Categories
EKOSOB slide

Penangkapan Petani Hutan Laposo Niniconang Melawan Hukum, Hakim Putus Penetapan Tersangka dan Penahanan Tetap Sah

Hakim Praperadilan kabulkan sebagian permohonan 3 (tiga) Petani Kawasan Hutan Laposo Niniconang Kab. Soppeng (9/1) yang ditangkap pihak BPPHLHK pada 22 Oktober 2017. Sidang pembacaan Putusan Praperadilan di Pengadlan Negeri Makassar dipimpin oleh Hakim tunggal Budiansyah, S.H., M.H. Dalam amar putusannya, menyatakan bahwa penangkapan terhadap Jamadi (45 tahun) dan Sukardi (39 tahun) adalah tidak sah. Lebih lanjut dalam pertimbangannya, Hakim menilai bahwa penangkapan yang dilakukan oleh pihak kehutanan/Termohon dilakukan dengan cara melawan hukum, karena Jamadi dan Sukardi tidak sedang melakukan tindak pidana. Sehingga alasan ‘tertangkap tangan’ tidak dapat dibenarkan. “Putusan ini menjadi pelajaran bagi pihak kehutanan/Termohon agar kedepannya tidak lagi melakukan tindakan penangkapan secara sewenang-wenang,“ ujar Hakim Budiansyah.

Namun di sisi lain, Hakim juga menyatakan dalam amar putusannya bahwa penetapan tersangka dan penahanan terhadap tiga petani tersebut sudah sesuai dengan prosedur. Sehingga pokok perkaranya tetap dilanjutkan. Menanggapi hal ini, LBH Makassar selaku penasehat hukum petani menyayangkan putusan Hakim yang tidak sepenuhnya berpihak pada keadilan bagi kaum miskin dan marjinal. Jika penangkapan dilakukan dengan cara melawan hukum, maka proses selanjutnya berupa penetapan tersangka dan penahanan menjadi tidak sah. Karena proses awalnya tidak sah, maka proses selanjutnya secara mutatis mutandis akan batal demi hukum/tidak sah. Dalam perkara ini, seharusnya Hakim bertindak lebih progresif dan melihat perkara ini secara utuh yaitu proses penangkapan, penetapan tersangka dan penahanan adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

Dalam sidang sebelumnya dengan agenda mendengarkan keterangan saksi fakta dari pihak termohon, muncul fakta bahwa Surat Perintah Penangkapan baru dikeluarkan pada tanggal 25 Oktober 2017, 3 (tiga) hari setelah penangkapan para pemohon. Fakta ini membuktikan bahwa penangkapan selama 3 (tiga) hari pada tanggal 22 s/d 24 Oktober 2017 terhadap 3 (tiga) petani tanpa status hukum yang jelas merupakan pelanggaran HAM, karena pihak BPPHLHK telah mengekang kebebasan mereka secara sewenang-wenang dan tanpa dasar hukum.

Petani Kelola Kebun di Kawasan Hutan Secara Turun-Temurun

Dalam fakta persidangan pada tanggal 3 Januari 2018, 4 (empat) saksi dari pemohon menerangkan bahwa mereka yang ditangkap benar berasal dari kampung Coppoliang dan kampung Jollle, Desa Umpungeng, Kab. Soppeng, serta telah tinggal dan berkebun di kampungnya secara turun-temurun. Lebih lanjut saksi menyatakan bahwa pada tahun 1975 orangtua mereka telah menanam kopi di kebunnya, Sedangkan penunjukan kawasan hutan Laposo Niniconang baru pada tahun 1987 dan penetapannya pada tahun 2014.

Artinya, ketiga petani yang ditangkap sudah mengelola kebunnya sebelum penunjukan dan penetapan kawasan hutan Laposo Niniconang. Dengan demikian, penangkapan terhadap 3 (tiga) petani tersebut di atas telah melanggar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 95/PUU-XII/2014 tertanggal 10 Desember 2015 yang pada pokoknya menyatakan bahwa “Ketentuan Pidana Kehutanan dikecualikan terhadap masyarakat yang secara turun – temurun hidup di dalam kawasan hutan dan tidak ditujukan untuk kepentingan komersil”.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *