Solidaritas Tolak Penggusuran PK 5
Ketidakadilan berwujud penggusuran itu ada di mana-mana dan akan terus menggerogoti rakyat kecil. Bahkan dalih dan logika penggusuran dibongsai dengan segala bentuk pembenaran dan seolah menjadi hal yang wajar dari rutinitas keseharian kita. Akan tetapi, apapun perbuatan yang bernama penggusuran sesungguhnya adalah bentuk nyata ketidakadilan karena terjadi perampasan terhadap hak hidup yang sangat mendasar seperti yang dialami oleh warga Pedagang Kaki Lima (PKL).
Pada 10 Oktober 2018, Pedagang Kaki Lima (PKL) yang berada di sebelah kiri Kampus Pasca Universitas Negeri Makassar mendapatkan Surat Penyampaian (SP) I dengan Nomor Surat 5049/UN36/TU/2018 oleh pihak kampus UNM yang menyatakan bahwa Para pedagang kaki lima yang berjualan di depan hotel La Macca dan gedung Pascasarja UNM untuk sukarela membongkar sendiri lapak-lapaknya dengan tenggang waktu yang diberikan adalah 7 (tujuh) hari setelah surat permohonan bongkar sendiri lapaknya diterbitkan dan disampaikan kepada para pemilik lapak (pembongkaran) berlangsung tanggal 12 s.d. 19 Oktober 2018 puku. Surat penyampaian tersebut ditujukan atas dasar pihak Kampus Universitas Negeri Makassar (UNM) akan melakukan pekerjaan pagar permanen di sekeliling kampus barat UNM: Gedung Lanto Dg. Pasewang, Pascasarjana UNM, SDN. Komp. IKIP (Jl. A.P. Pettarani). Padahal, lokasi berdirinya lapak dagangan PKL bukan merupakan wilayah yuridiksi kampus UNM. Perlu diketahui, PKL yang berada di depan Hotel La Macca sejak tahun 1975. Pada tahun 2007, seluruh PKL yang berada di sepanjang jalan A.P.Pettarani membuat Forum Persatuanm Pedagang Kaki Lima Makassar (P2KLM) yang disahkan oleh Notaris dengan Nomor Akta notaris: C-356.HT.03.01.Th.2006 tanggal 4 september 2006.
Tercatat sekitar 17 lapak PKL yang berada di depan hotel La Macca UNM. Para pemilik lapak adalah orang-orang yang mengharapkan pemenuhan kebutuhan hidupnya dari usaha berjualan. Seluruh pemilik lapak merupakan orang-orang yang telah berkeluarga. Selain untuk mendapatkan keuntungan untuk bertahan hidup, beberapa dari pemilik lapak juga mencari keuntungan dari berjualan tersbut untuk menyekolahkan anak-anak mereka. Bahkan Dg.Bau yang merupakan orang pertama yang membuka lapak tersebut, telah memiliki anak-anak yang dibesarkan melalui penghasilan dari berjualan dan sampai saat ini, ada dua anak dari Dg.Bau yang juga telah berkeluarga, juga sebagai pemilik lapak.
Mayoritas pemilik lapak menyandarkan hidupnya dari usaha berjualan tersebut. Jika sekiranya Pihak kampus UNM dengan paksa membongkar lapak tersebut, maka sekitar 17 Kepala Keluarga (KK) akan kehilangan mata pencaharian yang menyebabkan tidak terpenuhinya hak-hak mereka untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak.
Melihat fakta dia atas, kita bias memahami bahwa logika sesat pengosongan paksa lapak daganagn milik PKL oleh pihak UNM merupakan tindakan yang mencoreng prinsip dasar HAM, khususnya pada hak ekonomi, social dan budaya (EKOSOB) yang notabene perlu dipenuhi dan dilindungi. Dalam Konstitusi juga mangakomodir upaya pemenuhan terhadap hak masyarakat kecil pada pasal 27 ayat (2) UUD 1945 bahwa tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagikemanusiaan. Selain itu, adanya SK Rektorat UNM terhadap PKL merupakan tindakan yang sesungguhnya diluar dari kewenangan kampus sebagai institusi pendidikan.
Maka dari itu, kami dari Solidaritas Tolak Penggusuran PKL dengan tegas menyatakan:
- Tolak upaya rencana penggusuran PKL
- Hentikan segala bentuk tindakan perampasan ruang hidup
- Mengutuk keras tindakan rector UNM yang mengeluarkan surat Penyampaian (SP I) yang diluar wewenangnya
LBH MAKASSAR, KPA SULSEL, STIGMA, FOSIS UMI, BEM UNM, FMN MAKASSAR, KOMUNAL, PMII RAYON FAI UMI, UKPM UH, WALHI SULSEL, SMI, FMD, FMK MAKASSAR, FORMAKAR, PEMBARU SULSEL, SRIKANDI, FAPERTA UH, KAPAK SC