Categories
Berita Media

Penyelesaian Kasus HAM Jangan Hanya Rekonsiliasi

JAKARTA – Sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) penggiat keadilan dan hak asasi manusia (HAM) menyayangkan niat pemerintah yang mengedepankan rekonsiliasi dalam menyelesaikan kasus pelanggaran HAM pada masa lalu. Tidak hanya menguntungkan pelaku kejahatan, langkah itu juga dinilai akan memotong mata rantai pengungkapan sejarah yang berdampak pada tidak terpenuhinya rasa keadilan bagi korban.

”Kami apresiasi inisiatif pemerintah, tapi ya jangan serampangan. Menyelesaikan kasus HAM tidak seperti ini. Di situ ada hak korban, ada keadilan,” tutur Direktur Eksekutif Human Rights Working Group (HRWG) Rafendi Djamin di kantor HRWG, Gondangdia, Jakarta, Minggu (24/5).

Menurut Rafendi, rekonsiliasi tidak bisa dilakukan tanpa ada pengusutan kasus secara komprehensif terlebih dahulu. Pengusutan itu penting untuk mengungkap apa fakta sebenarnya dan siapa pelaku serta korbannya. ”Kesannya jadi seperti malas berpikir,” ungkap pria asal Sumatera Barat tersebut. Dengan menyelesaikan semua ganjalan, lanjut Rafendi, penyelesaian kasus HAM tidak menyisakan pekerjaan rumah bagi bangsa ini ke depan.

Aktivis HAM dan demokrasi tersebut juga mempertanyakan pembentukan komite melalui keputusan presiden (keppres), bukan dengan undang-undang (UU). Dia mengungkapkan, kekuatan dan kewenangan lembaga yang dibentuk keppres dengan UU akan berbeda sehingga berpengaruh pada hasil yang dicapai nantinya. ”UU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (UU KKR) yang direncanakan jangan dilupakan,” tandasnya.

Sebelumnya Jaksa Agung M. Prasetyo menjelaskan, pendekatan rekonsiliasi dipilih pemerintah mengingat beberapa kasus sudah lama terjadi sehingga menyulitkan penyidikan. Rencananya, semua kasus itu diselesaikan secara gabungan, tidak diungkap satu per satu.

Menanggapi alasan jaksa agung, peneliti Imparsial Ardi Manto Ardiputra enggan menerima. Dia menilai yang penting adalah upaya untuk menyingkap kebenaran dilakukan terlebih dahulu. ”Ada beberapa saksi yang bisa dimintai keterangan, tapi itu pun tidak dilakukan,” ucapnya.

Sementara itu, Direktur Advokasi dan Kampanye Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Bahrain mengkritik cara penyelesaian yang digabungkan. Menurut dia, setiap kasus memiliki karakteristik persoalan dan tingkat pelanggaran yang berbeda. Karena itu, upaya penyelesaiannya harus berbeda. ”Ini bahaya, akan mengubur sejarah,” cetusnya. (far/c9/end)

Sumber berita: jawapos.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *