Categories
Berita Media

Tes Senjata Baru, Dor! Anak Buah Kasat Sabhara Tertembak

TEMPO.CO, Makassar – Kepala Satuan Sabhara Kepolisian Resor Besar Kota Makassar Ajun Komisaris Besar Hardeni diduga tak sengaja menembak anak buahnya, Ajun Inspektur Satu Simamorang, di Markas Kepolisian Sektor Rappocini, Rabu malam, 20 Mei 2015.

Beruntung, senjata yang digunakan bukan senjata api dengan peluru tajam, melainkan senjata semacam flash ball alias pelontar gas air mata dengan bentuk yang lebih kecil. Simamorang mengalami luka ringan pada pelipis kemudian dilarikan ke Rumah Sakit Bhayangkara Makassar.

Kepala Polrestabes Makassar Komisaris Besar Fery Abraham membenarkan peristiwa itu. “Memang benar ada kejadian itu karena tiba-tiba senjata baru itu meletus. Insiden itu sama sekali tidak disengaja,” kata Fery saat dihubungi Tempo, Jumat, 22 Mei.

Dari informasi yang dihimpun Tempo, peristiwa itu terjadi saat Simamorang bersama rekannya beristirahat setelah menjalankan tugas pengamanan Hari Kebangkitan Nasional. Simamarong bertugas mengawal sekaligus meredam demonstrasi mahasiswa yang berujung bentrok di depan Universitas Muhammadiyah, Makassar, di Jalan Sultan Alauddin.

Saat berada di Markas Polsek Rappocini untuk beristirahat, Hardeni memegang senjata baru miliknya. Tak disangka, senjata itu meletus dan mengenai Simamarong yang berada di dekatnya.

Beruntung, senjata yang dipakai atasannya itu tidak mematikan. “Isinya bukan peluru tajam, melainkan semacam serbuk merica yang hanya membuat mata perih,” ucap Fery.

Disinggung soal tindak lanjut perbuatan Hardeni, Fery mengatakan sejauh ini belum ada proses lanjutan di Unit Propam. “Mana ada pimpinan yang sengaja menembak anak buah sendiri? Untuk apa?” ujarnya.

Konfirmasi secara terpisah, Hardeni membantah insiden itu. “Tidak ada itu. Tidak ada,” katanya.

Wakil Direktur Lembaga Bantuan Hukum Makassar Zulkifli Hasanuddin mengatakan, sengaja atau tidak, kasus penembakan terhadap Simamorang oleh atasannya mesti diusut Unit Propam. Hal itu untuk mengetahui apakah ada pelanggaran disiplin maupun kode etik yang dilakukan Hardeni. “Tidak boleh dibiarkan tanpa ada proses lanjut,” tuturnya.

Menurut Zulkifli, penembakan terhadap Simamorang, kendati menggunakan peluru yang tidak mematikan, merupakan pembelajaran bagi aparat kepolisian untuk lebih berhati-hati memakai senjata. “Bila saja pimpinannya memegang senjata api dengan peluru tajam, meski tak disengaja, ceritanya bisa berbeda,” ujarnya.

[Tri Yari Kurniawan]

Sumber berita: nasional.tempo.co

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *