Categories
Berita Media

LBH Ingin Reposisi Fungsi Polri

BOMBENEWS.COM — Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar mendesak dilakukannya reposisi kewenangan dan fungsi Polri. LBH mengaku, sejak reformasi Polri digulirkan, telah terbangun kesepahaman bersama mengubah pendekatan keamanan personil Polri dari pelayanan negara menjadi pelayanan masyarakat.

“Oleh karena itu, masalah keamanan merupakan bagian integral dari upaya pembangunan masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera, ” ujar Ketua LBH Makassar, Abdul Azis, Jumat (29/5).

Abdul Azis menambahkan, kepolisian lebih menganggap penegakan hukum sebagai tugas pokok dan dipandang terpisah dari fungsi melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat.

Menurutnya, tidak heran kalau penegakan hukum yang dilakukan kepolisian cenderung mengabaikan perlindungan hak-hak hukum dan rasa keadilan masyarakat. Hal ini terlihat dari banyaknya kasus-kasus kekerasan aparat keamanan yang hingga kini jalan di tempat dan hanya diselesaikan hingga di tingkat sidang kode etik dan disiplin saja.

Asiz juga mengatakan, tindakan diskriminatif polisi terhadap golongan atau kelompok-kelompok masyarakat minoritas dan marginal, seperti Ahmadiyah, Syiah, LGBT, dan lain-lain perlu mendapat perhatian.

“Dalam kasus Ahmadiyah dan Syiah, polisi cenderung membiarkan tersulutnya konflik horizontal di masyarakat. Sementara LGBT banyak mendapat diskriminasi bahkan secara langsung oleh aparat penegak hukum itu sendiri,” kata Asiz.

LBH Makassar sebelumnya telah mencatat beberapa kasus-kasus kekerasan aparat yang tidak berjalan tuntas. LBH Makassar sendiri, kata dia, telah menangani 18 kasus kekerasan aparat yang masih mandek sejak tahun 2009 hingga 2015.

“Ada beberapa contoh kasus bukti kekerasan aparat diantaranya, adalah kasus Agus Salim yang dituduh mencuri dan diamankan oleh polisi namun tidak pernah diperiksa oleh penyidik, selang 4 jam, kemudian keluarga mendapat kabar bahwa yang bersangkutan meninggal dunia,” bebernya.

Selain itu, kasus Dede dan Rahmat, terpidana kasus pembunuhan yang mengaku mengalami kekerasan selama proses penyidikan di kepolisian dimana yang bersangkutan dipaksa mengakui turut serta dalam kasus pembunuhan.

Kasus Surya, yang dituduh melakukan pembunuhan, dipaksa mengakui dan mengalami penganiayaan, bahkan telah ditembak beberapa kali. Kasus Randi Rahman, seorang anak yang diduga melakukan penganiayaan, mengaku mendapatkan kekerasan fisik selama menjalani pemeriksaan di kepolisian.

“LBH Makassar bersama Koalisi Reformasi Kepolisian Republik Indonesia berinisiatif untuk membangun kesepahaman bersama akan pentingnya melakukan reformasi kepolisian, dimana masyarakat sipil harus memberikan kontribusi konkrit secara aktif,” tegasnya.

Advokasi reformasi kepolisian ini, lanjutnya, akan dijalankan seiring dengan rencana pembaharuan hukum pidana nasional Indonesia. Advokasi reformasi kepolisian dimulai dengan menginventarisir beberapa masalah pokok terkait fungsi, kewenangan, dan kelembagaan Polri secara umum.

Kehadiran pengawas eksternal seperti Kompolnas pun sejauh ini dinilai LBH Makassar masih tidak mampu memperbaiki kinerja kepolisian, khususnya penyalahgunaan fungsi dan kewenangannya. Akibatnya, pengawas eksternal sekali pun tidak mampu berbuat apa-apa terhadap kasus-kasus kekerasan aparat keamanan yang mandek proses penegakan hukumnya. Saksi dan korban dalam kasus kekerasan aparat keamanan pun tidak mendapat perlindungan yang memadai dari LPSK.

“Sejauh ini terlihat dengan jelas bahwa Polisi belum dapat masuk ke dalam ruang-ruang kehidupan publik dengan kewenangan yang terkendali secara cermat, dan belum terwujudnya prinsip akuntabilitas dalam institusi Kepolisian, ” tandasnya.

LBH juga mendesak perlunya melakukan reposisi dan desentralisasi terhadap pengawas eksternal dalam hal ini Kompolnas, LPSK dan Ombudsman serta menyerukan kepada seluruh elemen organisasi masyarakat sipil untuk bergabung dalam advokasi reformasi kepolisian. (*)

Sumber berita: bombenews.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *