Oleh: Haswandy Andy Mas

(Direktur LBH Makassar)

 

Pengentasan Kemiskinan Lewat Program Bantuan Hukum
(Kritik dan saran terhadap Visi-Misi Pasangan Cagub- Cawagub Provinsi Sulsel)

Dari dokumen visi-misi keempat pasangan cagub dan cawagub Provinsi Sulawesi Selatan 2018 – 2023 dan tiga edisi debat yang diselenggarakan oleh KPU, semua pasangan telah menyinggung isu kemiskinan dan berbagai rencana program terkait upaya meningkatkan kesejahteraan dan pengentasan kemiskinan. Namun tidak satupun yang menyinggung terkait pentingnya program Bantuan Hukum bagi kelompok masyarakat miskin (poor) dan kelompok rentan lainnya khususnya perampuan dan penyandang disabilitas sebagai salah satu strategi penanggulangan atau pengentasan kemiskinan.

Padahal program bantuan hukum dapat berkontribusi terhadap pengentasan kemiskinan, selain memang dalam UU No. 16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, telah sangat tegas menyebutkan bahwa bantuan hukum sebagai hak konstitusi yang wajib dipenuhi dan merupakan tanggungjawab Negara lewat Pemerintah termasuk Pemerintah Provinsi untuk megalokasikan anggaran daerah dengan membentuk Peraturan Daerah. Tetapi hingga saat ini Provinsi Sulawesi Selatan belum terdapat Perda yang terkait penyelenggaraan layanan bantuan hukum bagi masyarakat miskin. sementara setidaknya telah ada 13 Provinsi lainnya dan 39 Kota/ Kabupaten yang telah mensahkan termasuk Kota Makassar, Kab. Sinjai dan Takalar.

Hubungan Bantuan Hukum dan Kemiskinan
Survei yang telah dilakukan di beberapa negara menemukan bahwa orang miskin dan hampir miskin lebih mungkin menghadapi masalah hukum (Paul Prettitore, 2015) dan dalam waktu yang bersamaan mereka memiliki keterbatasan atau bahkan tidak dapat mengakses layanan hukum karena ketidakmampuannya untuk menanggung biaya terutama biaya jasa Pengacara yang relatif cukup mahal. Dampak masalah hukum yang mereka alami dan tidak diselesaikan atau tidak menerima layanan hukum akan berpotensi mengguncang kehidupan perekonomian mereka, sehingga orang yang hampir miskin (near poor) rentan menjadi miskin dan orang miskin (poor) tentunya akan semakin miskin. Mengambil contoh, data kasus masyarakat miskin di LBH Makassar dalam kurung waktu 3 tahun terakhir, paling banyak adalah kasus sengketa ketenagakerjaan terkait upah, PHK dan tidak dibayarkannya pesangon, kasus penggusuran atau sengketa lahan perumahan dan perkebunan, konflik pengelolaan sumber daya alam, kasus penipuan atau wanprestasi pihak property terhadap konsumen terkait uang muka/ tanda jadi pembelian rumah sederhana/ sangat sederhana, utang-piutang, warisan dan perceraian, yang semuanya memiliki dampak terhadap kondisi perekonomian mereka.

Ketimpangan jumlah penduduk miskin dan advokat bantuan hukum
Penduduk miskin di Sulawesi Selatan berdasarjkan data BPS perMaret 2017 berjumlah 813,07 ribu dengan komposisi sebagian besar berada di pedesaan yakni sebesar 81,11 Persen. Sementara jumlah Organisasi bantuan Hukum (OBH) yang telah terakreditasi selaku pemberi layanan bantuan hukum bagi masyarakat miskin berdasarkan ketentuan UU Bantuan Hukum adalah hanya berjumlah 13 organisasi. Sembilan diantaranya berada di Kota Makassar dan sisanya masing-masing tersebar di empat Kabupaten lainnya yakni Wajo, Jeneponto, Bulukumba dan Sinjai, dengan perkiraan maksimal hanya terdapat sekitar 65 orang advokat bantuan hukum yang secara fulltime dan aktif memberikan layanan bantuan hukum kepada masyarakat miskin. Dengan demikian rasio jumlah advokat bantuan hukum dengan jumlah penduduk miskin di Sulawesi Selatan adalah 1 berbanding 12.507. Dengan kata lain, dari 12.507 orang penduduk miskin di Sulawesi Selatan hanya tersedia 1 orang Advokat Bantuan Hukum yang dapat memberikan jasa layanan bantuan hukum. Atas kondisi ini, tentunya bentuk layanan advokat bantuan hukum yang sekadar menyediakan jasa Advokat untuk mewakili atau mendampingi masyarakat miskin yang berhadapan dengan hukum di lembaga kepolisian, kejaksaan dan pengadilan tidak akan cukup terpenuhi dan tidak akan berdampak secara massif dan signifikan terhadap pengentasan kemiskinan.

Pemberdayaan Hukum Masyarakat
Layanan bantuan hukum sebagai upaya peningkatan kesejahteraan dan penanggulangan kemiskinan tidak sekadar penyediaan jasa advokat untuk dapat mengakses keadilan di lembaga peradilan. Lebih daripada itu adalah peningkatan pengetahuan, keterampilan dan partisipasi masyarakat, yang biasa disebut Pemberdayaan Hukum Masyarakat yaiitu suatu proses perubahan sistematis yang dengan cara itu orang miskin dan yang dikucilkan dapat menggunakan hukum dan sistem hukum dan layanan hukum untuk melindungi dan memajukan hak dan kepentingan mereka sebagai warga negara dan pelaku ekonomi (lihat laporan Sekjen PBB, Legal Empowerment of the poor and eradication of poverty, 2009). Program bantuan hukum melalui pemberdayaan hukum akan menguatkan kapasitas masyarakat miskin untuk dapat memperjuangkan pemenuhan hak-hak dasar mereka, hak untuk mengakses sumber daya yang tersedia, perlindungan atas hak kepemilikan harta benda yang dimilikinya seperti tanah dan perumahan, pemenuhan hak sebagai Pekerja, Perlindungan hak terhadap isteri bagi perempuan dan anak-anaknya dalam konteks hukum keluarga dan sebagainya. Semua itu tentunya membutuhkan program layanan bantuan hukum dalam bentuk informasi dan konsultasi hukum, pendidikan dan pelatihan hukum, sehingga orang miskin dan kelompok rentan lainnya dapat keluar dan terselamatkan dari konsep pembangunan yang selama ini masih saja menciptakan atau mengabadikan kemiskinan, tidak terkecuali di provinsi Sulawesi Selatan

Tulisan ini telah dimuat di Harian Tribun Timur, halaman 18, Edisi 28 Mei 2018

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Skip to content