“Siapa tidak marah dan berlawan, ketika hak milik dan tempat tinggal layak diganggu dan direnggut oleh mereka yang tidak berkepentingan!”
3 (tiga) bulan terakhir sejak awal tahun 2017, Ibu Meti terlihat gusar dan tidak dapat beraktivitas seperti biasanya. Ibu Meti, yang kesehariannya bekerja di kantor Kelurahan Bara-Baraya harus berhadapan pada kondisi terancam kehilangan hak miliknya atas rumah tinggal di kelurahan Bara-Baraya akibat upaya pengosongan secara paksa oleh Kodam VII Wirabuana.
Akhir tahun 2016, 102 rumah dengan ratusan Kepala Keluarga dalam area Asrama TNI Bara-Baraya, terpaksa harus angkat kaki dari rumahnya yang telah diratakan dengan tanah oleh pihak Kodam VII Wirabuana. Belum puas dengan aksinya, sekarang Kodam VII Wirabuan berniat menggusur rumah warga di bagian timur dan barat luar asrama. Tak luput, juga akan menyasar rumah Ibu Meti.
Melalui tiga kali surat peringatan, Kodam VII Wirabuana aktif menekan dan mengintimidasi warga. 15 Maret 2017, Kodam VII Wirabuana mengelurkan peringatan ketiganya melalui surat No. B/614/III/2017 perihal pengosongan lahan baik di wilayah timur dan barat luar asrama TNI Bara-Baraya. Surat intimidatif tersebut pun disertai dengan aksi intimidasi yang kerap dialami warga setiap hari – setiap malamnya hingga sekarang. Sehingga tak sedikit warga harus tetap berjaga hingga larut malam jelang subuh, demi menjaga haknya tidak dicerabut secara paksa.
Penolakan warga atas upaya penggusuran ini bukanlah tanpa dasar yang jelas. Warga telah menguasai tanah lokasi dan bangunannya sejak tahun 1964/1965 hingga sekarang, secara berturut-turut tanpa adanya masalah dari pihak-pihak lain. Atas dasar ketentuan pasal 24 ayat (2) PP No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dengan tegas menunjukkan warga merupakan penguasa tanah (Bezitter) karena telah 20 tahun lebih secara berturut-turut menguasai tanah tersebut.
Dilihat dari objek sengketa, tanah secara keseluruhan, baik asrama TNI Bara-Baraya dan tanah hunian warga bagian timur dan barat adalah milik Alm. Moedhinoeng Dg Matika, berdasarkan Verponding No. 2906 dengan luas 32.040 M2, yang kemudian secara hukum kepemilikan tanah jatuh kepada ahli waris, isteri dan anak-anaknya; Kasiang Dg Ratu (isteri), Nurdin Dg Nombong (anak), Daniah Dg Ngai (anak) dan Dg Ngugi (anak). 12 April 1959, Komando Rayon Militer (Koramil) Kota Makassar menyewa sebagian tanah dengan luas 28.970,10 M2 dari ahli waris Nurdin Dg Nombong berdasarkan Perjanjian Sewa Menyewa (PSM) No. 88/T/459. Namun yang digunakan untuk Asrama TNI-AD Bara-Baraya hanya seluas 22.083 M2. Sisa tanah seluas 6.887 M2, Kasiang Dg Ratu (istri/ ahli waris) memberikan Hak Sewa Tanah kepada warga 8 KK yang terletak di sebelah barat asrama TNI Bara-Baraya, dan sisa tanah sebelah timur dijual oleh Daniah Dg Ngai (anak/ahli waris) kepada warga 20 KK. Dari dasar inilah, sangat jelas Kodam VII Wirabuana tidak memiliki hubungan hukum kepada warga di sebelah barat dan timur asrama. Sehingga Kodam VII Wirabuan tidak memiliki kewajiban untuk mengembalikan tanah secara keseluruhan kepada ahli waris. Dengan kata lain, Kodam VII Wirabuana telah melampaui kewenangannya dan melanggar hukum dengan tetap merencanaan penggusuran terhadap tanah dan bangunan yang dikuasai oleh warga di sebelah timur dan barat asrama TNI Bara-Baraya.
Tidak hanya itu, sikap keras Kodam VII Wirabuana untuk tetap akan merencanakan penggusuran telah berpotensi pada pelanggaran hak asasi manusi (HAM) dan hak-hak konstitusi warga, terutama pada hak atas kepemilikan pribadi dan tempat tinggal yang layak.
Ibu Meti tidak sendiri. Setidaknya dari 28 petak lahan, terdapat 67 kepala keluarga dengan total 271 jiwa (termasuk perempuan dan anak) yang menolak dan melawan rencana penggusuran. Mereka berjuang, berjaga tiap malam, berkonsolidasi agar penggusuran tidak terjadi secara tiba-tiba. Mereka sadar atas hak-hak dasar yang mereka miliki dan diperjuangkan.
Ayo dukung #SaveBara-Baraya. Perjuangan warga Bara-Baraya menandakan rayat telah sadar hak dan hukum dan tidak dengan mudah hak-haknya direbut atau dicabut oleh kelaliman suatu kekuasaan. Dukungan atas Petisi ini akan menguatkan kekuatan perjuangan ini dan mendesak Panglima TNI dan Kodam VII Wirabuana untuk segera membatalkan rencana penggusuran.