Categories
Berita Media

LBH Makassar: Walikota Makassar Terlibat Beberapa Kasus

Makassar – Walikota Makassar, Ilham Arief Sirajuddin telah ditetapkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka dalam kasus tata kelola PDAM. Ilham memang dinilai terlibat beberapa kasus di Makassar.

“Kalau berbicara pemerintahannya (Ilham), kan ada beberapa kasus atas keterlibatan dari Ilham, diantaranya mengenai pengkaplingan laut,” ujar Wakil Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar, Hanswandi Andi Mas kepada KlikMakassar via telepon, Rabu (7/5/2014).

Haswandi mengatakan, Ilham memang terlihat ada indikasi keterlibatan atas beberapa kasus yang terjadi di Makassar. Selain pengkaplingan laut, juga mengenai kasus Celebes Convention Center (CCC).

Haswandi mengungkapkan, kasus pengkaplingan laut dan pengklaiman tanah yang ditimbun oleh Hj Najemiah tentu tidak lepas dari tanggungjawab walikota Makassar.

“Misalnya yang Hj. Najemiah, waktu itu saya sendiri advokasi dari kasus itu pada tahun 2004. Diklaim miliknya sementara tanah timbun itu adalah akses negara,” terang Haswandi.

“Ada berbagai indikasi memang mengenai status-status daerah menjadi modus privatisasi seperti aset-aset daerah, otomatis walikota dan bawahannya lurah dan camat yang bertanggungjawab,” tambah Haswandi.

Tidak hanya itu, Ilham juga sempat dipanggil oleh pengadilan dan menjadi saksi terkait kasus pembangunan CCC yang saat ini sidangnya masih berlangsung. (sty/gun)

Reporter: Resty Fauziah

Sumber berita: klikmakassar.com

Categories
Berita Media

LBH Sorot Kasus Pemerkosaan Didamaikan

GOWA, BKM– Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kota Makassar menyoroti kasus pemerkosaan yang dialami gadis pemulung. Pasalnya kasus ini tidak ditindaklanjuti lagi melainkan berakhir dengan didamaikan.
Kasus pemerkosaan yang membuat CA (20) anak seorang anggota Polisi terlapor oleh pihak korban bernama Bunga (samaran) berusia 13 tahun yang pekerjaan sehari-harinya adalah pemulung ini, tidak berlanjut.

Karena didamaikan inilah, pihak LBH Makassar pun menilai kasus ini sangattidak adil bagi seorang gadis pemulung yang telah menjadi korbannya.  “Perdamaian ini tidak menghentikan proses hukum,” ujar Wakil Ketua LBH Makassar, Zulkifli Hasanuddin, Selasa (6/5) sore.
Menurut Zulkifli, karena korban pemerkosaan adalah anak di bawah umur maka penerapan pasal tidak hanya KUHP, tapi Undang-undang perlindungan anak. Sehingga, kata Zulkifli, penyidik harus tetap melanjutkan proses hukum.
“Sangat disayangkan kalau perdamaian dijadikan alasan untuk tidak menjerat pelaku. Jangan sampai ini hanya skenario polisi saja, untuk melindungi anak seorang polisi,” kata Zulkifli lagi. Dia meminta agar polisi bersikap profesional, dan tidak tebang pilih dalam menindaki setiap pelaku tindak pidana kejahatan meski dia berasal dari keluarga polisi maupun pejabat.

Kepala Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Polres Gowa, Iptu Sarce, yang dihubungi, mengatakan perdamaian antara pelaku dan korban dilakukan akhir bulan April lalu. Kedua belah pihak sepakat untuk menyelesaikan persoalan tersebut secara kekeluargaan. “Korban sudah mencabut laporannya jadi kasusnya sudah selesai,” kata Iptu Sarce.
Ja, ayah Bunga, yang Selasa sore itu dicoba dikonfirmasi sedang tidak berada di tempat tinggalnya. Informasi yang diperoleh dari para tetangganya, keluarga Ja yang kesehariannya sebagai pemulung itu  telah meninggalkan rumahnya ke luar daerah dengan membawa serta istri dan anak-anaknya, termasuk Bunga. Namun sebelumnya dia sempat mengungkapkan akan menerima perdamaian bila pelaku mau menikahi putrinya.

Sebelumnya, Ja, orangtua Bunga dalam laporannya menyebutkan korban diperkosa di sebuah rumah kosong di Kelurahan Batangkaluku, Kecamatan Somba Opu beberapa waktu lalu.
Awalnya, anak bungsu warga kampung Manggarupi, Kelurahan Batangkaluku, Kecamatan Somba Opu itu, dijemput menggunakan sepeda motor oleh CA di rumahnya sekitar pukul 20.00 Wita dengan alasan pelaku, ingin mengantarkan korban untuk bertemu keluarganya.
Namun alasan itu hanya kedok saja, sebab ternyata pelaku tidak membawa korban ke tujuan utama namun korban di bawah ke sebuah rumah kosong  tempat penampungan barang bekas. Disitulah pelaku melakukan aksi bejatnya. Korban diancam menggunakan pisau agar mau menuruti perbuatan pelaku. (sar/cha/C)

[Ronalyw]

Sumber berita: beritakotamakassar.com

Categories
Berita Media

Bangun Kawasan Industri dan Wisma Negara, Nelayan Makassar Diusir, Kampung Dihancurkan

Rencana Pemerintah Sulawesi Selatan (Sulsel) membangun Center Point Indonesia (CPI) di kawasan Delta Tanjung Makassar, menyisakan sejumlah masalah. Salah satu, pengusiran nelayan secara paksa dari lokasi tanpa kompensasi pada 10 Maret 2014. Sejumlah aturan perundang-undangan pun dinilai dilanggar demi pemaksaan pembangunan kawasan industri termasuk wisma negara ini. Tak pelak, sekitar 43 keluarga kehilangan tempat tinggal dan mata pencaharian. Kini, mereka diungsikan di pelataran Gedung Celebes Convention Center (CCC) Makassar.

Daeng Bollo, perempuan 64 tahun warga yang terusir menceritakan,  pengusiran paksa pagi hari, ketika hampir seluruh warga berada di laut mencari kerang, ikan dan kepiting. Tak ada pemberitahuan mengenai penggusuran.

“Itu terjadi pagi-pagi sekali, sekitar pukul delapan pagi, saya hanya berempat dan perempuan semua karena semua warga laki-lakinya melaut. Tiba-tiba datang tentara dari Koramil, Polisi dan Satpol PP dan perusahaan PT Yasmin membongkar paksa pakai mobil eskavator,” kata Daeng Bollo.

Seluruh bangunan rumah di pemukiman nelayan itu  rata dengan tanah. Tak banyak bisa diselamatkan warga. Sejumlah peralatan rumah tangga, termasuk pakaian tak dapat diselamatkan karena langsung dibakar di lokasi. Tempat tinggal darurat mereka terlihat berantakan, berada di sisi luar salah satu gedung CCC. “Kalau siang panas dan kalau hujan pasti semua basah.”

Pilihan mengungsi di gedung CCC, atas suruhan PT Yasmin. “Mereka bilang disini dulu tinggal, besok kita bertemu gubernur. Tapi sampai sekarang belum ada apa-apa,” katanya.

Dia bersama suami sudah menempati kawasan pesisir di Kelurahan Maccini Sombala, Kecamatan Tamalate, sejak 37 tahun lalu. Mereka menggantungan hidup dari mengumpulkan kerang, ikan dan kepiting.

Seluruh keluarga, termasuk enam orang anak menantu dan cucu yang berjumlah belasan orang tinggal di daerah itu sebagai nelayan. Setelah pengusiran, mereka belum memiliki alternatif mata pencaharian. Sebagian besar barang yang sempat diselamatkan satu persatu dijual, termasuk perhiasan emas.

“Sampai sekarang saya sudah jual lemari. Emasku juga sudah 50 gram yang saya jual. Semua untuk biaya hidup karena tak ada lagi sumber mata pencaharian. Belum ada yang cari kerja karena masih bingung dan masih stres semua,” ucap Daeng Bollo.

David, juru bicara Solidaritas Masyarakat Pesisir Anti Penggusuran (Somasi), Rabu (16/4/14), mengatakan, pengusiran paksa ini mengabaikan asas-asas kemanusiaan dalam UUD 1945. Mereka menuntut pertanggungjawaban dari Pemprov Sulsel.

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar, turut mengecam tindakan pengusiran paksa ini. Haswansi Andy Mas, Kabid Internal LBH mengatakan, tindakan ini berdampak pada kehilangan mata pencaharian nelayan, dan tidak ada jaminan pendidikan dan kesehatan. Struktur sosial yang lama ada di kawasan itu juga hilang. “Mereka mengalami sejumlah kerugian materil akibat penggusuran paksa melalui aparat Brimob dan TNI.”

LBH Makassar menilai, keberadaan warga di kawasan itu sah. Selama 35 tahun secara fisik mereka dilengkapi surat hak garap dari pejabat setempat.

Reklamasi wilayah pesisir yang dilakukan PT. Yasmin Bumi Asri sangat bertentangan dengan asas kesejahteraan masyarakat.

“Harus tetap diingat, tujuan itu sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Jadi harus dijamin semua upaya pemerintah Sulsel tidak bersinggungan dengan kewajiban negara mensejahterakan rakyat dan tak menimbulkan pelanggaran HAM.”

CPI merupakan megaproyek Pemerintah Sulsel. Awalnya proyek ini akan dibiayai APBN dan APBD.  Dalam perkembangan, pemerintah pusat menolak membiayai proyek bernilai Rp200 miliar ini.

Tanpa dukungan pusat, Sulsel tetap membangun dengan pertimbangan kawasan itu potensial. Tahun 2014, misal, dianggarkan dalam APBD Rp39 miliar.

“Pengembangan kawasan CPI ini sangat potensial. Kalau pusat tidak mau, banyak investor yang berminat. Jadi buat apa kita bergantung pusat,” kata Syahrul Yasin Limpo, Gubernur Sulsel dikutip dari Harian Fajar, Jumat (4/4/14).

Pemerintah Sulsel menggandeng swasta dalam tahap awal reklamasi di lahan seluas 157 hektar, dari 1.500 hektar yang direncanakan. Dengan perjanjian, 157 hektar, 57 hektar diserahkan kepada provinsi menjadi area publik. Selebihnya, 100 hektar dikelola PT Yasmin Bumi Asri, sebagai kawasan industri.

Permasalahnnya, di lahan 157 hektar itu, terdapat pemukiman nelayan, diperkirakan seluas 17-20 hektar. Provinsi menuding mereka pemukim liar karena berlokasi di tanah timbul, sesuai PP No. 16 2004 tentang Penatagunaan Tanah disebut sebagai tanah negara.

Sebelum eksekusi, provinsi sudah tiga kali memberi peringatan agar warga meninggalkan lokasi.

Akhirnya pada pertemuan evaluasi antara sekretaris provinsi, Abdul Latief dengan kordinator pembangunan CPI, Soeprapto, pada 3 Maret 2014, disepakati penertiban paksa.

Eksekusi melibatkan aparat gabungan dari Satpol PP, Brimob Polda dan TNI, pada 10 Maret 2014, sekitar pukul 8.00 pagi, ketika sebagian besar warga berada di laut.

Penulis : Wahyu Chandra
Sumber berita: mongabay.co.id

Categories
Berita Media

LBH Makassar Nilai Gakumdu Tidak Tanggap dan Tegas

MAKASSAR,TRIBUN-TIMUR.COM -Lembaga Badan Hukum (LBH) Makassar menyesalkan sikap Penegakan Hukum Terpadu Pemilihan Umum (Gakumdu) yang terlibat dalam proses penanganan pelanggaran pemilu. Gukumdu dinilai tidak tanggap dan tegas karena tidak memproses semua pelanggaran pemilu baik berbentuk aduan maupun temuan.

Wakil Direktur LBH Makassar, Zlukifli Hasanuddin memaparkan, selama pemilu, pihaknya telah menebar para legal memantau pemilu di delapan kabupaten di Sulsel, meliputi Makassar, Gowa, Takalar,Maros, Pangkep, Soppeng, Wajo dan Bone. Setiap temuan pelanggaran pemilu yang ditemukan langsung oleh para legal maupun masyarakat langsung dilaporkan ke Panwas.

Di Kabupaten Soppeng, Para legal menemukan pelanggaran politik uang dan melaporkannya ke Panwas namun, Gakkundu tidak akui laporan para legal pemilu LBH padahal sudah dilaporkan dengan lampiran bukti dan saksi jelas.

“Bukan calegnya yang kita sesalkan tapi Gakumdunya. Padahal laporan kami lengkap dengan bukti dan saksinya,” kata Zulkifli saat bertandang ke Tribun bersama para legal, Senin (21/4/2014).

Ia menyebutkan, dari delapan kabupaten yang dipantau para legal, ada tiga daerah yang sangat banyak kecurangan ditemukan para legal yaitu Makassar, Gowa dan Soppeng. Menurutnya, sikap Gakundu selama ini tidak merespon baik aduan maupun temuan yang ada sehingga nasib pemilu ke depan akan lebih suram jika Gakumdu tidak mengambil sikap dengan semua temuan pelanggaran pemilu. (*)

Sumber berita: makassar.tribunnews.com

Categories
Berita Media

Makassar Darurat Geng Motor

MAKASSAR- Kota Makassar semakin tidak aman. Sebagian besar wilayah di kota ini seakan menjadi basis kawanan geng motor. Sedikitnya ada 29 titik paling rawan lokasi operasi geng motor di Kota Makassar.

Wilayah Pettarani, Perintis Kemerdekaan, Urip Sumiharjo, Abd Dg Sirua, Veteran, Alauddin, Cenderawasih, dan Ratulangi adalah beberapa titik yang kerap menjadi wilayah operasi geng motor.

Belum lagi, jalan-jalan kecil di antara jalan-jalan utama di Makassar. Aksi geng motor yang semakin brutal pun membuat aparat kepolisian kian meningkatkan intensitas pengetatan di sejumlah titik. Aparat kepolisian telah memperketat pemantauan terhadap kelompok geng motor yang sebelumnya telah teridentifikasi.

Kapolrestabes Makassar, Kombes Pol Wisnu Sandjaja telah menginstruksikan jajaran Satuan Reserse Kriminal dan Satuan Intelijen Polrestabes Makassar melakukan operasi rutin. Ada beberapa tim khusus yang dibentuk untuk fokus beroperasi menjaring geng motor. Khususnya di titik rawan.

“Ada tim khusus yang dibentuk dari Reserse dan Intelijen. Mereka akan berkoordinasi untuk kasus yang satu ini,” tegas Wisnu.

Instruksi tembak di tempat pun kini telah dikeluarkan. Wisnu pun menegaskan tidak akan memberikan kompromi terhadap semua pelaku dan anggota geng motor. “Kalau mereka sudah kedapatan berbuat kejahatan yang tidak bisa ditoleransi lagi, maka akan ada tembakan,” tegasnya lagi.

Kepala Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Makassar, AKBP M. Endro menegaskan, operasi geng motor sudah mulai berjalan. Beberapa tim sudah bergerak. “Optimalisasi penanganan geng motor akan berjalan seiring dengan pengamanan Pemilu,” ungkapnya.

Terpisah, Wakil Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar, Zulkifli, menyatakan bahwa rentetan kejadian dari keberingasan geng motor menunjukkan polisi tidak berdaya. Ini lantaran, geng motor sudah semakin pintar melihat momen. “Polisi harus punya metode khusus untuk memberantas geng motor,” jelasnya.

Zulkifli menilai, geng motor dibekingi oleh oknum. Terlihat dari rentetan peristiwa yang terjadi selama ini. “Dugaan kami, ada oknum yang membekingi geng motor ini. Mereka terlihat sangat terorganisasi. Apalagi pelakunya sebagian besar anak di bawah umur,” ungkapnya.

Dia pun menyarankan agar pihak kepolisian menelusuri dugaan ini. Karena upaya pemberantasan geng motor tidak hanya bisa sampai pada anggota geng motor.

“Polisi harus menyelidiki siapa yang mengorganisasi geng motor ini. Sehingga upaya pemberhentian dan penanggulangan geng motor bisa terasatasi dengan cepat,” harapnya.(zaq/ian)

Sumber berita: jppn.com

Categories
Berita Media

Penyidikan Anak Bawah Umur Tetap Kedepankan Perlindungan

REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR — Penyidikan terhadap para pelaku penganiaya korban meninggal Muhammad Syukur (7) yang masih teman sekolah korban, dipastikan akan sesuai dengan ketentuan hukum serta tetap mengedepankan perlindungan anak.

“Antara korban dan pelaku pengeroyokan yang usianya sama yakni tujuh tahun akan tetap kita proses sesuai dengan hukum yang berlaku. Tetapi, dalam proses pemeriksaan itu tetap mengedepankan perlindungan anak serta kasih sayang,” jelas Kabid Humas Polda Sulsel, Kombes Pol Endi Sutendi di Makassar, Rabu.

Ia mengatakan, dalam proses pemeriksaan terhadap pelaku pengeroyokan akan langsung ditangani oleh polisi wanita (Polwan) agar anak-anak tersebut tidak mengalami trauma berat.

Endi yang tidak ingin memberikan identitas kedua anak yang menjadi terlapor itu mengaku akan mengedepankan kasih sayang dalam penyidikan supaya anak tersebut terbuka kepada penyidik mengenai kronologis perkara yang mengakibatkan rekannya meninggal dunia.

“Kita tidak ingin mendapatkan kecaman dari lembaga maupun aktivis anak karena pelaku penganiaya ini masih berusia tujuh tahun dan ini juga kasus pertama yang ditangani kepolisian di Sulsel,” katanya.

Sebelumnya, Muhammad Syukur, (7) mengembuskan napas terakhir di Rumah Sakit Ibnu Sina, Makassar, Senin dinihari, 31 Maret 2014. Murid kelas I Sekolah Dasar Inpres Tamalanrea 5 Makassar itu diduga menjadi korban pengeroyokan teman sekolahnya pada Kamis pekan lalu.

“Awalnya kami anggap hanya sakit perut biasa. Tetapi sakitnya tidak kunjung sembuh. Sabtu baru dibawa ke rumah sakit,” kata ibu korban, Nurdani mengaku anaknya sempat mengeluh sakit pada bagian perut sehabis dipukuli dua temannya.

Korban dimakamkan di kampung halaman orang tuanya di Sempang, Kabupaten Wajo. Jenazahnya dimakamkan Senin, 31 Maret 2014. Nurdani memilih tidak ikut menghadiri acara pemakaman anak sulungnya itu karena menjaga bayinya.

Direktur lembaga bantuan Hukum Makassar, Abdul Azis, meminta Kepolisian tetap mengusut kasus tersebut dengan mengacu pada sistem peradilan terhadap anak.

Namun, dia juga meminta kepolisian agar tidak gegabah melakukan penanganan hukum. Sebab, Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak baru akan berlaku pada Agustus mendatang.

“Tetapi proses hukumnya bisa tetap berjalan dengan berkoordinasi bersama badan pengawas anak yang berkonflik hukum,” ujar Azis.

Sumber berita: berita.plasa.msn.com

Categories
Berita Media

LBH Makassar : Penyidik Polrestabes Makassar Masuk Angin!

MAKASSAR, RAKYATSULSEL.COM – Terkait kasus oknum penyidik Polrestabes Makassar yang melepaskan tiga pelaku penyelundupan BBM jenis solar, pada Februari 2014 lalu, dinilai oleh Wakil Direktur LBH Makassar, Zulkifli tidak profesional.

Menurutnya, tidak ada alasan penyidik Reserse Kriminal (Reskrim) Polrestabes Makassar untuk melepas tersangka bersama barang buktinya.

Baginya, dalih dilepaskannya tiga tersangka berikut barang bukti mobil penampung, Izusu Panther bernomor polisi DD 1040 AV, tidak profesional. Dalam hal ini penyidik masuk angin. Dalam kasus ini, proses hukum harus berlanjut untuk pengembangan, apalagi disita barang bukti 12 ton solar sebagai penguatan kasus.

“Saya rasa saat penangkapan pertama, tidak ada alasan tersangka dan barang bukti dilepas, meski alasannya apa. Karena, sudah dua alat bukti yang cukup untuk kasus ini diproses, keterangan pihak Brimob selaku pihak yang menangkap dan barang bukti solar sedemikian
banyaknya,” kata Zul

Beritakan pula sebelumnya, polisi berhasil menangkap Akbar (30), Icha (25) dan Haji Idris (50) bersama 12 ton solar dan sebuah mobil Izusu Panther warna silver dengan bernomor polisi DD 1040 AV, pada 13 Februari 2014. Mobil itu diduga kuat digunakan untuk mengumpulkan solar dari SPBU ke SPBU yang di Makassar.

Selanjutnya pada 27 Februari 2014 malam mobil tersebut kembali ditangkap oleh Satuan Intelkam Polrestabes Makassar. Mereka tertangkap tangan di SPBU Daeng Tata Makassar, diduga sedang mengumpulkan solar. Namun pada 28 Februari dinihari mobil tersebut lagi-lagi dilepaskan dengan alasan tidak cukup bukti. Padahal, polisi menemukan bukti berupa tangki di atas mobil tersebut yang hendak diisi solar dan uang tunai Rp 8 juta.

Anehnya dalam penanganan kasus ini, barang bukti berupa 12 ton solar malah disimpan di salah satu rumah penyidik.

Kabid Humas Polda Sulselbar, Kombes Pol Endi Sutendi saat itu juga sebenarnya tahu dan bilang barang bukti harusnya tetap disimpan di Polrestabes. Apalagi jika merujuk pada SOP yang ada.

“Kalau ada yang terjadi sesuatu dengan barang bukti itu, maka penyidik yang menyimpannya harus bertanggung jawab,” terang Endi yang diwawancari pada 6 Maret 2014, lalu.

Penulis: Adil Patawai Anar
Editor: Azis Kuba
Sumber berita: rakyatsulsel.com

Categories
Berita Media

LBH Makassar : Polisi Tak Punya Nyali Ungkap Peluru Nyasar

Makassar – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar menilai polisi tidak punya nyali untuk mengungkap kasus peluru nyasar yang kerap terjadi di Makassar belakangan ini. Polisi harusnya bisa menenangkan psikologi masyarakat, yang terganggu melakukan rutinitas karena kasus ini.

“Apakah polisi tidak punya kemampuan atau tidak punya nyali dalam mengungkap kasus ini,” ujar Direktur LBH Makassar, Abdul Azis ketika dihubungi wartawan, Kamis (20/3/2014).

Azis menilai tidak mampunya polisi menuntaskan kasus peluru nyasar akan berpengaruh secara psikologis kepada masyarakat yang berharap mendapatkan keamanan. Disinilah kredibilitas polisi dalam melindungi masyarakat dipertaruhkan.

Lebih lanjut Azis mengatakan, jika polisi tak bisa mengungkap kasus ini, berarti pimpinan polisi dalam hal ini Polrestabes Makassar gagal melaksanakan tugasnya.

“Aparat kepolisian dalam hal ini Kapolda Sulselbar, Irjen Pol Burhanuddin Andi dan Kapolrestabes Makassar Kombes Pol Wisnu Sandjaya gagal dalam memimpin institusinya,” terangnya.

Kasus terbaru peluru nyasar terjadi di 2 tempat. Ibrahim (47) warga Jl Kandea tiba-tiba terkena peluru nyasar di bagian punggungnya, pada Selasa (18/3) malam lalu. Di hari yang sama juga terjadi di Pondok Indah Permai, Jl Perntis Kemerdekaan, peluru menembus lemari pakaian Dalsri Yuliana (16).

Reporter : Hidayat Basri
Sumber berita: klikmakassar.com

Categories
Berita Media

LBH Resmi Lapor Kapolrestabes Makassar ke Komisi III RI

MAKASSAR, TRIBUN TIMUR.COM -Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar telah melaporkan pihak kepolisian Polrestabes Makassar ke Kompolnas dan Komisi III, dengan laporan penyerobotan lahan seluas 60 are milik Dg Nyomba yang terletak di Jl Bonto Lanra, Banta-bantaeng kecamatan Rappocini Makassar.

Menurutnya, Dg Nyomba yang merupakan pemilik tanah yang sah telah menguasai tanah tersebut sejak tahun 1977 atas dasar kempemlikan berupa bukti rincik atas nama neneknya yang bernama Alm Nahon.

Ketua LBH Abdul Azis mengatakan Polrestabes tidak profesinalisme dalam menjalankan tugas. Menurutnya polisi telah melakukan perbuatan melawan hukum yang melindungi preman yang sementara melakukan pengrusakan pagar yang sementara terpasang.

“Kami anggap Polisi sudah berpihak kepada orang berduit. Tidak berpatokan lagi dengan ketentuan hukum. Saya menyatakkan bahwa Polrestabes Makassar sudah melanggar Hak Asasi Manusia (HAM),” ujar Abdul Azis.

Menurutnya, proses pengaman yang dilakukan oleh Polrestabes Makassar atas permintaan oleh penggugat yang merupakan salah seorang pengusaha yang bernama Hariyadi Winatea untuk melakukan penyerobotan tanah milik ahli waris Dg Nahong.

Proses pengamanan tersebut merupakan suatu hal yang sangat berlebihan dan tidak menghargai hak seseorang serta tidak menghargai proses hukum yang telah dilakukan.

Pada 12 Maret dan 14 Maret 2014 polisi Polrestabes Makassar datang ke lokasi sengketa dengan alasan mengamankan kedua belah pihak yang bersitegang. Pada (14/3) Polisi datang ke lokasi dan membawa surat perintah dari Kapolrestabes Makassar yang dipimpin oleh Koeswanto secara terang-terangan menyatakan kepada LBH bahwa mereka akan melakukan pengamanan kepada pihak yang akan melakukan pemagaran tanah sengketa.

“Kami menduga bahwa tidakan yang dilakukan oleh Polisi merupakan tindakan main hakim sendiri dan melakukan tindakan penyerobotan lahan,” ujar Azis.

Namun pada saat preman sementara melakukan pemagaran Polisi tidak melakukan sebuah tindakan hukum ia hanya membiarkan sejumlah preman tersebut unntuk melakukan pengrussakan.

Melihat hal tersebut, Azis berpendapat bahwa polisi sengaja membantu dan membiarkan para preman tersebut melakukan tindakan melawan hukum dan penyerobotan tanah.

LBH menyatakan mengecam tindakan Polisi Polrestabes Makassar yang telah bertindak tidak netral dan diduga telah melakukan pembiaran terhadap tindakan pelanggaran hukum, karena tindakan tersebut merupakan bentuk tindakan tidak profesional dan merupakan pelanggaran kode etik.

Selain itu, ia juga mendesak Kapolda untuk segera melakukan pemeriksaan terhadap anggota Polisi Polrestabes Makassar dengan tindakannya yang tidak netral dan membiarkan preman melakukan pelanggaran hukum.

Dan mendesak Kapolrestabes untuk menghentikan proses pengamanan atas dasar permintaan dari pengusaha Hariady Winatea.

Sementara Kapolrestabes Makassar Kombes Pol Wisnu Sandjaja, melalui telepon seluler enggan berkomentar. (*)

Sumber berita: makassar.tribunnews.com

Categories
Berita Media

LBH Lapor Kapolrestabes ke Propam

 

MAKASSAR, BKM–Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar melaporkan Kepala Kepolisian Resort Kota Besar (Kapolrestabes) Makassar, Kombes Wisnu Sandjaja ke Bagian Profesi dan Pengamanan Mabes Polri . Laporan ini berkaitan dengan adanya surat perintah pengamanan terhadap pengusaha bernama Hariyadi Winantea untuk memagari lahan milik Samsuddin Dg. Nyoma, ahli waris almarhum Nahong di Jalan Bonto Lanra, Kecamatan Rappocini.

Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar, Abdul Azis saat konfrensi pers di kantor LBH Makassar, Jum’at (14/3) mengatakan, tanggal 12 hingga 14 Maret 2014 pihak Polrestabes makassar datang ke lokasi dengan alasan mengamankan kedua belah yang bersitegang. Namun, Jum’at (14/3), pihak kepolisian membawa surat perintah dari Kapolrestabes Makassar dan memperlihatkan kepada pihak LBH Makassar bahwa mereka akan melakukan pemagaran lokasi.
“Kami menduga tindakan pengamanan terhadap pihak yang akan melakukan pemagaran tersebut adalah tindakan main hakim sendiri dan merupakan sebuah dugaan penyerobotan lahan. Ini tanah warisan, kalau memang pihak lain juga mempunyai bukti itu lahannya maka harusnya dia menggugat bukannya memagar lokasi orang bahkan difasilitasi pengamanan oleh pihak kepolisian. Aneh jika kepolisian diduga dimanfaatkan oleh individu. Beda jika diminta oleh pengadilan dalam hal eksekusi. Ini bukan mengamankan eksekusi,” kata Azis.

Azis mengungkapkan, yang menguasai lahan selama ini adalah ahli waris Nahong dengan putusan pengadilan No. 368/Pid.B/2013/PN.Mks dan pihak Hariyadi Winantea dalam putusan tersebut tidak pernah membuktikan kepenguasaannya atas lahan tersebut sehingga ahli waris Nahong yang pernah dilaporkan pidana oleh Hariyadi diputuskan bebas dari segala hukum
Kapolrestabes Makassar, Kombes Wisnu Sandjaja hingga Jum’at petang kemarin berlum berhasil dikonfirmasi. Berkali-kali nomor telepon selulernya dihubungi namun tidak diangkat. Pesan singkat (SMS) yang dilayangkan BKM sekaitan dengan masalah ini juga tidak dijawab.(eka/cha/C)

Sumber berita: beritakotamakassar.com