penolakan kenaikan BBM bulan lalu. Menurut mahasiswa, Arif diyakini tewas setelah tertabrak mobil rantis polisi. (HSB)

Sumber berita: city.seruu.com

Categories
Berita Media

Pelaku Penikaman Mahasiswa Papua Diduga Oknum Polisi

MAKASSAR – Anggota Forum Solidaritas Mahasiswa Peduli Rakyat Papua (FSMPRP), Viktor Mirin, mengatakan bahwa Charles Enumbi yang sebelumnya dikabarkan tewas ditikam warga ternyata diinformasikan diduga tewas ditikam oknum polisi saat terjadi bentrok di Jalan Mappala, Kecamatan Rappocini, Makassar.

“Kepada Wembi Murib dan Meki Telegan yang membawanya ke rumah sakit, Charles bilang dua kali dia tidak ditikam warga. Yang menikam adalah polisi. Ciri-cirinya badan besar, pakai kaus putih dan berjaket hitam,” ujar Viktor kepada Okezone, Kamis (4/12/2014).

Viktor menjelaskan hal itu karena banyak kesimpangsiuran narasumber dan pemberitaan di media, yakni Charles tewas ditikam warga.

“Yang jelas penikaman bukan oleh warga tapi polisi yang datang ke depan asrama setelah asrama diserang puluhan orang tak dikenal,” jelas Viktor.

Dalam kesempatan yang sama, anggota FSMPRP lainnya, Erisen Tabuni, mengaku berada di lokasi saat terjadi penyerangan. Erisen pun menjelaskan kronologi kejadiannya.

Menurutnya, pada 19 November, sekira pukul 02.30 Wita, empat orang berboncengan dua sepeda motor tampak mengintai Asrama Papua Mappala. Mereka memarkir motornya sebentar, lalu melemparkan batu ke kaca jendela. Usai melempar, mereka naik motor dan kabur.

Beberapa hari kemudian, tepatnya 23 November, sekira pukul 01.15 Wita, dengan berboncengan sepeda motor jenis matik, dua orang kembali datang ke depan asrama mereka dan melempar batu lagi ke kaca jendela. Akibatnya, dua kaca pecah dan hancur.

“Setelah melempar, mereka kabur. Lima menit kemudian ada lagi tiga orang yang datang berboncengan satu motor dari belakang asrama. Mahasiswa papua sempat tangkap tiga orang ini,” tutur Erisen.

Kejadian ini memicu gerakan massa dari belakang asrama. Massa datang membawa alat-alat seperti batu, balok, busur, dan berbagai senjata tajam lain, sehingga memicu bentrok antara mahasiswa dari asrama dengan massa yang menyerang. Secara bergelombang, massa datang dari berbagai arah.

“Saling serang terjadi sekira sejam. Polisi dari Polsek Rappocini datang bubarkan warga. Polisi tembakkan senjata tiga kali ke udara. Satu kawan kami dipanggil keluar asrama yaitu almarhum Charles, ” kata Erisen.

Erisen menambahkan, Charles diajak polisi sekira 10 meter depan asrama. Ada enam polisi mengelilinginya dan di tengah kerumunan polisi itulah Charles ditikam.

“Charles kena tikam dari arah tangan kiri ke perut sebelah kiri saat menjelaskan kepada polisi kronologi kejadian. Itu terjadi sekira 02.30 Wita. Tahu dirinya ditikam, Charles gunakan bahasa Papua berteriak meminta bantuan. Kawan-kawan di asrama kaget dan bergegas keluar. Charles sudah berlumuran darah,” ujar Erisen.

Menurutnya, saat Charles ditikam, polisi hanya diam tak melakukan apa pun. Korban langsung tak sadarkan diri yang selanjutnya ditolong oleh rekan Charles lainnya yang bernama Wembi dan Meki yang mengangkatnya lalu dibawa ke Rumah Sakit Faisal Makassar yang berjarak sekira 1 kilometer.

“Dalam perjalanan ke rumah sakit dan saat di UGD itulah almarhum Charles berbisik kepada Wembi dan Meki, jika yang menikam dirinya adalah salah seorang polisi yang mengelilinya,” ujarnya menirukan ucapan dua rekannya yaitu Meki dan Wembi.

Kini pihak FSMPRP sudah meminta bantuan LBH Makassar untuk mengusut kasus tersebut. Pihak LBH berjanji mempelajari kasusnya dulu.

“Kasusnya akan kami pelajari dulu, jika memang ada pelanggaran, kami siap membantu,” ucap Ketua LBH Makassar Abdul Azis

Sebelumnya, asrama mahasiswa Papua yang terletak di Jalan Mappala, Kecamatan Rappocini, diserang sejumlah orang tak dikenal 23 November. Akibatnya, satu penghuni bernama Carles Sihumbi terkena tikaman di bagian perut dan langsung dilarikan ke Rumah Sakit Faisal untuk mendapat perawatan medis.

Informasi yang diperoleh, penyerangan sejumlah kelompok tak dikenal ini mengakibatkan kaca jendela bagian depan asrama yang dihuni belasan mahasiswa asal Papua pecah berantakan.

Laporan: A. Aisyah – Okezone
Sumber berita: news.okezone.com

Categories
Berita Media

Orang Tua Korban Kasus Bentrok UMI & Polisi, Minta Bantuan LBH Makassar

Makassar – Orang tua dari Muhammad Ari (18) yang tewas diduga ditabrak oleh mobil water canon aparat kepolisian, mendatangi kantor Lembaga Bantuan Hukum, Senin (1/12/2014) kemarin. Ia meminta untuk membantu mengusut kasus yang menewaskan anaknya.

“Iya, jadi kemarin orang tuanya datang ke kantor untuk meminta bantuan. Menurut pendapatnya, anaknya diduga meninggal karena ditabrak mobil water canon,” kata Wakil Ketua LBH Makassar, Zulkili Hasanuddin ketika dihubungi KlikMakassar via telepon, Selasa (2/12/2014).

Zulkifli mengatakan, dugaan orang tua Ari mengenai anaknya karena telah memiliki saksi dari kejadian tersebut. Namun untuk proses penyelidikan kasus ini, LBH belum dapat mengungkap identitas saksi dan akan bekerjasama dengan kepolisian untuk perlindungan saksinya.

“Dari dugaannya ini sesuai dengan saksi yang dia punya. Namun kami masih belum bisa ungkap identitasnya dan dalam penyelidikan tentunya kami bekerjasama dengan kepolisian agar saksi ini perlindungannya dijamin,” terang Zulkifli.

Menurut Zulkifli, untuk mengungkap kasus ini tetap harus melalui aparat kepolisian. Hal ini sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.

“Jadi orang tuanya belum paham, sebagai masyarakat saat ini tidak lagi mempercayai Institut kepolisian, karena mungkin melihat keadaan kepolisian selama ini,” ujar Zulkifli.

“Namun untuk proses penyelidikannya, LBH nantinya tetap bekerjasama dengan aparat kepolisian karena ini baru fair. Agar proses penyelidikan berlangsung adail dan profesional,” tambahnya.

Peristiwa ini terjadi Kamis (27/11/2014) sekitar pukul 15.30 Wita, saat aksi demonstrasi mahasiswa UMI menolak kenaikan harga BBM.

Dari hasil otopsi yang disampaikan oleh Kabid Humas Polda Sulselbar, Kombes Pol Endi Sutendi, Ari memiliki luka hampir disekujur tubuhnya. Diantara luka yang ada dan menyebabkan Arif tewas yakni adanya tekanan benda tumpul yang keras pada belakang kepala dan mengalami kegagalan bernafas dan patah tulang tengkorak pada kepala bagian belakang.(sty/gun)

Reporter: Resty Fauziah
Sumber berita: klikmakassar.com

Categories
Berita Media

Keluarga Arif Korban Bentrok Akan Ngadu ke LBH

MAKASSAR – Keluarga Muhamad Arif, korban tewas dalam bentrokan antara mahasiswa dengan polisi di Makassar, akan mengadukan masalah tersebut ke lembaga bantuan hukum (LBH) menyusul proses autopsi yang dilakukan pihak kepolisian tanpa sepengetahuan keluarga.

Ayah almarhum Arif, Abdul Wahab, mengaku sampai saat ini masih syok dengan kejadian yang menimpa anaknya, terlebih polisi melakukan autopsi tanpa sepengetahuan keluarga. Oleh sebab itu, pihak keluarga akan mengadukan masalah tersebut ke LBH.

Menurutnya, Arif yang hanya lulusan kelas II SD itu merupakan anak yang baik dan ramah di mata keluarga dan teman-temannya.

Sebelumnya, Abdul Wahab (60) juga sempat mengaku kecewa dengan pernyataan pihak kepolisian di televisi terkait penyebab kematian anaknya, Arif (17), yang tewas saat terjadi bentrokan antara mahasiswa dengan petugas kepolisian.

“Saya yakin anak saya ditabrak sama mobil water canon, karena kalau hanya jatuh kenapa sampai separah itu kondisinya, ini polisi mau lepas tangan,” kata Wahab saat ditemui dirumahnya, Jumat (28/11/2014).

Mereka yakin Arif meninggal ditabrak mobil taktis milik polisi. Tidak hanya itu, mereka juga kecewa dengan tindakan petugas polisi yang melakukan autopsi tanpa persetujuan dari pihak keluarga.

Laporan: Wahyu Ruslan
Sumber berita: news.okezone.com

Categories
Berita Media

Jatuhnya korban jiwa di demo BBM disayangkan

Jatuhnya korban meninggal dunia dalam aksi unjuk rasa menolak kenaikan bahan bakar minyak di depan sebuah kampus di kota Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (27/11) disayangkan oleh LBH Makassar.

Kepolisian Republik Indonesia membantah terlibat dalam insiden tersebut, namun pegiat hukum meminta agar dilakukan penyelidikan untuk mengungkap apa yang sebenarnya terjadi.

“Yang meninggal itu adalah preman, biasanya bertindak sebagai ‘pak ogah’ yang ngatur lalu lintas. Otopsi menunjukkan ada luka di kepala dan di badannya akibat yang bersangkutan bersama demo mahasiswa ketika dibubarkan Polda Sulawesi Selatan dan Polwiltabes Makassar,” kata juru bicara Polri Irjen Ronny Sompie, kepada BBC Indonesia.

“Ia terjatuh dan terlindas masa yang lain, bukan karena terlindas mobil rantis (kendaraan taktis) polisi.”

Korban yang meninggal dunia bernama Ari berusia 17 tahun.

Namun Koordinator Lembaga Bantuan Hukum Makassar, Abdul Azis, menegaskan bahwa seharusnya aksi unjuk rasa tidak perlu sampai menyebabkan jatuhnya korban jiwa.

Ia menambahkan bantahan polisi atas keterlibatan dalam peristiwa itu berlebihan.

“Saya kira itu bantahan yang berlebihan karena beberapa kejadian di Makasar sejak aksi unjuk rasa diduga ada skenario yang mencoba membenturkan warga dengan mahasiswa, itu sudah modus standar di Makassar,” kata Abdul Azis.

“Kita sangat menyayangkan dan mendesak aparat kepolisian, untuk mengusut aparatnya yang diduga terlibat,” tambahnya.

LBH berharap pihak keamanan kelak mengedepankan tindakan persuasif agar tidak ada lagi korban jiwa, terutama dari kalangan warga.

Sumber berita: bbc.co.uk

Categories
Berita Media

Korban Pemukulan Oknum Guru Mengadu ke LBH


MAKASSAR, BKM — Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar menerima pengaduan kasus tindak kekerasan anak yang dilakukan oknum guru di Sekolah Dasar Negeri 31 Maros, Jumat (7/11). Orangtua siswa, Ansarullah  mendatangi kantor LBH di Jalan Pelita Raya Makassar untuk meminta pembelaan atas kasus yang menimpah anaknya, ZA.

“Kami datang meminta bantuan hukum karena sejak laporan kami ke polisi dan ke Dinas Pendidikan Maros sudah lama, namun tidak ada kejelasan,” keluh Ansarullah didampingi  beberapa mahasiswa Maros di depan Direktur LBH Makassar, Abd Azis SH.

Kasus dugaan pemukulan siswa kelas V SD itu terjadi 13 Oktober lalu. ZA diduga ditampar oknum guru di SDN 31 Maros hingga bibir korban mengalami luka sobek. Tidak terima dengan perlakukan tersebut, orangtua korban melapor ke Mapolresta Maros. Esok harinya, korban divisum di RS Salewangan Maros, namun hingga saat ini kasus tersebut seolah didiamkan.

Bukan hanya itu, pihak sekolah kemudian dengan sepihak  melarang ZA untuk tidak lagi masuk belajar sejak seminggu lalu dan lebih parahnya lagi adik korban yang berinisial NA yang duduk di kelas tiga juga diistirahatkan.

Sebelumnya, orang tua korban juga sudah melaporkan hal ini ke pihak Dinas Pendidikan Maros namun pihak dinas berkilah kalau hal tersebut sudah diserahkan ke UPTD.Pihak sekolah melalui kepala sekolah dengan tegas membantah adanya pemukulan oleh oknum guru tersebut dan sengaja mengisitirahatkan kedua siswa tersebut agar masalah ini tidak menjadi besar. (ril/cha/C)

[Ronalyw]

Sumber berita: beritakotamakassar.com

Categories
Berita Media

LBH: Kasus Wakil Rektor Nyabu Coreng Dunia Pendidikan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Koordinator Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar, Abdul Azis meminta kepolisian segera menuntaskan penyidikan kasus penggunaan narkoba yang melibatkan seorang Wakil Rektor di Univeritas Hasanudin Makassar.

Menurut Azis, polisi harus bisa terus bekerja dengan adanya progres yang cepat, profesional, dan terbuka atau transparan kepada publik. Hal ini untuk memenuhi harapan publik terkait kepastian status hukum dan keterlibatan pelaku yang merupaka Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan Unhas tersebut.

Terlebih, pelaku menyandang status sebagai guru besar sebuah perguruan tinggi dan kasus ini pun menjadi sorotan publik. ”Publik dan pihak-pihak terkait, sepeti tempat dia mengajar, tentu terus menunggu kepastian soal status hukum dan sejauh mana tingkat kesalahan dia,” kata Abdul Azis kepada Republika, Sabtu (14/10).

Tingkat kesalahan pelaku, lanjut Azis, bakal ditentukan dari hasil penyidikan dan pengembangan kasus yang tengah dilakukan pihak kepolisian. Nantinya, dari hasil penyidikan polisi itu akan diketahui jenis dan volume penggunaan barang haram itu. Dari situlah, tingkat kesalahan bisa ditentukan

Azis pun menyesalkan, kasus pengunaan narkoba yang dilakukan pelaku tersebut. ”Kasus ini benar-benar mencoreng dunia pendidikan saat ini,” tutur Azis.

Tidak hanya itu, Azis juga memperkirakan, Unhas akan mengambil tindakan terhadap pelaku. Namun, Azis menegaskan, Unhas tentu juga masih akan menunggu hasil penyidikan dari pihak kepolisian dan mengacu dengan ketentuan-ketentuan dalam peraturan Perguruan Tinggi. ”Tapi secara etika harusnya ada tindakan lanjutan,” tutur Azis.

Reporter: Reja Irfa Widodo Redaktur : Yudha Manggala P Putra
Sumber: nasional.republika.co.id

Categories
Berita Media

Konflik Lahan, Ramai-ramai Minta Polisi Bebaskan Petani Sinjai

Sebulan lebih sudah Bahtiar Sabang (40), petani Dusun Soppeng, Desa Turungan Baji, Kecamatan Sinjai Barat, Sinjai, Sulawesi Selatan, mendekam di tahanan. Dia ditangkap 13 Oktober lalu karena dituding “menebang pohon di kawasan hutan produksi terbatas tanpa izin pihak berwenang,” seperti tercantum dalam UU Kehutanan.

Bahtiar, tak merasa berbuat itu. Dia menyatakan, hanya memangkas pohon yang mengganggu tanaman di kebun warisan orangtua yang sudah puluhan tahun dikelola secara turun menurun. Lahan itu masih saling klaim dengan Dinas Perkebuhan dan Kehutanan Sinjai.

Aksi polisi mendapat kecaman berbagai pihak. Kontras Sulawesi menilai tindakan ini bentuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM) oleh Polres Sinjai.

Nasrum, Wakil Kordinator Kontras Sulawesi mengatakan, tuduhan Dinas Kehutanan Sinjai bahwa Bahtiar menebang pohon tidak memiliki legalitas sama sekali. Terlebih, katanya, sampai saat ini kawasan hutan di Sinjai belum penetapan hingga belum mengikat secara hukum.

Berdasarkan Pasal 15 UU Kehutanan, penentuan kawasan hutan melalui empat tahapan: penunjukan, tata batas, pemetaan dan penetapan.

UU Kehutanan juga sudah di-judicial review dan berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi 45, kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditetapkan pemerintah untuk dipertahankan sebagai hutan tetap.

Berdasarkan putusan MK itu, katanya, penunjukan kawasan hutan tetap berlaku, tetapi tak dapat menjadi landasan hukum dalam semua proses pemanfaatan kawasan hutan sebelum ada penetapan.

Belum lagi jika dikaitkan putusan MK 35, hutan adat bukan hutan negara. Nasrum anggota komunitas adat Turungan Baji, anggota AMAN Sulsel.

“Ini mempertegas, hutan adat merupakan hutan hak yang kewenangan pengelolaan di masyarakat adat itu,” katanya Rabu (12/11/14). Kontras, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Sulsel, Walhi, Anti-Corruption Committee (ACC), Kontras, Agra, LBH Makassar dan Jurnal Celebes jumpa pers bersama.

Dia menilai, dalam penangkapan pun Polres Sinjai melanggar aturan. Menurut Nasrum, aturan itu antara lain UU Kepolisian RI, Peraturan Kapolri tentang Kode Etik Kepolisian, Peraturan Kapolri tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana, dan Peraturan Kapolri tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM.

Kontraspun menuntut Polda Sulselbar segera mengevaluasi dan peningkatan pengetahuan terkait kebijakan agraria khusus sektor kehutanan kepada penyidik di Polda Sulselbar. Hingga, dalam bekerja dapat bertindak profesional dan tak melanggar hukum.

Kontras meminta Kapolres Sinjai membebaskan Bahtiar karena Dinas Kehutanan sebagai pelapor tidak memiliki legalitas.

Nursari, Kordinator Hukum AMAN Sulsel, Nursari, mengatakan, Bahtiar masih tahanan Kejaksaan Negeri Sinjai. Sebelumnya, upaya penangguhan penahanan tidak mendapat respon Polres Sinjai.

“Setiap kami tanyakan selalu dikatakan wewenang Kapolres, Kapolres tak pernah bisa kami hubungi dan cenderung menghindar.”

Kejanggalan kasus ini juga mulai terlihat dengan upaya pengembalian BAP kejaksaan kepada Polres Sinjai. Pasca pengembalian BAP, Polres berupaya membicarakan penangguhan penahanan.

Armansyah Dore, juru bicara Gerakan Rakyat Menolak Tambang Barambang Katute (Gertak), menuntut pencopotan Kapolres Sinjai dengan berbagai pertimbangan.

Pertama, hak Bahtiar mendapatkan penangguhan penahanan selalu ditolak. Polisi hanya mau menerima penjaminan uang, bukan orang atau institusi dari Gertak dan AMAN. “Ini pelecehan terhadap institusi.”

Kedua, Kapolres Sinjai tak memiliki etikat baik menyelesaikan kasus ini. “Setiap kali didatangi teman-teman Gertak selalu menolak, hanya mau menerima kuasa hukum Bahtiar. Ketika dihubungi oleh kuasa hukum tak pernah bisa, baik langsung ataupun telpon.”

Ketiga, tindakan penyidik seenaknya mengubah berita acara pemeriksaan (BAP) tanpa sepengetahuan kuasa hukum Bahtiar. Keempat, upaya penangkapan Polres hanya berdasarkan pengaduan Dinas Kehutanan dan tanpa cek di lapangan. “Ini menyalahi aturan penangkapan.”

Solidaritas meluas

Aksi solidaritas menuntut pembebasan Bahtiar meluas tidak hanya dari warga Turungan Baji, juga mahasiswa dan NGO di Sinjai dan Makassar.

Menurut Armansyah, ratusan warga ketiga komunitas adat di Sinjai, yaitu Turungan Baji, Barambang Katute dan Karampuang menyatakan sikap menolak penangkapan dan segala klaim dari Dinas Kehutanan.

“Sejumlah spanduk disiapkan warga akan dipasang di masing-masing komunitas beberapa hari mendatang.”

Aksi solidaritas juga marak di media sosial seperti Facebook. Puluhan netizen menunjukkan solidaritas dengan memasang foto Bahtiar sebagai foto profil mereka di Facebook dan memasang foto sendiri berisi tuntutan pembebasan Bahtiar.

“Bebaskan Bahtiar bin Sabang, petani dari Sinjai Barat,” tulis akun bernama Fatma Cemoet’s. Dia mahasiswa di Sinjai.

Laporan: Wahyu Candra
Sumber berita: mongabay.co.id

Categories
Berita Media

Kasus Guru Besar Unhas, LBH Minta Polisi Profesional

MAKASSAR – Polisi harus tetap profesional mengusut kasus Guru Besar Universitas Hasanuddin (Unhas) Profesor Musakkir yang ditangkap karena diduga nyabu. Desakan itu disampaikan Wakil Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar Dzulkifli.

Menurutnya, persoalan hukum tetap harus dikedepankan polisi. Jika polisi tidak profesional, bisa jadi peristiwa ini akan terulang.

“Hal ini tidak diinginkan publik. Polisi harus fair. Jangan karena profesor, semua fakta fakta di lapangan akan berubah,” tegasnya, Sabtu (15/11/2014).

Sementara itu, Ketua Forum Lintas NGO Se-Sulawesi, Djusman AR mengungkapkan jauh sebelumnya selalu pesimistis jika ada penangkapan kasus narkoba di tubuh Kepolisian Daerah Sulselbar. Berdasarkan data tahun sebelumnya, hampir semua kasus narkoba berujung dinyatakan negatif dan ada perubahan barang bukti sabu yang disita.

Padahal, dalam kasus ini, saat melakukan penangkapan di lapangan, sudah sangat jelas ada sabu, bong, dan wanita.

“Jajaran Polda Sulselbar harus transparan dalam membuka hasil labfor milik Profesor bersama teman-temannya. Jangan seenaknya nanti mengatakan negatif karena ketiadaan lembaga yang ikut mengontrol uji labfornya,” ujar Djusman saat dihubungi tadi malam.

Seperti diketahui, Guru Besar Unhas Profesor Musakkir yang juga Wakil Rektor III Unhas beserta seorang dosen Unhas dan mahasiswi ditangkap karena diduga sedang nyabu di sebuah HOTEL DI MAKASSAR, Jumat dini hari.

Sumber berita: daerah.sindonews.com