
Baru-baru ini organisasi-organisasi bantuan hukum se-Sulawesi Selatan berkumpul di Makassar untuk membicarakan perlunya sebuah kebijakan pemerintah daerah dalam pemenuhan hak atas keadilan di Sulawesi Selatan. Hak atas keadilan menjadi penting karena hak atas keadilan merupakan sebuah hak dasar yang paling utama.
Penulis menyebutnya hak dasar yang utama, mengingat hak ini menjadi salah satu hak yang menentukan terpenuhinya hak-hak warga negara lainnya, ketika negara atau pihak lain di luar negara abai melaksanakan kewajiban pemenuhan hak lainnya tersebut.
Sebagai contoh hak atas kesehatan, kita tahu bahwa saat ini pemerintah telah pula berupaya dalam pemenuhan hak atas kesehatan untuk masyarakat miskin dengan kebijakan JKN-KIS melalui berbagai peraturan yang mengaturnya.
Sebagai contoh hak atas kesehatan, kita tahu bahwa saat ini pemerintah telah pula berupaya dalam pemenuhan hak atas kesehatan untuk masyarakat miskin dengan kebijakan JKN-KIS melalui berbagai peraturan yang mengaturnya.
Untuk menjamin masyarakat miskin mendapatkan pelayanan gratis di fasilitas-fasilitas kesehatan yang tersedia, tentu saja dibutuhkan layanan bantuan hukum ketika masyarakat miskin dimaksud mendapatkan masalah dalam mengakses kesehatan gratis tersebut.
Begitu pula dengan hak-hak masyarakat miskin lainnya seperti hak atas perumahan, hak atas pendidikan, hak untuk mendapatkan pekerjaan yang layak, hak untuk tidak digusur, dan lain-lain. Apalagi ketika kita berbicara tentang hak atas peradilan yang jujur (fairtrial)
Kebijakan Negara
Indonesia saat ini telah mengesahkan Undang-Undang No 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum (Undang-Undang Bantuan Hukum). Undang-undang ini menjamin masyarakat di negara ini untuk mengakses keadilan.
UU ini mewajibkan negara menyediakan advokat yang bergabung dalam orangisasi-organisasi bantuan hukum untuk memberikan pelayanan kasus-kasus hukum masyarakat miskin secara gratis, baik persoalan hukum yang sifatnya diselesaikan melalui jalur pengadilan maupun yang di luar pengadilan.
Undang-undang ini pula telah dilaksanakan sejak tahun 2015. Namun, apakah dengan dilaksanakannya undang-undang bantuan hukum sudah cukup dalam rangka membuka akses masyarakat terhadap keadilan? Jawabannya tentu saja belum cukup. Dalam pelaksanaannya, Undang-Undang ini menemui banyak kendala.
Kendala-kendala tersebut di antaranya adalah terbatasnya anggaran, tidak diakomodirnya kelompok rentan sebagai penerima manfaat dalam layanan bantuan hukum. Juga kurangnya jumlah dan terbatasnya sumber daya organisasi bantuan hukum.
Pemerintah daerah memiliki peran penting untuk dapat mengatsi kendala-kendala yang dihadapi dalam skema bantuan hukum nasional tersebut.
Pemerintah daerah dapat menjadi sarana untuk memperluas jangkauan layanan baik perluasan peneriman manfaat, maupun perluasan layanan serta mengatasi kurangnya anggaran bantuan hukum.
Apalagi, Undang-Undang Bantuan Hukum telah memberikan peluang kepada pemerintah daerah untuk dapat berperan dalam menyelenggarakan dan menganggarkan bantuan hukum (Pasal 19 Undang Undang Bantuan Hukum).
Peluang ini disambut oleh beberapa pemerintah daerah termasuk beberapa pemerintah kota/kabupaten di Sulsel, pemerintah kota/kabupaten (pemkab/pemkot) tersebut adalah pemkab Sinjai, Pemkot Makassar, Pemkab Takalar, Pemkab Wajo dan Pemkab Soppeng.
Perda
Untuk provinsi Sulawesi selatan, DPRD Provinsi Sulawesi Selatan telah menginisiasi Ranperda Bantuan Hukum Sulsel. Sayangnya ranperda tersebut tidak kunjung disahkan hingga sekarang dengan berbagai kendala.
Sebagai masukan untuk ranperda bantuan hukum provinsi Sulawesi Selatan, sebaiknya dirancang untuk mengatasi kendala-kendala pelaksanaan skema bantuan hukum nasional dengan menghadirkan sebuah perda yang inklusi. Yang dimaksud dengan inklusi disini adalah diharapkan perda tersebut tidak hanya mengakomodir masyarakat miskin sebagai penerima manfaat, tapi juga mengakomodir kelompok-kelompok rentan lainnya seperti perempuan korban kekerasan (termasuk KDRT, Kekerasan Seksual dan Tindak Pidana Penjualan Orang), anak yang berhadapan dengan hukum, penyandang disabilitas, pekerja migran dan kelompok minoritas.
Tidak hanya perda yang inklusi, perda ini pula dapat menjadi motor terbentuknya perda-perda bantuan hukum diberbagai kota/kabupaten di seulawesi selatan, dapat menambah jumlah organisasi-organisasi bantuan hukum di berbagai kota/kabupaten di Sulawesi Selatan serta dapat meningkat kapasitas organisasi bantuan hukum dalam memberikan layanan, baik dari kapasitas jumlah advokat, paralegal maupun kapasitas pengetahuan.
*Sebelumnya Opini ini telah dimuat di Media Online tribuntimur.com edisi 25 Maret 2019
Comments
No comment yet.