Categories
Berita Media

Revisi UU Pilkada Bisa Dianggap Penyalahgunaan Wewenang

Jakarta, CNN Indonesia — Rencana DPR untuk melakukan revisi terhadap Undang-Undang No. 8 Tahun 2015 tentang Pilkada masih terus didegungkan hingga sekarang. Namun rencana tersebut mendapat tentangan dari Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pilkada.

Bahrain, perwakilan dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengungkapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku penyelenggaran pilkada harus berhati-hati melihat langkah DPR tersebut. Menurutnya, tindakan DPR yang berkukuh untuk merevisi bisa dianggap sebagai tindakan penyalahgunaan wewenang.

Bahkan, Bahrain pun menyoroti aktivitas DPR yang “sibuk” padahal sedang berada di masa reses. “Baru kali ini juga reses membahas UU, biasanya reses tak pernah mau diganggu,” kata Bahrain di Jakarta, Jumat (8/5).

“Sekarang dia siapkan amunisi. Kekhawatiran ini kita sudah sampaikan ke KPU agar berhati-hati karena tindakan ini bisa saja menyalahgunakan wewenang,” kata Bahrain.

Lebih jauh Bahrain mengatakan penyalahgunaan bisa dikategorikan sebagai tindakan yang melawan hukum atau tindak pidana.

Bahrain menambahkan hal tersebut perlu disampaikan ke kejaksaan untuk melihat apakah perbuatan tersebut bisa benar-benar disebut penyalahgunaan wewenang.

Bahrain mewakili Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pilkada mengungkapkan agar KPU jalan terus dan tidak perlu mengindahkan desakan DPR. Hal tersebut didasari oleh problem revisi adalah konflik internal, bukan konflik KPU.

“Kita perlu sampaikan ke kejaksaan untuk melihat apakah ini menyalahgunakan wewenang atau tidak,” ujarnya.

“Problem paling dasar adalah konflik ini merupakan konflik mereka sendiri, bukan konflik KPU. Kita harap KPU jangan terpengaruh dan jalan terus,” kata Bahrain menegaskan.

Saat ini, pimpinan DPR bersama dengan Komisi II kembali melakukan pembahasan mengenai pencalonan untuk Pilkada 2015. Sebelumnya, ada tiga rekomendasi yang dihasilkan dalam rapat Panja Pilkada Komisi II bersama dengan Kementerian Dalam Negeri. Pertama adalah sepakat untuk menggunakan putusan inkracht.

Apabila belum inkracht, usulan berikutnya adalah upaya islah. Upaya ini yang ternyata belum bisa direalisasikan bagi partai beringin ini.

Kemudian, sampai tenggat pendaftaran pencalonan pada 26-28 Juli mendatang, dan belum ada putusan inkracht atau belum terjadi islah, maka diusulkan KPU menggunakan hasil putusan pengadilan terakhir, meskipun belum inkrah.

Awalnya, KPU enggan untuk menerima poin ketiga rekomendasi Panja Pilkada yakni menerima putusan pengadilan terkini meski belum inkracht.

Kendati demikian, rekomendasi tersebut diterima seiring dengan adanya revisi terbatas atas undang-undang mengenai partai politik dan pilkada yang akan dilakukan oleh DPR dan pemerintah.

Langkah tersebut diambil untuk memberikan payung hukum kepada parpol yang bersengketa untuk dapat ikut pilkada. (hel)

[Aulia Bintang, CNN Indonesia]

Sumber berita : cnnindonesia.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *