Pres Rilis
Lembaga Bantuan Hukum Makassar
(Nomor : 16/SK/LBH-MKS/VIII/2020)
Usut Tuntas Kasus Penambakan Aparat Kepolisian di Pattingalloang Makassar yang
Mengakibatkan satu orang meninggal dan dua orang Luka Berat
LBH Makassar menerima permohonan bantuan hukum atas peristiwa penembakan oleh kepolisian di Jl. Barukang II dan III lr. 4, Kelurahan Pattinggalloang, Kecamatan Ujung Tanah, Kota Makassar. Peristiwa yang mengakibatkan satu orang kritis yang akhirnya meninggal dunia di RS Bhayangkara dan dua orang mengalami luka tembak, terjadi pada Minggu, 30 Agustus 2020, sekitar Pukul 01.00 Wita dini hari.
LBH makassar telah melakukan investigasi dengan mengambil keterangan beberapa warga yang melihat peristiwa, serta rekaman CCTV milik warga yang merekam peristiwa. LBH Makassar menduga kuat polisi melakukan pelanggaran HAM dengan menggunakan senjata api secara berlebihan, melanggar prinsip proporsionalitas, neccisitas, reasonable (masuk akal) dalam penggunaan senjata api.
Adapun kronologi peristiwa, yakni pada sekitar pukul 01.00 wita (dini hari), terjadi tembakan gas air mata di Jalan Bolu dan Jalan Barukang 1, sebanyak 2 kali tepat diarea pemukiman padat penduduk. Sekitar Pukul 01.16 wita, dari arah Jalan Barukang Raya, dua orang terduga Polisi melepaskan tembakan yang mengenai kaki kiri Korban AM (19) yang sedang berada di pintu gerbang pertigaan Jalan Barukan 2 – Jalan Barukang Raya. AM kemudian berlari pincang masuk ke Jalan Barukang 2, sekitar 150 m ia terjatuh dan sempat pingsan.
AM yang sudah terjatuh, kemudian didapati teman-temannya penuh darah, dan dua orang temannya segera di bawah ke RS Angkatan Laut Jala Ammari yang berada di Jalan Barukang 3. Namun setiba di Jalan Barukang 3 pintu gerbang lorong 4 mereka dijegat oleh anggota Polisi yang sedang berada disana. Dari keterangan warga sekitar puluhan polisi berada di sana, melepaskan puluhan kali tembakan sebagaimana keterangan warga dan berdasarkan rekaman CCTV. Menurut warga tembakan tersebut mengarah masuk lorong 4 (Jalan Barukang 3) .
Warga yang kaget dengan adanya tembakan, kemudian keluar rumah. Ditemani seorang anggota Binmas meminta agar para anggota Polisi menghentikan tembakan. Pada sekitar Pukul 01.25 wita, seorang Pemuda IB (23) terkena tembakan dikaki kanan. Tembakan yang mengenainya dari arah Polisi yang berada di dalam Lorong 4 (Jalan Barukang 3). Terjadi ketegangan, warga terus berupaya meminta polisi agar menghetikan tembakan. Lanjut sekitar Pukul 01.28 wita seorang pemuda lainnya – AJ (23) yang sedang berlari di belakang Anggota Binmas tersungkur dan diduga kuat terkena tembakan pada kepala bagian depan (jidat), dan langsung terjatuh ditempat kejadian.
Ketegangan antar warga dengan anggota Polisi ini baru redah sekitar pukul 02.00 wita. Semetara 3 remaja yang tertembak dilarikan warga ke RS Angkatan Laut Jala Ammari di Jalan Barukag 3. Karena situasi mereka sangat kritis dan salah satunya membutuhkan operasi, RS Angkatan Laut menyarankan untuk dibawah ke RS Bhayangkara. Ditemani keluarga mereka dirawat di RS Bhayangkara, dua orang yang kakinya tertembak kemudian ditangani dengan diperban, sementara yang tertembak pada bagian kepala terus mengucurkan darah hingga kesadaran yang sangat menurun. Hingga sekitar Pukul 15.30 wita, Anjas (23) dinyatakan meninggal dunia di RS Bhayangkara.
Pendapat Hukum LBH Makassar-YLBHI
Berdasarkan Kronologi diatas, kami berpendapat bahwa anggota polisi yang terlibat dalam peristiwa tersebut diduga telah melakukan tindakan penggunaan kekuatan dan sejata api secara berlebihan menyalahi prinsip nesessitas, proporsionalitas dan reasonable/masuk akal sesuai ketentuan Pasal 3 huru a, b,c dan f Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian Jo. Pasal 9 huruf a,b dan c dan Pasal 11 huruf j Peraturan Kepolisian Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip Dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Dalam penggunaan senjata api, pada prinsipnya hanya diperbolehkan dalam rangka penegakan hukum, dan untuk melindungi nyawa, serta masuk akal dimana penggunaan senjata api sangat dibutuhkan dan tidak bisa diganti dengan tindakan lunak lainnya. Dari keterangan warga pada saat itu situasinya polisi menembakkan senjata api berkali-kali dan bahkan pada saat itu terdapat kerumunan warga. Terlebih lagi saat peristiwa di Lorong 4 Jalan Barukang III, Anggota Binmas Patingalloang sudah turun tangan untuk meminta agar Polisi menghentikan tembakan. Namun tidak langsung dihentikan, akibatnya selain dua orang warga mengalami luka tembak, satu orang lainnya akhirnya diduga kuat tertembak pada bagian depan kepala hingga kritis akibat pendarahan dan dinyatakan meninggal dunia di RS Bhayangkara.
Tindakan kepolisian tersebut, diduga kuat telah melanggar Hak Asasi Manusia yang tidak dapat dikurangi oleh siapapun dan dalam keadaan apapun (non-derogable rights ) hak untuk bebas dari perlakuan yang kejam dan tidak manusiawi dan hak untuk bebas dari penghilangan paksa dan penghilangan naywa sebagaimana diatur dalam Pasal 33 ayat ayat-ayat (1) dan (2) jo UU No. 12 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Hak Sipil dan Politik.
Bahwa LBH Makassar mendesak pertanggungjawaban hukum pihak kepolisian yang terlibat baik secara pidana maupun etik dan disiplin sebagaiman secara tegas disebutkan dalam Protokol PBB Tahun 1980 tentang Prinsip-Prinsip Dasar Penggunaan Kekuatan dan Senjata Api oleh Aparat Penegak Hukum yang telah dijadikan dasar penerbitan dan pemberlakukan Protap Kapolri No. 1 Tahun 2010 . Dimana Prinsip 7 Protokol PBB tersebut menyatakan : ”Pemerintah akan menjamin bahwa penggunaan kekerasan dan senjata api secara sewenang – wenang atau tidak tepat oleh aparatur penegak hukum akan dihukum sebagai suatu pelanggaran pidana berdasarkan hukum yang berlaku.”
Bahwa adapun dugaan tindak pidana yang dilanggar adalah tindak pidana menghilangkan nyawa dan/atau kekerasan secara bersama-sama dan/atau penganiayaan yang mengakibatkan luka berat dan mengakibatkan kematian, sebagaimana diatur dalam pasal 338 Jo. Pasal 170 ayat (1) dan (2) jo. Pasal 351 ayat (2) dan (3)
Bahwa proses hukum kasus tersebut harus dilakukan secara profesional dan akuntabel mengingat kasus dugaan penggunaan senjata api oleh pihak kepolisian secara melawan hukum terus berulang bahkan berakibat kematian, namun tindakan penegakan hukum yang dilakukan cenderung lamban dan tidak akuntabel.
Berdasarkan hal-hal yang kami uraikan diatas maka LBH Makassar-YLBHI selaku lembaga yang selama ini konsern mendorong penegakan hukum, HAM dan demokrasi, dengan ini mendesak Kabareskrim Polri Cq. Reskrim Polda Sulsel, Komnas HAM RI dan Kompolnas RI untuk segera turun tangan melakukan penyelidikan, penyidikan terkait peristiwa ini.
Makassar, 30 Agustus 2020
PEKERJA BANTUAN HUKUM
YLBHI-LBH Makassar
Abdul Azis Dumpa, S.H., M.H. (0822-1748-5826)
Muhammad Ansar, S.H. (0812-4116-3839)
Muh. Ismail, SP (082291519628)