Categories
EKOSOB slide

Tuntutan Jaksa Tidak Sesuai Dengan Fakta Yang Terungkap Dalam Persidangan Terpidana Kasus Penebangan Pohon Dalam Kawasan Hutan Lindung Kabupaten Soppeng

Tuntutan Jaksa penuntut umum (JPU) kasus penebangan pohon dalam Kawasan hutan lindung Laposo Niniconang Kabupaten Soppeng tidak sesuai dengan fakta persidangan. Saat pembacaan tuntutan, ketiga terdakwa yakni Sahidin (45 tahun), Sukardi (41 tahun) dan Jamadi (35 tahun) dituntut selama 1 (satu) tahun kurungan penjara. Ini merupakan hal yang keliru yang ditetapkan oleh JPU ketika membacakan tuntutan kepada para terdakwa. Selain itu, para terdakwa juga dikenakan denda sebesar Rp.500.000.000 atau digantikan masa kurungan selama satu bulan.

Dari ketentuan tersebut, terdapat hal yang bertentangan dengan keputusan JPU dalam tuntutannya. Hal tersebut terkait dengan Undang-undang No.18 Tahun 2013 Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan atau yang sering disebut dengan UU P3H pasal 1 ayat (21) yang menyatakan bahwa “setiap orang adalah pesrseorangan dan atau korporasi yang melakukan perbuatan perusakan hutan secara terorganisir di wilayah hukum Indonesia dan atau berakibat hukum di wilayah Indonesia” dan di ayat (6) mengatakan bahwa bahwa “Terorganisir adalah kegiatan yang dilakukan oleh suatu kelompok yang terstruktur, yang terdiri atas 2 (dua) orang atau lebih dan bertindak secara bersama – sama pada waktu tertentu dengan tujuan melakukan perusakan hutan, tidak termasuk kelompok masyarakat yang tinggal di dalam atau di sekitar kawasan hutan yang melakukan perladangan tradisional atau melakukan penebangan kayu untuk keperluan sendiri, bukan untuk keperluan komersil”.

Selain itu, pada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor: 95/PUU-XII/2014 tertanggal 10 Desember 2015 yang pada pokoknya menyatakan bahwa “Ketentuan Pidana Kehutanan dikecualikan terhadap masyarakat yang secara turun – temurun hidup di dalam kawasan hutan dan tidak ditujukan untuk kepentingan komersil” dan ketentuan tersebut juga telah diungkapkan oleh para saksi fakta yang telah dihadirkan oleh penasihat hukum terdakwa.

Berdasarkan penjelasan beberapa pasal di atas, tidak satupun kriteria dari para terdakwa yang tergolong dalam beberapa pasal di UU P3H dan pada keputuan MK tersebut. Fakta sidang mengatakan bahwa para terdakwa merupakan petani tradiaional, lahan yang diokelola merupakan perladangan, kegiatannya tidak dilakukan secara terorganisir, tidak untuk kepentingan komersil dan telah dikelola secara turun – temurun. Berdasarkan fakta – fakta tersebut, seharusnya JPU tidak memvonis para terdakwa selama 1 (satu) tahun dan denda sebesar Rp.500.000.000. Hal tersebut Ini merupakan bukti penyalahgunaan UU P3H yang dilakukan oleh JPU.

Pada 13 Februari 2018, sidang pokok perkara terpidana kasus penebangan pohon di dalam kawasan hutan Laposo Niniconang Kabupaten Soppeng kembali digelar di Pengadilan Negeri Watansoppeng pada pukul 11.30 WITA dengan agenda pembacaan tuntutan oleh JPU. Sidang kali ini dihadiri oleh puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Front Perjuangan Tani Latemmamala. Ini merupakan bentuk solidaritas mahasiswa terhadap kondisi para petani saat ini. Selain itu, para terdakwa didampingi oleh Edy Kurniawan, S.H. dan Ridwan, S.H. sebagai penasihat hukum.

Sebelumnya, para terdakwa ditangkap oleh polisi hutan saat sedang berladang di kebunnya pada 22 Oktober 2017 dan didakwa Pasal 12 jo. Pasal 82, atau Pasal 17 Ayat 2 jo. Pasal 92 Ayat 1 UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Pengrusakan Hutan, dengan ancaman pidana hingga paling lama 10 tahun dan denda 5 miliar rupiah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *