
PERNYATAAN SIKAP
Nomor : 003/rls./Alarm Tlk.Pgsrn./III/2019
TOLAK PENGGUSURAN SEWENANG – WENANG BERDALIH REVITALISASI CAGAR BUDAYA!!!
Aliamin (51 tahun) menerima surat peringatan (SP) III dari Balai Pelestarian Cagar Budaya Sulawesi Selatan pada tanggal 8 Maret 2019, tersebut berisi tentang permintaan pihak balai agar Aliamin dan keluarga segera mengosongkan lahan yang ia tempati paling lambat 5 hari setelah surat diterima. Jika tidak, pihak balai akan menempuh upaya hukum. Dalam surat itu juga, pihak balai secara tegas menyatakan tidak ada ganti rugi atau kompensasi kepada Aliamin.
Lahan ini sudah ditempati Aliamin selama kurang lebih 24 tahun. Di sini dia bersama keluarga menggantungkan hidup, sambil merawat taman seluas 60 x 29 m dengan hasil keringat sendiri dan tanpa uang dari negara. Aliamin saat ini telah memiliki 5 (lima) orang anak. Kelima anaknya lahir dan besar di tempat tersebut.
Secara hukum, tidak seorangpun yang dapat melakukan eksekusi pengosongan lahan tanpa melalui putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht). Penguasa fisik (bezitter) haruslah dilindungi oleh hukum. Apalagi penguasaan tersebut didasari bukti surat dan dilakukan jauh sebelum terbitnya Sertifikat Hak Pakai (tahun 2010) milik balai.
Aliamin yang selama 24 tahun secara sukarela melakukan pelestarian secara konsisten dan keberlanjutan, seharusnya diberikan insentif oleh Pemda Sulsel, bukan malah digusur. Berdasarkan ketentuan Pasal 36 Ayat (1) dan (2) PERDA Prov. Sulsel Nomor 2 tahun 2014 tentang Pelestarian dan Pengelolaan Cagar Budaya, menyatakan “setiap orang, kelompok masyarakat, atau badan yang memiliki dan/ atau menguasi Cagar Budaya dengan sukarela melakukan pelestarian secara konsisten dan berkelanjutan serta memenuhi kaidah pelestarian terhadap Cagar Budaya dapat diberi insentif dan/atau kompenasasi dari Pemerintah Daerah. Pemberian insentif sebagaimana dimaksud, dapat berbentuk bantuan advokasi, tenaga teknis, tenaga ahli, sarana dan prasarana, dan/atau pemberian tanda pengahargaan. Sedangkan pemberian kompensasi sebagaiamana dimaksud, dapat berbentuk uang, bukan uang, dan/atau tanda penghargaan.”
Di sisi lain, rencana revitalisasi oleh pihak balai dilakukan secara diskriminatif, sebab di lain pihak terdapat banyak bangunan permanen yang berdiri di dalam kawasan cagar budaya Benteng Rotterdam. Ironisnya, pihak balai kehilangan nyali untuk menertibkan bangunan – bangunan tersebut. Dalam artian, pihak balai hanya bernyali terhadap masyarakat kecil dan lemah seperti Aliamin.
Olehnya itu, kami menilai rencana pengosongan oleh pihak Balai Pelestarian Cagar Budaya Sulsel terhadap rumah tempat tinggal Aliamin adalah tindakan diskriminatif, sewenang – wenang, melawan hukum, dan menimbulkan ancaman terjadinya pelanggaran HAM.
Untuk itu, kami dari Aliansi Rakyat dan Mahasiswa (ALARM) Tolak PENGGUSURAN menuntut dan mendesak kepada Balai Pelestarian Cagar Budaya Sulsel maupun DPRD Sulsel untuk menghentikan rencana pengosongan lahan secara sewenang – wenang, tanpa mempertimbangkan kontribusi dan hak asasi Aliamin sebagai warga negara;
Makassar, 28 Maret 2019.
Narahubung :
0853-9512-2233 (Edy Kurniawan/Kepala Divisi Tanah & Lingkungan Hidup LBH Makassar-YLBHI/Kuasa Hukum Aliamin)
0877-8181-1313 (Mukhtar Guntur Kilat/Presiden Federasi Serikat Perjuangan Buruh Indonesia)
0812-4264-9000 (Aliamin/korban rencana pengosongan kawasan Cagar Budaya Benteng Roterdam, Makassar)
Organ yang terlibat:
LBH Makassar, FSPBI, Pembebasan, WALHI Sulsel, UKPM Unhas, KPA Sulsel, Komunal, Fosis UMI, KSN Sulsel, PMII Rayon FAI UMI,CGMT, FSP Napas, FSP Transindo, FSP Tugasku, FSP Kobar, SPMN.
Comments
No comment yet.