Salam Perjuangan. . .
Kasus sengketa lahan warga Bara-Baraya vs Nurdin Dg. Nombong & Kodam XIV Hasanuddin yang mengklaim tanah warga sebagai tanah okupasi asrama TNI-AD telah bergulir sejak tahun 2016 lalu. Pihak Kodam memaksa untuk melakukan pengosongan lahan tanpa melalui proses pengadilan. Namun warga berhasil menghadang upaya paksa dari Kodam. Maka pada tahun 2017, Nurdin Dg. Nombong bersama Kodam menempuh jalur pengadilan dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Makassar, dengan perkara nomor 255/Pdt.G/2017/PN MKS. Perkara ini berhasil dimenangkan oleh warga, baik di tingkat pengadilan negeri maupun Pengadilan Tinggi Makassar.
Namun upaya perampasan lahan warga Bara-Baraya tidak berhenti disitu. Pada tahun 2019 Nurdin Dg. Nombong bersama Kodam kembali menggugat warga berdasarkan nomor registrasi perkara: 239/Pdt. G/2019/PN Makassar. Lagi-lagi warga berhasil memenangkan perkara ini. Adapun pertimbangn kuat dari Majelis Hakim Pengadilan Negeri Makassar, sebagai berikut:
- Warga Bara-Baraya menguasai objek sengketa berdasarkan Akta Jual Beli yang sah dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang (PPAT/Camat Kec. Makassar) dan lebih lanjut majelis hakim menyatakan bahwa untuk menyatakan warga melakukan perbuatan melawan hukum maka pejabat PPAT/Camat Kec. Makassar yang mengeluarkan AJB tersebut harus digugat;
- Penggugat tidak mampu menunjukkan satu persatu tanah yang dikuasai oleh masing-masing tergugat (warga), sehingga tanah objek sengketanya tidak jelas/kabur;
Bahwa selain itu, masih banyak fakta hukum yang terungkap selama persidangan di Pengadilan Negeri Makassar yang menguatkan posisi Para Tergugat/Warga Bara-Baraya, antara lain:
- Tanah sengeketa yang saat ini dikuasai oleh Tergugat/warga Bara-Baraya bukan tanah okupasi/asrama TNI-AD. Fakta ini berdasarkan bukti surat dan keterangan saksi-saksi yang dihadirkan selama persidangan yang pada pokoknya menerangkan bahwa warga Bara-Baraya telah tinggal di atas tanah objek sengketa sejak tahun 60-an, berdasarkan kepemilikan surat-surat yang sah seperti Akta Jual Beli (AJB), Akta Hibah dan Rincik. Selain itu, tanah objek sengketa tidak pernah dikuasai Kodam baik digunakan untuk penempatan barak TNI maupun fasilitas umum TNI. Sebab, dari awal tanah objek sengketa telah dikuasai oleh tergugat/warga dan tidak pernah dipersoalkan oleh Kodam. Lagipula, Para Tergugat/warga Bara-Baraya bukan pensiunan TNI melainkan hanya warga sipil biasa yang kebanyakan berprofesi sebagai pedagang, sehingga sama sekali tidak memiliki hubungan hukum dengan Kodam XIV Hasanuddin;
- Oleh karena Tergugat/Warga Bara-Baraya menguasai tanah sengketa berdasarkan akta jual beli, maka sudah seharusnya pihak penjual ditarik sebagai tergugat atau setidaknya sebagai turut tergugat. Apalagi pihak penjual merupakan saudara kandung Penggugat, bernama Daniah Dg. Ngai yang juga memiliki hak warisan atas tanah sengketa;
- Penggugat pirinsipal/Nurdin Dg. Nombong tidak memiliki itikad baik. Selama proses mediasi, hakim mediator telah memanggil penggugat prinsipal secara patut selama tiga kali berturut-turut, namun tetap tidak mengindahkan panggilan tersebut tanpa alasan yang dibenarkan menurut hukum. Sehingga dalam hal ini telah melanggar PERMA No. 1 tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan;
- Gugatan Penggugat kurang pihak. Oleh karena berdasarkan fakta hukum yang terungkap dalam persidangan, masih banyak pihak-pihak yang ikut menguasai tanah objek sengketa namun tidak ditarik sebagai tergugat dalam perkara ini;
- Penggugat menggugat orang yang sudah meninggal dunia, sementara ahli warisnya menguasai tanah sengketa tidak ditarik sebagai tergugat;
- Letak dan batas-batas tanah objek sengketa tidak jelas, fakta ini terungkap berdasarkan dalam sidang pemeriksaan setempat terungkap fakta hukum, penggugat tidak mampu menunjukkan batas keseluruhan SHM Nomor: 4 seluas 32.040 M2 yang menjadi dasar hak Penggugat. Sehingga letak objek SHM No. 4 tidak jelas/kabur;
- Batas sebelah selatan tanah objek sengketa I, juga tidak jelas/kabur. Oleh karena Penggugat dalam sidang pemeriksaan setempat hanya menunjuk tiang listrik dan perkampungan. Sementara tanah sengketa merupakan bagian perkampungan, sehingga mestinya Penggugat menyebutkan secara pasti batas selatan, dalam hal ini berbatasan dengan tanah/rumah siapa;
- Sedangkan pada tanah objek sengketa II, dalam sidang pemeriksaan setempat Penggugat tidak mampu menunjukkan langsung batas sebelah barat. Hanya mengatakan berbatasan dengan tembok/tanah kosong, padahal faktanya tidak ada tembok/tanah kosong, melainkan perkampungan warga;
Bahwa Penggugat bersama Kodam XIV tidak menerima putusan Pengadilan Negeri Makassar tersebut diatas, kemudian menyatakan banding. Namun selama proses banding berjalan, Para Tergugat tidak pernah mendapat surat pemberitahuan dari Pengadilan Tinggi Makassar perihal penerimaan berkas dan register perkara. Padahal berdasarkan sistem administrasi peradilan, seharusnya pihak pengadilan tinggi menyampaikan surat pemberitahuan tersebut kepada para pihak. Sehingga hal ini menimbulkan tanda tanya bagi para pihak, khususnya bagi Para Tergugat/warga.
Dan hingga saat ini (04/10/2020), warga Bara-Baraya belum menerima hasil/putusan banding secara resmi. Untuk mengetahui hal tersebut, warga Bara-Baraya telah melakukan aksi demonstrasi pada 14 Agustus 2020 dengan mendatangi Pengadilan Tinggi Makassar dan diterima langsung oleh ketua pengadilan dan humas. Pada pokoknya, Pengadilan Tinggi Makassar melalui humas menyampikan bahwa pihaknya tidak/belum mengetahui apakah perkara banding dimaksud sudah putus atau belum.
Dengan demikian, berdasarkan fakta-fakta hukum diatas dan proses administrasi banding yang menimbulkan tanda tanya, maka dengan ini kami dari Aliansi Bara-Baraya Bersatu menyatakan:
- Bahwa kami dari Aliansi Bara-Baraya Bersatu akan selalu mengawasi dan melaporkan jika terjadi indikasi atau dugaan praktek mafia peradilan dalam kasus ini;
- Meminta kepada Majelis Hakim tigkat banding untuk tidak terpengaruh oleh pihak-pihak yang ingin mempengaruhi independensi serta harkat dan martabat hakim;
- Meminta kepada Majelis Hakim yang mengadili dan memeriksa perkara ini agar tidak ragu memberikan keadilan kepada warga Bara-Baraya sebagai masyarakat kecil yang memiliki hak atas tempat tinggal;
- Meminta kepada Majelis Hakim Pengadilan Tinggi yang mengadili dan memeriksa perkara ini untuk memutus berdasarkan fakta-fakta hukum yang terungkap selama persidangan di Pengadilan Negeri Makassar.
Makassar, 04 Oktober 2020
Aliansi Barabaraya Bersatu
Narahubung:
085231011007–Muh. Nur (Warga Bara-Baraya)
0812 4116 3839-Muh. Ansar (LBH Makassar)