Saya tak melihat ada yang salah dengan status, seorang ibu rumah tangga, Yusniar (27). Status yang ia tulis masih ‘no mention’, karena tak ada nama siapapun. “Alhamdulillah Akhirnya selesai juga masalahnya. Anggota DPR tolo, pengacara tolo. Mau nabantu orang yang salah, nyata-nyatanya tanahnya ortuku pergiko ganggu-ganggui Poeng,” Namun Sudirman Sijaya menjadi baper (bawa perasaan), merasa dirinya yang dimaksud dalam status tersebut.
Memang ada yang cocok dengan dirinya, karena ia anggota DPRD dan juga pengacara. Harusnya ia mengakui juga bahwa dirinya seorang yang tolo, yang menyalah-gunakan jabatan dan melakukan tindakan kesewenang-wenangan. Supaya lebih lengkap atribut yang tepat untuk seorang legislator yang menistakan harkat dan martabat perempuan. Penistaan itu, ia lakukan karena mengkriminalisasi Yusniar mengggunakan produk gagal dari era reformasi berupa UU ITE.
Yusniar pasti mengalami tekanan mental yang parah, setelah melihat ratusan lelaki sangar, tanpa atribut, dan melakukan intimidasi pada dirinya dan keluarganya. Sebagai perempuan, ia tak memiliki kuasa untuk menahan sedikit pun tindakan premanisme. Eksekusi ilegal yang dilakukan para preman yang dipimpin Sudirman Sijaya, sama sekali tak pantas dilakukan seorang anggota dewan.
Saya yakin seratus persen bahwa hanya orang tolo dan seratusan orang dungu lainnya yang mampu melakukan tindak kekerasan tersebut di depan mata seorang perempuan ibu rumah tangga.
Linggis dan balok kayu, sudah lebih dari cukup untuk membuat Yusniar ketakutan. Ditambah lagi teriakan arogan dari Sudirman Sijaya, “Bongkar, saya anggota dewan.” Kemudian terdengar lagi penambahan volume suara keras kepongahannya, “Saya pengacara!”
Relasi kuasa yang tak sejajar, menempatkan Yusniar dalam posisi yang sangat rentan untuk tak mendapat perlakuan hukum yang adil. Diskriminasi hukum yang dilakukan polisi kepada perempuan marjinal, yang hanya ibu rumah tangga, harus mendapat penanganan khusus. Tindakan pengrusakan dan teriakan keras ketika menghancurkan rumah, merupakan bentuk keangkuhan berlebihan dari laki-laki yang sok berkuasa tersebut.
Dalam kondisi seperti itu, apalah kuasa dan daya Yusniar. Tak ada kerabat yang bisa menandingi kuasa jahat Sudirman Sijaya. Ia hanya bisa menuliskan, rasa tertindas dan terintimidasi tersebut, melalui halaman Facebook. Sesuatu yang pasti saya juga lakukan, bila berada dalam suasana selemah itu. Allah pasti akan menolong hamba-Nya yang lemah dan tertindas, itu keyakinan saya.
Semoga Sudirman Sijaya sadar atas perbuatan nista, keji, dan zalim tersebut. Atas perbuatannya, sehingga Yusniar kini dipenjara. Mudah-mudahan kedurjanaan Sudirman Sijaya bisa berhenti atau dihentikan oleh hukum. Saya sungguh berharap, tak ada lagi perempuan yang mengalami perlakuan tak beradab darinya.
Saya memang marah, karena saya tahu betapa sulit berada dalam posisi tertindas seperti Yusniar. Untuk itulah, melalui petisi ini, saya berharap besar agar:
- Penangguhan penahanan Yusniar
- Bebaskan Yusniar dari segala tuntutan hukum.
- Mendesak Kapolda Sulsel untuk mempercepat proses hukum Sudirman Sijaya.
- Memberhentikan Sudirman Sijaya sebagai anggota DPRD Jeneponto dan anggota Partai Gerindra.
- Cabut pasal 27 ayat (3) UU ITE
- Sudirman Sijaya harus mengganti kerugian material dan inmaterial untuk Yusniar dan keluarganya.
petisi dibuat oleh: Koalisi Peduli Demokrasi (Kopidemo)