Categories
slide

Kuasa Hukum Nelayan Kodingareng Manre Ajukan Gugatan Praperadilan

LBH Makassar selaku Kuasa Hukum Nelayan Kodingareng yang ditahan aparat, Mansur Pasang alias Manre, telah mengajukan permohonan pemeriksaan Praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Makassar.

Berdasarkan nomor pendaftaran perkara 15/Pid.Pra/2020/PN Mks, dengan termohon Kepala Kepolisian Republik Indonesia Cq. Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan Cq. Direktorat Kepolisian Perairan dan Udara Polda Sulawesi Selatan.

“Upaya pemeriksaan Praperadilan ini, diajukan demi memastikan Kepolisian dalam penegakan hukum tidak dilakukan secara semena-mena secara melawan hukum,” kata Kepala Divisi Tanah dan Lingkungan LBH Kota Makassar, Edy Kurniawan, Jumat, 28 Agustus 2020.

Edy meminta kepolisian berhenti menggunakan kewenangan yang dimilikinya untuk melakukan kriminalisasi terhadap nelayan yang sedang berjuang mempertahankan hak atas ruang penghidupannya.

Diketahui, Manre (55) seorang Nelayan Pulau Kodingareng saat ini sedang ditahan di Polda Sulsel sejak tanggal 14 Agustus 2020. Sudah dua minggu lamanya, ia ditahan dengan tuduhan melakukan tindak pidana.

Ia dikenakan pasal 35 ayat (1) UU No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang yang berbunyi “Setiap orang dengan sengaja merusak, memotong, menghancurkan dan atau mengubah rupiah dengan maksud merendahkan kehormatan Rupiah sebagai simbol Negara”.

Manre ditetapkan tersangka karena telah merobek amplop yang berisi uang.

Sebelumnya, pada 16 Juli 2020 beberapa warga Kodingareng dihebohkan dengan adanya amplop pemberian dari Perusahaan yang masih terkait tambang pasir laut.

Warga saban hari kesal dengan keberadaan aktivitas tambang pasir laut di wilayah tangkap mereka. Saat mendapat barang dalam bentuk apapun yang bersumber dari perusahaan, akan ditolak sebagai respons atas upaya pelemahan penolakan mereka selama ini.

“Manre yang dikriminalisasi dengan dalih telah merendahkan kehormatan rupiah sebagai simbol negara ini cukup dipaksakan,” kata dia.

Selain itu, penetapan tersangka terhadapnya juga dinilai banyak kejanggalan.

Edy menilai terdapat dugaaan pelanggaran Hak Asasi Manusia dalam proses penyidikan, mulai sejak pembuatan laporan Polisi, surat-surat pemanggilan, penerbitan surat perintah penyidikan, penangkapan, hingga penetapan tersangka dan penahanan.

“Penetapan tersangka terhadap Manre dinilai dilakukan secara tidak sah dan menyalahi peraturan yang ada,” ungkapnya.

Dari keseluruhan rangkaian proses hukum yang dilakukan oleh Penyidik Dit. Polairud Polda Sulsel berdasarkan bukti dokumen surat yang ada, LBH Makassar menilai:

1) Laporan Polisi (LP) model A yang mendasari tindakan penyidik terhadap Manre tidak memiliki kepastian hukum karena dibuat secara sewenang-wenang;

2) Pemanggilan dan tindakan penangkapan terhadap Manre dilakukan secara sewenang-wenang dengan melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku;

3) Dengan demikian penetapan tersangka terhadap Manre tidak sah karena prosesnya secara nyata dilakukan dengan sewenang-wenang.

Edy menambahkan, penahanan terhadap Manre menunjukkan ketidakpekaan Dit. Polairud Polda Sulsel terhadap kondisi masyarakat di masa pandemi Covid-19.

Terlebih, kata Edy, pasal yang disangkakan sama sekali tidak melibatkan adanya kekerasan, yang seharusnya menjadi pertimbangan untuk tidak memprioritaskan penahanan.

“Apalagi secara usia, Manre (55 tahun) sangat rentan terpapar Covid-19,” pungkasnya.

 

 

Catatan: Berita ini telah dimuat di media online makassar.terkini.id pada 28 Agustus 2020

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *