Categories
EKOSOB

Dosen Tidak Diupah Selama Bekerja, STIMI YAPMI Langgengkan Praktik Perbudakan di Dunia Pendidikan

Makassar, 14 Agustus 2023. Proses hukum Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) seorang Dosen oleh STIMI YAPMI Makassar, telah memasuki tahap pembuktian di PN Makassar. Sebelumnya pada agenda sidang Jawaban Tergugat, melalui kuasa hukum menyampaikan bahwa Hendrayani Kadir selaku Tenaga Pengajar telah mendapatkan upah sesuai dengan SK Pengangkatan Dosen Tetap.

Dalam jawabannya terhadap gugatan pekerja, Yayasan berpegang teguh pada perjanjian Kerja, atau Surat Keputusan yang menjadi kesepakatan awal antara pekerja dengan Yayasan yang memberikan upah yang tetap dan tidak meningkat mengikuti perkembangan upah Minimum Kota Makassar.

Namun pada faktanya penggugat hanya menerima tunjangan senilai Rp. 670.000 per semester atau Rp. 111.000 perbulan berdasarkan dengan mata kuliah yang diajarkan. Hal ini bertolak belakang, jika mengacu pada SK Pengangkatan Dosen, Hendrayani digaji sebesar Rp. 2.750.000 Sikap Yayasan yang bertahan pada kesepakatan awal, menunjukkan sikap Yayasan yang secara terang melanggar hukum dan enggan memenuhi hak-hak pekerja.

Terkait dengan perjanjian kerja dalam UU Ketenagakerjaan secara khusus pada pasal 54 ayat (2) ditegaskan bahwa besarnya upah yang diterima cara pembayarannya terkait dengan syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja tidak boleh bertentangan dengan peraturan perusahaan, Perjanjian kerja bersama, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bahwa berdasarkan ketentuan poin ke 28 dalam Pasal 81 UU Cipta Kerja, terkait dengan perubahan UU Ketenagakerjaan, yang menyisipkan Pasal 88A ayat (4) menegaskan bahwa Pengaturan Pengupahan yang ditetapkan atas kesepakatan antara pengusaha dan pekerja tidak boleh lebih rendah dari ketentuan pengupahan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Selanjutnya pada ayat (5) pasal ini ditegaskan bahwa dalam hal kesepakatan pengupahan antara pengusaha dan pekerja lebih rendah atau bertentangan peraturan perundang-undangan maka kesepakatan tersebut batal demi hukum dan pengaturan pengupahan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Norma ini sangat penting untuk memastikan bahwa pekerja dilindungi dari praktik eksploitasi dan dapat diberikan upah yang layak bagi kemanusiaan. Sehingga atas dasar hal tersebut, skema pengupahan harus merujuk pada Upah Minimum Kota Makassar yang berlaku, agar pekerja dapat memperoleh upah yang layak bagi kemanusiaan.

Sehingga tindakan Yayasan melalui jawaban atas surat gugatan penggugat yang tetap mempertahankan skema pengupahan sesuai perjanjian yang memberikan upah lebih rendah dari upah minimum Kota Makassar adalah tindakan yang bertentangan dengan hukum, dan menunjukkan itikad buruk dari Yayasan yang tidak memberikan upah yang layak bagi tenaga pengajarnya. Hal ini menjadi sebuah ironi ketika ini terjadi di dunia pendidikan tinggi yang seharusnya suatu Yayasan atau Institusi Pendidikan harus mampu memberikan upah yang layak bagi kemanusiaan sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku. Sehingga tidak salah jika tindakan Yayasan tersebut merupakan praktik melanggengkan perbudakan di dunia Pendidikan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *