Categories
Berita Media

KY Akan Sadap Telepon Hakim Nakal

TEMPO.CO, Makassar – Komisi Yudisial (KY) akan melakukan pengawasan ekstra ketat terhadap etika dan perilaku para hakim. “Komisi memiliki kewenangan melakukan penyadapan,” kata staf peneliti KY, Afifi, pada “Dialogi Publik Peradilan Bersih”, Jumat, 15 November 2013.

Penyadapan dan merekam pembicaraan akan dijadikan sebagai bukti untuk menjerat para hakim nakal. Afifi mengatakan kewenangan itu demi menjaga dan menegakkan kehormatan dan martabat peradilan. “Banyak hakim yang disorot karena dinilai melanggar kode etik,” ujar Afifi.

Meski memiliki wewenang menyadap, proses itu tidak dapat dilakukan sendiri. Afifi mengatakan penyadapan dilakukan dengan meminta bantuan dari aparat penegak hukum lain, seperti kepolisian, jaksa, maupun Komisi Pemberantasan Korupsi. “Tapi permintaan KY wajib dilaksanakan,” kata Afifi.

Menurut dia, perilaku hakim dalam dunia peradilan banyak menuai sorotan. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya laporan yang diadukan masyarakat ke KY.

Pada kurun waktu Januari-September tahun ini, KY menerima sekitar 1.644 laporan masyarakat. Di Sulawesi Selatan, masuk peringkat enam terbanyak laporan perilaku hakim. Lima daerah tertinggi lainnya adalah Jakarta, Jawa Timur, Sumatera Utara, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. “Di daerah ini ada 58 laporan menyangkut perilaku hakim,” kata Afifi.

Koordinator Posko Pemantau Peradilan Makassar, Haswandy Andy Mas, mengatakan baru menerima tiga laporan dari masyarakat. “Tapi laporan tidak termasuk kode etik perilaku hakim,” kata Haswandy.

Menurut dia, laporan yang diterima posko bersifat teknis yudisial menyangkut penolakan alat bukti oleh hakim yang diajukan pihak bersengketa. “Keberadaan posko ini terus disosialisasikan untuk mengundang partisipasi publik,” kata Wakil Direktur Lembaga Bantuan Hukum Makassar itu.

Pengamat hukum Universitas Muslim Indonesia, Kamri Ahmad, mengatakan hakim belum memberi efek jera dalam penegakan hukum. “Vonis yang dijatuhkan hakim dalam suatu perkara malah tidak memiliki dampak luas,” kata Kamri.

Menurut dia, publik kerap kecewa dengan putusan hakim karena sangat jauh dari harapan. Mestinya, kata dia, hakim menjadi garda terdepan untuk memberi pelajaran hukum bagi masyarakat. “Aparat hukum masih mengutamakan pola represif ketimbang preventif,” kata Kamri.

[Abdul Rahman]

Sumber berita: nasional.tempo.co

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *